SERUAN AKSI TUTUP TPL Series 1: POLEMIK DEFORESTASI PERKEBUNAN KAYU

perkebunan kayuSeruan aksi menutup perkebunan kayu PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dalam beberapa bulan kebelakang terus menggema, tidak hanya di Sumatera Utara, bahkan sampai ke Nasional. Seruan tutup TPL juga sudah mulai bermunculan dari tokoh-tokoh masyarakat. Baik itu tokoh di daerah, tokoh agama, bahkan tokoh nasional sekalipun. Untuk lebih memahami latar belakang seruan tutup TPL, mari kita simak penjelasan dibawah ini. Tentunya tulisan ini bukanlah satu-satunya alasan yang membuat masyarakat terus bergerak untuk menutup TPL.  Masih banyak alasan lain yang belum terungkap yang bisa jadi masih tersimpan di masyarakat. Khususnya masyarakat yang terdampak secara langsung.

Sejarah singkat berdirinya PT. Toba Pulp Lestari

Pada tahun 1989, Sukanto Tanoto, seorang konglomerat yang namanya masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia memulai usahanya di bidang industri pulp dan rayon di bawah nama PT Inti Indorayon Utama yang dibangun di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Sumatera Utara. Namun usaha itu tidak berjalan lancar karena adanya konflik dengan penduduk setempat yang berpendapat bahwa Indorayon banyak mencemari wilayah sekitar, melakukan deforestasi besar-besaran, dan sengketa tanah yang belum terselesaikan. Jadi sejak awalnya, pabrik pulp pertama di Indonesia ini penuh dengan sengketa.

Sejak izin awal dirilis sudah timbul sengketa tanah dengan masyarakat.  Ini belum lagi tentang kualitas udara dan air di sekitar Sungai Asahan yang tercemar drastis, yang menyebabkan penyakit kulit, bencana longsor, dan pencemaran gas klor beracun akibat ledakan boiler pubrik pulp dan rayonnya di tahun 1993.

Namun selama pemerintahan Presiden Soeharto, Indorayon bebas dari semua tuduhan. Bisa jadi karena kedekatannya dengan presiden Soeharto kala itu. Aksi unjuk rasa masyarakat yang telah dimulai sejak tahun 1986, gagal menghentikan kegiatan PT Inti Indorayon Utama. Setelah jatuhnya Soeharto pada medio 1998, tekanan publik untuk menutup perusahaan Sukanto Tanoto tersebut semakin massif. Walaupun tuntutan tersebut dibayar mahal dengan adanya aksi kekerasan dan teror oleh petugas kepolisian dan militer yang disewa oleh perusahaan.

Bentrokan antara penduduk setempat dengan staf dan anggota pasukan keamanan akhirnya tidak dapat dihindari dan mengakibatkan enam orang tewas dan ratusan luka-luka pada tahun 1999. Akibatnya Presiden Habibie menghentikan sementara aktivitas pabrik pada tanggal 19 Maret 1999.[1]

Pada saat diresmikan PT Inti Indorayon Utama (IIU) mendapatkan izin konsesi perkebunan kayu (HTI) seluas 269.060 hektare. Tidak puas dengan wilayah konsesi yang luasnya mencapai 4 kali luas Jakarta, PT IIU memperluas wilayah konsesinya seluas 86.000 hektar  pada area bekas lahan HPH dan 30.000 hektar untuk keperluan Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Dengan luasan konsesi yang sangat besar tersebut, Indorayon mampu memproduksi pulp sebanyak 240 ribu ton per tahun (sejak 1989) dan 60 ribu ton per tahun untuk rayon (sejak 1993) dengan pangsa pasar 70% international dan 30% domestik.[2]

perkebunan kayu
Area Konsesi Perkebunan Kayu PT. Toba Pulp Lestari

Penghentian aktivitas PT. IIU pada Maret tahun 1999 rupanya hanya terjadi dalam waktu yang singkat. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, jelmaan dari PT. IIU hadir kembali dengan nama PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Perubahan nama tersebut tercatat dan disetujui oleh Menteri Kehakiman RI dalam surat keputusan No. C-06519.HT.01.04.TH.2001 tanggal 31 Agustus 2001. PT Toba Pulp Lestari (TPL) mewarisi ijin konsesi Indorayon seluas 188.055 hektar (berdasarkan SK Menhut 58/2011).

Konsesi TPL terdiri dari 5 sektor yang tersebar di 12 Kabupaten. Luas konsesi perkebunan kayu TPL terbagi menjadi 5 sektor. Sektor Tele seluas 68.339 hektar di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Samosir, Sektor Aek Raja seluas 46.081 hektar di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Toba Samosir, Sektor Habinsaran seluas 24.304 hektar di Kabupaten Toba Samosir, Sektor Aek Nauli seluas 20.426 hektar di Kabupaten Simalungun, dan Sektor Padang Sidimpuan seluas 28.903 hektar di Kabupaten Padang Sidimpuan.

Komitmen PT. Toba Pulp Lestari

TPL menyatakan berkomitmen untuk pembangunan berkelanjutan yang bertanggung jawab di semua lokasi operasionalnya dengan menerapkan praktek-praktek terbaik di bidang sosial, lingkungan, dan bisnis. TPL berkomitmen untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasokan dan mendukung praktek pengelolaan hutan lestari di semua lokasi sumber kayunya. Komitmen TPL yang lain yaitu untuk menghormati hak asasi manusia dan aspek lingkungan di seluruh rantai pasokan.

