PERNYATAAN BERSAMA KOALISI MASYARAKAT SIPIL TERKAIT PEMBENTUKAN JOINT TASK FORCE PERATURAN KOMODITAS BEBAS DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN

Dengan hormat,

Kami adalah koalisi gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang terdiri dari CSOs, serikat petani sawit mandiri dan buruh perkebunan sawit, organisasi masyarakat adat dan komunitas lokal, perempuan dan pemuda, mewakili para pemangku kepentingan yang akan terdampak dari penerapan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) di Indonesia, menyambut baik inisiatif bersama antara Indonesia, Malaysia dan Uni Eropa untuk membentuk Joint Task Force (JTF).

Kami meyakini bahwa inisiatif pembentukan JTF akan memiliki dampak positif untuk meningkatkan dialog mengenai keterlacakan dan transparansi rantai pasok komoditi-komoditi pertanian yang berisiko menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan seperti yang diatur di dalam EUDR. Dalam pandangan kami, secara langsung atau tidak langsung, masa depan nasib petani kecil mandiri, buruh perkebunan sawit, kelompok masyarakat adat dan komunitas lokal yang ada di Indonesia, akan sangat dipengaruhi oleh kesepakatan dan rencana aksi yang nantinya dirumuskan oleh JTF.

Namun, sebagai koalisi nasional yang sejak awal terlibat aktif memantau, menanggapi dan merespon EUDR, kami menyayangkan bahwa proses konsultasi pertama yang dilakukan oleh JTF pada 4 Agustus 2023, dilakukan secara tertutup dan tidak inklusif, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar di dalam demokrasi. Kami menyesalkan bahwa tidak ada informasi yang cukup dan tersedia di publik yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan rentan yang akan terdampak, seperti smallholders, buruh perkebunan, masyarakat adat dan komunitas lokal, serta kelompok pemantau independen untuk memastikan proses dan tahapan yang berlangsung di JTF tidak akan mendiskriminasi para pemangku kepentingan terdampak.

Dalam pandangan kami, merumuskan kesepakatan yang berdampak luas tanpa melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk para pemangku kepentingan rentan yang akan terdampak, bukan hanya menyalahi prinsip demokrasi dan hak asasi tetapi juga bisa mempengaruhi kualitas pencapaian tujuan JTF terkait pelaksanaan EUDR.

Untuk memastikan bahwa kesepakatan yang dicapai dan rencana aksi yang disepakati oleh JTF di kemudian hari tidak membawa dampak negatif atau merugikan kelompok pemangku kepentingan rentan yang terdampak, Koalisi Nasional menyerukan agar seluruh tahapan yang berlangsung di dalam JTF didasarkan pada nilai dan prinsip transparansi, partisipasi dan inklusi serta akuntabel. Pelaksanaan nilai dan prinsip tersebut saling berkelindan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, agar JTF tidak hanya merepresentasikan kepentingan dan menguntungkan pihak pemangku kepentingan tertentu.

Kami mengusulkan diadopsinya prinsip-prinsip dan langkah-langkah berikut agar JTF maksimal dalam menjalankan mandatnya:

