Wilayah Adat Nasib Era Masa Depan Masyarakat Aru

Sore harinya, kami dipaksa untuk melanjutkan perjalanan menuju Marfenfen untuk menyesuaikan jadwal yang tergeser beberapa hari. Perjalanan ke Marfenfen diperkirakan 7 jam dari Dobo dan 4 jam dari Benjina. Kami sadar terlambat memulai perjalanan. Menjelang magrib kami baru beangkat. Tidak lama, langit sudah menghitam di daerah Fatujuring. Fatujuring berada di sebelah kanan sisi kanan kapal. Sedikit terlihat gerlap-gerlap kilauan lampu.

Kapal berjalan sangat lamban, hanya 7 km per-jam. Biasanya mencapai 11 km per-jam bahkan 15 km per-jam. Rupanya sang Nahkoda, Bang Kapten sapaan kami, belum mengenal jalur menuju Marfenfen. Menambah rasa khawatir saja. Ditambah kegelapan yang mengitari perjalanan kami menuju Marfenfen.

Saya mencoba menjadi orang yang sok tahu, membuka GPS dan melihat peta yang menjadi trekking perjalanan. Saya melihat, jalur yang kami ambil menjauh dari pesisir, tidak sejajar dengan garis pantai. Terlalu jauh, hampir 1 jam lebih arah kapal tidak berubah. Saya mencoba melobi Bang Husen, sapaan lain dari nama aslinya Hendrik, yang turut memandu perjalanan menuju Marfenfen. Hendrik bergabung dengan kami mulai dari Dobo.

Di peta yang ditunjukan GPS, posisi Marfenfen masih lah jauh. Sedangkan Husen bersikeras bahwa kapal harus lambat dan sebentar lagi tiba di Marfenfen. Malam yang gelap dan penuh percekcokan membuat gaduh perjalanan di malam hari. Muara Sungai Jerowatu menjadi pintu masuk menuju Marfenfen dan beberapa desa pesisir lainnya. Dan itu masih sangat jauh sekitar 2 jam lagi dengan kecapatan 7 km per-jam yang digunakan.

Hendrik merupakan saudara kandung dari Mama Do, yang juga sengaja dilibatkan dalam kajian ini. Mama Do salah satu pejuang perempuan di Aru yang terus menyuarakan perlindungan dan pengSayaan atas hak-hak masyarakat adat. Pada tahun 2013 silam, Mama Do menjadi pejuang perempuan yang paling vocal di setiap pertemuan dan konsultasi public yang dilSayakan oleh Menara Group.

Lama rasanya kapal tiba di Marfenfen. Namun muara sungai sudah semakin dekat. Terlihat kerlipan cahaya terpancar dari arah depan. Jerol, sebuah kampung pangkalan TNI AL yang berbeda dengan kampung masyarakat adat Aru pada umumnya. Terdapat kapal pengangkut alat berat dan mess-mess tempat para angkatan tersebut tinggal. Wajar, kilatan cahayanya terpancar sampai beberapa kilometer. Tidak jauh dari pangkalan TNI AL, terdapat kampung yang dihuni oleh masyarakat adat, kampung Jerol juga namanya. Hendrik tidak beani untuk melanjutkan perjalanan, saat itu mungkin karena waktu telah menunjukkan pukul sekitar 23.00 WIT. Alasan yang menguatkan adalah surut, atau dalam istilah masyarakat Aru air meti.

Thank you for your vote!
Post rating: 2.5 from 5 (according 2 votes)

2 Comments

  • Mans
    Posted Desember 25, 2019 1:32 am 0Likes
    Thank you for your vote!
    Rating 0 from 5

    Tulisan ini mengatakan bahwa Desa Longgar merupakan pemekaran dari Desa Apara! Apakah anda tahu asal mula Desa Apara mengapa bisa berada di sana? Bukti anda apa Desa Longgar merupakan pemekaran desa apa? Sejaka kapan desa apara berdiri di tanah yang di berikan Desa Longgar untuk di tempati desa Apara yang berasal dari Aru Utara???

  • Mans
    Posted Desember 25, 2019 1:36 am 0Likes
    Thank you for your vote!
    Rating 0 from 5

    Apakah anda tahu sejarah Desa Apara bisa berada di tanahnya longgar? Apakah anda tahu sejarah Assal desa apara dari Aru Utara?

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top