Ibu Yohanna bercerita bahwa pekerjaan sehari-harinya adalah berkebun. Padi tumpang sari dengan jagung merupakan komoditas utama yang digelutinya. Selain itu, terdapat kebun talas, ubi, kopi, dan kelapa. Khusus untuk berkebun atau bertani digeluti oleh sosok ibu. Namun untuk berburu dan mencari ikan dilSayakan oleh sosok bapak/laki-laki. Pembagian peran ini dilSayakan sebagai upaya optimalisasi pengelolaan wilayah adat skala terendah, rumah tangga.
Adat mengatur segala aktivitas jenis ekstraksi sumber daya alam, baik di hutan maupun di laut. Setiap orang yang ingin memanfaatkan sumber daya alam wajib memiliki ijin dari tetua adat, terutama warga di luar marga patuanan. Sistem aturan perijinan ini sudah berjalan ratusan tahun lamanya, mungkin lebih. Tidak pernah ada konflik sumber daya karena kelaparan dan kelangkaan hasil buruan. Terbukti. Aturan adat yang baru dikeluarkan adalah pembatasan terhadap aktivitas pembukaan lahan baru untuk pertanian dan perkebunan terhadap hutan alam. Artinya, adat lebih mengutamakan optimalisasi potensi yang ada. Menjaga hutan sebagai tempat hewan buruan berlindung. Ada hutan maka ada babi, rusa, pelanduk, dan buruan. Mungkin asumsi tersebut yang ingin dibangun dan dipercayakan kepada masyarakat adat.
Bertolak dari Desa Lorang, kami menuju Desa Longgar, Apara, Kobadangar, dan Ponom. Keempat desa terletak di ujung timur Kabupaten Kepulauan Aru, berhubungan langsung dengan Laut Arafuru. Melewati selat yang panjang dan begitu tenang, di ujung timur kabupaten terdapat 2 desa perbatasan. Desa Longgar dan Apara berada bersampingan. Desa Longgar merupakan pemekaran dari Desa Apara. Secara potensi, sama-sama memiliki kegiatan ekonomi sebagai nelayan. Tipe nelayan tangkap ikan demersal seperti tangkap ikan kakap, ikan kerapu, dan ikan kakatua paling banyak ditangkap, dalam kondisi hidup.
Ikan Kakap dan Ikan Kerapu termasuk kedalam ikan ekonomis penting. Di Kabupaten Kepulauan Aru sendiri perdagangan ikan hidup bisa menembus pasar China, Kendari, dan Raja Ampat. Pendistribusian sesuai dengan jenis dan kualitas ikan. Pasar China sendiri sebetulnya merupakan pasar akhir dari rantai perdagangan. China yang dimaksudkan mencSayap negara Taiwan. Perdagangan Ikan Kakap dan Ikan Kerapu sudah berjalan cukup lama. Namun, ikan yang diperjualbelikan dalam ikan hidup baru berjalan akhir bulan (September 2015).
Walaupun tergolong nelayan tradisional, nelayan di Desa Longgar dan Desa Apara memiliki peluang yang tinggi untuk mendapatkan ikan. Sebagai contoh, Pak Monci merupakan seorang nelayan tradisional yang menangkap ikan di wilayah perairan Pulau Kelapa (Cagar Alam Perairan). Dari 10 bubu (alat tangkap pasif) yang ditenggelamkan, biasanya hanya 3 yang tidak terisi ikan. Dalam 1 bubu biasanya berisi 3 ekor ikan sehingga dalam 1 kali trip penangkapan sekitar 21 ekor ikan hidup tertangkap.
Harga 1 ekor ikan hidup untuk Ikan Kerapu adalah Rp.150.000 untuk ukuran diatas 1 kg. Setidaknya Pak Monci dalam 1 trip penangkapan ikan mendapatkan keuntungan Rp.3.150.000. Sedangkan modal yang dikeluarkan hanya sekitar Rp.300.000 per-trip. Hal ini menunjukan bahwa peluang keberhasilan penangkapan di perairan wilayah cagar alam terbilang tinggi sekitar 70 persen.
Sayangnya, tidak ada peraturan adat yang berisikan pengelolaan wilayah perairan di sekitar Pulau Kelapa (Cagar Alam Perairan). Baik itu aturan yang mengatur alat tangkap, jenis armada, pelSaya perikanan (nelayan), produksi penangkapan, dan jenis hasil tangkapan. Bahkan, sebelum moratorium yang dikeluarkan Menteri Perikanan dan Kelautan tahun 2015 lalu, maraknya kegiatan penangkapan ikan yang termasuk kedalam kategori Illegal, Unregulated, dan Unreported (IUU) di perairan Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru. Keputusan yang telah diambil oleh Menteri Susy sangatlah tepat. Saya pribadi mendapatkan laporan bahwa kejadian sebelum moratorium perikanan hasil tangkapan selalu rendah dan terjadi penguasaan wilayah perairan oleh kapal asing yang memiliki kapastitas diatas 100 GT. Artinya, wilayah perairan yang mungkin masuk kedalam patuanan adat saat ini terselamatkan oleh moratorium perikanan dan pemberantasan kapal asing yang illegal.
Berbeda dengan komoditas di Desa Longgar dan Desa Apara, di Desa Kobadangar dan Desa Ponom lebih mengutamakan kegiatan budidaya rumput laut. Saat ditelusuri melalui wawancara bersama Pak Amir, program budidaya rumput laut barulah berlangsung kurang lebih 1 tahun. Awalnya berupa bantuan dari pemerintah terkait benih. Beberapa masyarakat harus menyiapkannya secara mandiri.
Tanpa ada penolakan, program yang dibawa pemerintah daerah berkembang pesat di kedua desa yang berada di tepi ujung timur batas kabupaten. Hasilnya pun begitu menjanjikan walaupun perlu adaptasi, yang semula sebagai penangkap ikan kini menjadi pembudidaya rumput laut, para nelayan yang berpindah kini memiliki rutinitas yang cukup rigit.
Hasilnya menjanjikan, setidaknya dalam 2 bulan sekali 4 kelompok nelayan yang masing-masing terdiri 21 orang dapat memanen rumput laut dengan produksi yang dihasilkan 110 ton. Jika dibagi rata maka setiap nelayan mendapatkan 1309 kg rumput laut kering. Harga yang diterima nelayan untuk 1 kg rumput laut adalah Rp.5000 maka pendapatan perkapita nelayan, yaitu Rp.6.545.000 dalam 2 bulan. Leih besar dari gaji pokok PNS di ibu kota.
2 Comments
Mans
Tulisan ini mengatakan bahwa Desa Longgar merupakan pemekaran dari Desa Apara! Apakah anda tahu asal mula Desa Apara mengapa bisa berada di sana? Bukti anda apa Desa Longgar merupakan pemekaran desa apa? Sejaka kapan desa apara berdiri di tanah yang di berikan Desa Longgar untuk di tempati desa Apara yang berasal dari Aru Utara???
Mans
Apakah anda tahu sejarah Desa Apara bisa berada di tanahnya longgar? Apakah anda tahu sejarah Assal desa apara dari Aru Utara?