Kenapa Perlu Tahu?

Dunia memperingati hari Hak untuk Tahu (International Right to Know Day) setiap 28 September. RTKD pertama kali dideklarasikan di Kota Sofia, Bulgaria pada 28 September 2002. Sedangkan Indonesia baru memperingatinya sejak 2010 yang di inisiasi oleh Komisi Informasi Pusat (KIP) bersama Komisi Informasi Provinsi yang telah terbentuk saat itu, dan hingga saat ini Hari Hak untuk Tahu Sedunia diperingati lebih dari 60 negara demokrasi di dunia.

picture1Nilai-nilai penting dalam memaknai RTKD adalah, pertama, akses informasi merupakan hak setiap orang. Kedua, informasi yang dirahasiakan adalah merupakan informasi yang dikecualikan. Ketiga, hak untuk tahu diaplikasikan di semua lembaga publik. Harapannya agar semua permintaan permohonan informasi menjadi cepat, sederhana, dan tanpa biaya. Para pejabat publik juga memiliki tugas untuk melayani pemohon dengan baik. Penolakan yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan Undang-undang dan telah melalui uji konsekuensi.

Rabu kemarin, KIP kembali menginisiasi kegiatan yang melibatkan beberapa Kementerian dan juga CSO di Hall Dewan Pers Nasional, Jakarta. Tujuan utamanya adalah tidak lain untuk kembali mengkampanyekan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa setiap warga Negara memiliki hak yang sama untuk meminta informasi publik kepada para pejabat publik dan telah dilindungi Undang-undang. Meskipun keterbukaan informasi publik sudah cukup lama di berlakukan di Indonesia yaitu sejak dibentuknya UU Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (UU KIP) dan resmi diberlakukan sejak 1 Mei 2010, namun nyatanya hingga saat ini masyarakat Indonesia secara luas masih belum sepenuhnya tahu dan mengerti apa itu keterbukaan informasi publik.

picture2

Hak untuk Tahu adalah hak asasi setiap warga yang telah dijamin oleh konstitusi yakni pasal 28 F UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi pejabat publik untuk memberikan informasi yang dimohonkan oleh masyarakat.

Banyak kendala yang dihadapi masyarakat untuk dapat mengakses informasi yang ada di lembaga publik. Padahal, Undang-undang keterbukaan informasi telah berlaku selama lima tahun belakangan. Hal ini dikarenakan belum semua lembaga Pemerintah, baik Kementerian maupun pejabat di pusat maupun daerah belum seluruhnya paham dan mengaplikasikan UU KIP ini. Belum lagi proses yang berlbelit-belit, menguras waktu, energi dan juga biaya menyebabkan banyak masyarakat enggan untuk melakukan permohonan informasi kepada lembaga publik.

“Masyarakat tidak boleh dibiarkan sendirian dalam proses pengawasan dan monitoring terhadap kinerja pemerintah, hal ini agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan tetap di akomodasi dan ini semua perlu adanya transparansi dan keterbukaan informasi publik”.

Ketua Perkumpulan Forest Watch Indonesia (FWI), Christian Bob Purba menerangkan dalam sambutannya dalam acara peringatan RTKD kemarin, “Masyarakat tidak boleh dibiarkan sendirian dalam proses pengawasan dan monitoring terhadap kinerja pemerintah, hal ini agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan tetap di akomodasi dan ini semua perlu adanya transparansi dan keterbukaan informasi publik”. Beliau juga menambahkan, “FWI telah mengalami dua kali sengketa di KIP terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian ATR/BPN”. Untuk sengketa dengan KLHK, FWI memerlukan waktu 24 bulan untuk sekedar mendapatkan informasi dari sengketa di KIP dan PTUN hingga akhirnya diputus terbuka dan memperoleh informasi yang dimohonkan. Sedangkan untuk sengketa dengan BPN, sudah berjalan proses sengketa selama 9 bulan di KIP dan saat ini berlanjut ke PTUN karena BPN melakukan banding setelah adanya keputusan dari KIP bahwa informasi yang dimohonkan FWI bersifat terbuka. Suatu perjuangan yang panjang dan melelahkan memang, namun hal ini tidak bisa terus dibiarkan. Masing-masing lembaga harus mau dikritik dan berbenah.

FWI dan beberapa CSO lain yang konsen terhadap masalah keterbukaan informasi siap menjadi pendobrak dalam keterbukaan informasi dan bersama-sama masyarakat akan terus berjuang dalam memperoleh haknya untuk memperoleh informasi publik demi tercapainya pembangunan Indonesia yang lebih baik.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top