  1. Transparansi
    A. Kami mengusulkan agar JTF memiliki platform media khusus yang menampilkan semua informasi terkait yang dapat diakses oleh publik. Platform media ini akan menjadi ruang pembelajaran bagi publik mengenai visi dan misi serta pelaksanaan mandat JTF. Hal ini sangat krusial mengingat dampak yang akan ditimbulkan oleh rencana aksi JTF di masa depan.
    B. Kami menilai pentingnya bagi JTF untuk memiliki laporan tertulis periodik (misal: setiap enam bulan) yang bertujuan untuk menginformasikan perkembangan perkembangan proses yang sedang berlangsung kepada publik. Laporan ini terbuka untuk publik dan ditampilkan di platform media khusus milik JTF. Penting bahwa laporan periodik tersebut memiliki salinan resmi yang ditulis dalam bahasa-bahasa resmi ketiga pihak yang terlibat di dalam JTF.
    C. Penting juga bahwa semua informasi mengenai JTF disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh berbagai kelompok pemangku kepentingan, terutama kelompok terdampak seperti petani kecil swadaya, buruh perkebunan, masyarakat adat dan komunitas lokal. Menghindari penggunaan terminologi yang rumit dan sulit dimengerti, serta memiliki lampiran penjelasan jika dibutuhkan untuk memudahkan pemangku kepentingan terdampak.
    D. Kami juga mengusulkan agar JTF memiliki sekretariat tetap di Indonesia yang dilengkapi dengan informasi alamat dan nomor kontak yang dapat dihubungi. Sekretariat JTF tersebut juga terbuka dan dapat diakses oleh kelompok pemangku kepentingan terdampak yang ingin melakukan konsultasi dan dialog tatap muka.
    E. Dalam setiap pengambilan keputusannya, JTF harus memastikan kehadiran dan keterlibatan semua kelompok pemangku kepentingan yang menjadi bagian di dalamnya. Pengambilan keputusan sebisa mungkin harus didasarkan pada konsensus bersama dan menghindari model pemungutan suara yang dapat menjadi celah pelanggaran hak dari kelompok pemangku kepentingan tertentu seperti buruh perkebunan, petani kecil swadaya, masyarakat adat dan komunitas lokal, kelompok pemantau independen dan/atau organisasi masyarakat sipil.
  2. Representasi
    A. Kami mengusulkan agar perwakilan berbagai kelompok pemangku kepentingan yang akan dilibatkan di dalam JTF tidak ditunjuk secara sepihak oleh Pemerintah. Untuk itu kami berpandangan bahwa JTF perlu memiliki indikator dan kriteria yang jelas mengenai kompetensi dan relevansi setiap perwakilan kelompok pemangku kepentingan yang akan dilibatkan. Indikator dan kriteria ini harus diumumkan kepada publik dan membuka peluang bagi penyampaian keluhan jika ada anggota JTF yang dinilai tidak kompeten atau tidak relevan ikut terlibat.
    B. Kami mengusulkan agar JTF memiliki perwakilan dari kelompok-kelompok terdampak, seperti buruh perkebunan, petani kecil swadaya, masyarakat adat dan komunitas lokal, lembaga pemantau independen dan organisasi masyarakat sipil. Pelibatan perwakilan kelompok-kelompok terdampak di dalam JTF merupakan langkah strateguntuk memastikan terwujudnya partisipasi secara penuh dan bermakna bagi seluruh kelompok pemangku kepentingan, terutama bagi kelompok terdampak
  3. Partisipasi dan Inklusivitas
    A. Kami mengusulkan agar JTF melibatkan semua kelompok kepentingan, baik yang menerima manfaat dari EUDR atau pun yang terkena dampak dari regulasi ini. Pelibatan perwakilan buruh perkebunan, petani kecil swadaya, masyarakat adat dan komunitas lokal, lembaga pemantau independen dan organisasi masyarakat sipil adalah indikator penting bahwa JTF tidak ditujukan untuk memberi manfaat bagi satu kelompok tertentu dan mengabaikan risiko/dampak terhadap kelompok lain.
    B. Kami juga menilai bahwa JTF perlu mengakomodir representasi perempuan dari berbagai kelompok pemangku kepentingan terdampak di lima komoditas pertanian yang menjadi fokus. Pelibatan perempuan tidak bersifat simbolis, sehingga JTF sudah seharusnya memiliki mekanisme yang menjamin rasa aman dari pelecehan fisik dan verbal serta diskriminasi bagi perempuan selama berlangsungnya rencana aksi/kerja JTF.
