Oleh-oleh dari Ciamis

Kemarin saya ikut acara Pelatihan Rapid Land Tenure Assessment bagi Praktisi dan Staff LBH-SPP di Desa Margaharja, kec. Sukadana, Kab. Ciamis yang diselenggarakan tanggal 28-29 July 2008 lalu. Pelatihan ini di inisiasi oleh kerjasama ICRAF-HuMa-WG Tenure-LBH-SPP serta YAPEMAS dengan dukungan Partnership for Governance Reform.

Pelatihan ini berlangsung dengan semangat yang tinggi dari para peserta pelatihan yang terdiri dari OTL-OTL dari SPP yang tersebar dari 3 kabupaten. SPP sendiri terdiri dari lebih dari 100 desa yang tergabung dari 3 kabupaten yaitu Kabupaten Ciamis, Tasik, dan Garut. Berkumpul di desa Margaharja dengan fasilitas seadanya yang merupakan salah satu OTL yang ada di Kabupaten Ciamis. Di desa ini sudah berdiri satu balai pertemuan yang didirikan SPP dalam melakukan konsolidasi dengan masyarakat, dan dibalai inilah kita melakukan pelatihan. Peserta disediakan penginapan dirumah penduduk, tetapi peserta lebih memilih tidur di balai pertemuan ketimbang dirumah penduduk yang sebagian mereka beralasan tidak mau merepotkan penduduk sekitar padahal balai pertemuan tersebut adalah ruangan terbuka tanpa sekat. Bisa dibayangkan apalagi daerah Ciamis merupakan daerah dingin sedingin Siborong-borong kampung halamanku, para peserta tidak perduli dengan kondisi tersebut demi ilmu yang akan mereka peroleh dari hasil pelatihan. Salut dengan semangat dan perjuangan kawan-kawan disana. Sementara kita yang datang dari kota disediakan penginapan di rumah Pak Yana sebagai koordinasi lapangan OTL Margaharja, yah…. dipikir-pikir cukup nyamanlah tak sedingin kawan-kawan yang tidur dibalai terbuka dengan dinding yang terbuka dan angin bebas berhembus dari segala penjuru.

Bercerita dengan kawan-kawan disekretariat SPP – Tasik, ada juga hal-hal menarik yang bikin saya Salut melihat mereka. Mereka tidak dihidupi oleh Funding seperti kita yang ada disini, dalam menghidupi sekretariat mereka mendapatkan dari masyarakat yang tergabung dengan SPP. OTL-OTL sebagai dampingan mereka memberikan mereka sumbangan-sumbangan berupa SEMBAKO baik itu berupa beras, lauk-pauk, dll yang tidak berupa duit. Dari penuturan mereka yang harus turun lapangan yang jauh dari transportasi modern, kadang harus berjalan kaki berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mencapai lokasi, dan mereka tak pernah mengeluh. Kadang saya berpikir, mungkin mereka bisa makan dari hasil panen masyarakat tetapi bagai mana dengan pemenuhan pribadi mereka yang butuh hiburan dan perlengkapan pribadi lainnya. Mungkin mereka tidak terlalu memikirkan itu karena memang rata-rata mereka yang disekretariat adalah yang masih berstatus mahasiswa. Selidik punnya selidik ternyata hanya satu nama yang membuat kerisauan dan kegelisahan mereka sirna yaitu dengan menyebut nama Agustiana, ternyata tokoh yang bernama Agustiana inilah yang mereka bikin menjadi simbol dari pergerakan mereka. Salut sama Kang Agustiana….

Begitulah cerita yang kudapat dari perjalanan singkatku ke Ciamis selama 3 hari…. beralih lagi ke soal pelatihan. Pelatihan ini bertujuan untuk bagaimana masyarakat menyiapkan data-data yang diperlukan dalam mengantisipasi segala kemungkinan dalam proses advokasi baik negosisasi, mediasi maupun secara hukum (pengadilan). Ada dua sistem yang ditawarkan dalam pengumpulan data menuju advokasi yaitu RATA (Rapid Land Tenure Assessment) yang digagas oleh ICRAF dan WG Tenure dan dipresentasikan oleh bang Martua Sirait, satu lagi HuMa Win yang dipersentasikan oleh Andiko (HuMa).

RATA adalah suatu sistem pengumpulan data yang ditawarkan dalam menghadapi konflik untuk mencari penyelesaian terbaik. Sedangkan HuMa Win adalah teknik pendokumentasian dalam sistem Database yang sudah siap pakai dalam bentuk Microsoft Access dimana segala data-data yang diperlukan sudah tersimpan dengan baik dan siap diolah dalam berbagai bentuk data yang digunakan dalam penyelesaian konflik terbaik. Dalam pelatihan ini, penerapan sistem RATA digunakan dengan berbagai contoh kasus yang ada di wilayah LBH-SPP. Dari hasil simulasi ternyata masih banyak data yang belum terpenuhi untuk penyelesaian konflik, yang selanjutnya menjadi PR masing-masing OTL untuk melengkapinya. Salah satu contoh yang paling nyata dan harus dilakukan adalah Penataan Batas, hampir seluruh wilayah OTL belum melakukannya.

Oleh Berton Nababan

Tautan:
http://old.icraf.org

Thank you for your vote!
Post rating: 4.4 from 5 (according 1 vote)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top