    C. Kami juga mengusulkan agar Pemerintah Indonesia secara aktif memastikan dan memfasilitasi keterlibatan dan partisipasi para pemangku kepentingan, terutama perwakilan dari kelompok yang terdampak sebagaimana disebutkan di atas.
  4. Akuntabilitas
    A. Kami mengusulkan agar setiap pengambilan keputusan dalam JTF dilakukan secara partisipatif dan dapat dipertanggung jawabkan. Jika terjadi kebuntuan yang harus diselesaikan melalui voting, pemungutan suara harus dilakukan secara terbuka dan dicatat dalam lampiran rapat yang dapat diakses oleh publik. Hal ini kami anggap penting agar publik luas dapat melakukan pengawasan terhadap semua proses yang berlangsung di dalam JTF.
    B. Kami memandang penting bagi JTF untuk memiliki mekanisme komplain yang dapat memfasilitasi penyampaian keluhan berdasarkan temuan lapangan oleh pemangku kepentingan yang dirugikan atas praktik yang tidak sesuai nilai dan prinsip. Mekanisme komplain ini perlu disusun secara sederhana, mudah diakses dan dapat ditindaklanjuti oleh JTF. Publik dan kelompok pemangku kepentingan yang dirugikan juga dapat memantau sejauh mana penanganan keluhan sudah dilakukan.
    C. Kami juga mengusulkan agar JTF memiliki peta jalan dan indikator yang jelas serta terukur atas program-program kerja dan agenda yang dilakukan. Dalam penyusunan peta jalan dan agenda-agenda utama, JTF perlu melakukan konsultasi publik yang tidak terbatas hanya kepada perwakilan pemangku kepentingan yang menjadi bagian di dalam gugus tugas. Bersama ini pula, Koalisi Nasional meminta kesempatan untuk berdialog tatap muka dengan pihak-pihak yang terlibat di dalam JTF untuk menyampaikan langsung hal-hal yang menjadi perhatian kami. Pertemuan tatap muka ini bernilai penting sebagai salah satu tolok ukur komitmen terhadap prinsip dan nilai yang kami sebutkan di atas.
Nama organisasi anggota koalisi penandatangan surat:
  1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
  2. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN)
  3. Coaction Indonesia (Koaksi Indonesia)
  4. Deling Kuning
  5. FIAN Indonesia
  6. Forest Watch Indonesia (FWI)
  7. Global Geografi Indonesia (GRID)
  8. Green of Borneo
  9. Independent Forest Monitoring Fund (IFM Fund)
  10. Indonesia for Global Justice (IGJ)
  11. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK)
  12. Jurnal Celebes
  13. Komunitas Masyarakat Desa – Sulawesi Tenggara (KOMNASDESA – SULTRA)
  14. Komunitas Teras
  15. Lembaga Papuana Konservasi – Manokwari, Papua Barat
  16. Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM)
  17. Link-AR Borneo
  18. PADI Indonesia
  19. Pantau Gambut
  20. Pengurus Daerah (PD) AMAN Sorong Raya
  21. Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) Sorong, Papua Barat
  22. Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (Perempuan AMAN)
  23. Perkumpulan Alam Hijau (A-HI)
  24. Perkumpulan Belantara
  25. Perkumpulan Kaoem Telapak
  26. Perkumpulan HuMa
  27. POKJA Pesisir
  28. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi
  29. Relawan Untuk Orang & Alam (ROA)
  30. Sawit Watch
  31. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS)
  32. The Institute for Ecosoc Rights
  33. Trend Asia
  34. Uno Itam
  35. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  36. WALHI Papua
  37. Yayasan Auriga Nusantara
  38. Yayasan Etnika Kosmologi Katulistiwa
  39. Yayasan FORTASBI (Forum Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia)
  40. Yayasan Kaharingan Institute
  41. Yayasan Peduli Nanggroe Atjeh (PeNA)
  42. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
  43. Yayasan Sangga Bumi Lestari (Aidenvironment Asia)
  44. Yayasan SETARA, Jamba

Untuk informasi lengkapnya dapat di download melalui tautan dibawah ini :

PERNYATAAN BERSAMA KOALISI MASYARAKAT SIPIL TERKAIT PEMBENTUKAN JOINT TASK FORCE PERATURAN KOMODITAS BEBAS DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN
Published: Oktober 16, 2023

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top