Kejadian-kejadian ini meinmbulkan petanyaan besar, apakah komitmen-komitmen tersebut benar-benar dijalankan oleh TPL dalam bisnisnya?. Atau justru hanya dijadikan alat untuk meningkatkan citra perusaaan?

perkebunan kayu
Komitmen TPL dalam Perlindungan Hutan dan Realisasi Kondisi Hutan di Konsesinya

Saat pertama kali beroperasi secara komersil pada 1 April 1989, sebagai PT Inti Indorayon Utama, TPL memiliki kapasitas produksi pulp sebesar 240 ribu ton per tahun. Kapasitas produksi ini sempat melonjak pasca restrukturisasi dari PT IIU menjadi PT TPL menjadi 420 ton per tahun pulp pada 2009[3]. Namun pada tahun 2015 kapasitas terpasang pabrik TPL hanya mampu memproduksi pulp sebesar 214.500 ton per tahun.[4] Jika kapasitas produksi digunakan seluruhnya diperkirakan pabrik TPL membutuhkan pasokan bahan baku sebesar 1.008.150 meter kubik per tahun.

Dari seluruh area perkebunan kayu yang mereka miliki, TPL mampu menyuplai bahan baku untuk pabriknya sendiri sebesar 1.031.508,18 meter kubik kayu pada tahun 2015. Dengan bahan baku sebanyak itu, seharusnya nilainya sudah lebih dari cukup bahkan surplus 23.358,18 meter kubik. disisi lain, kayu-kayu tersebut dihasilkan oleh TPL hanya dengan memanfaatkan kurang dari 50% wilayah izin perkebunan kayu yang diberikan kepada mereka. Sehingga pemberian izin yang luasnya 4 kali luas Jakarta menjadi tidak sangat logis.

perkebunan kayu
Deforestasi (kiri) dan Tutupan lahan (kanan) tahun 2016 pada Area Perkebunan Kayu TPL

Analisis citra satelit tahun 2016 atas areal perkebunan kayu milik TPL memperlihatkan perusahaan memanen kayu hasil tanamnya seluas 8.557,15 hektar. Dari luasan area panen tersebut, diperkirakan ada sekitar 1.120.226 meter kubik kayu yang dihasilkan untuk menyuplay pabrik mereka. Jumlah bahan baku yang seharusnya sudah berlebih jika dibandingkan dengan kapastias produksi pabrik bubur kertasnya.

Disisi lain, pada rentang 2013-2016, hasil analisis citra memperlihatkan adanya hutan yang dibuka kembali untuk area tanam perkebunan kayu seluas hamper 5.000 hektare. Analisa tersebut juga diperkuat dengan foto-foto pembukaan hutan yang dilakukan TPL pada tahun 2016. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, untuk apalagi TPL membuka hutan?. Mengingat pasokan bahan baku untuk pabrik mereka seharusnya sudah tercukupi, bahkan dengan riap pertumbuhan kayu yang paling rendah sekalipun.

perkebunan kayu
*: Skema penggunaan tiga asumsi riap yang berbeda didasarkan pada penelitian Aswandi (2011) di PT TPL yang menyimpulkan bahwa indeks tumbuh Eucalyptus grandis Hill Ex Maiden bervariasi menurut lokasi tanamnya yaitu antara 18,99 – 35,26 m3/hektar/tahun. Riap rata-rata tahunan (MAI) sebesar 25,14 m3/hektar/tahun dan rotasi tebang optimum enam tahun dengan MAI 27,54 m3/hektar/tahun. Serta melihat capaian MAI TPL yang disebutkan dalam annual report tahun 2015 sebesar 22 m3/hektar/tahun.

Dengan luasan area tanam yang ada, kebutuhan bahan baku pabrik pulp TPL mestinya sepenuhnya terpenuhi. Namun fakta di lapangan TPL masih tetap melakukan penebangan hutan dan memperluas area tanamnya. Hal ini jelas melanggar komitmen yang mereka buat sendiri.

Salah satu gambar di bawah juga memperlihatkan pohon kemenyan yang ditebang oleh TPL. Bahkan batang pohon tersebut dilepas kulitnya, proses yang serupa jika TPL memanen tanaman eucalyptus mereka. Hal ini memunculkan dugaan mereka masih menggunakan kayu-kayu dari hutan (bukan dari area perkebunan kayu) untuk bahan baku pabriknya.

perkebunan kayu
Penebangan hutan dan penimbunan sungai yang dilakukan oleh TPL pada tahun 2016

Rangkaian fakta ini memperlihatkan bahwa TPL telah melanggar komitmen kelestarian yang dinyatakan pada bulan Desember 2015. Dalam kebijakan tersebut TPL berkomitmen untuk menghilangkan deforestasi di semua rantai pasokan mereka. Pelanggaran juga terjadi terhadap komitmen perlindungan dan konservasi hutan TPL, dimana atas inisatifnya sendiri TPL menjalankan moratorium sejak tanggal  30 Juni 2014.

[1] https://tobapulp.wordpress.com/adikarya-tpl/kronologi-kemelut-toba-pulp-lestari-indorayon/

[2] https://en.wikipedia.org/wiki/PT_Inti_Indorayon_Utama

[3] Direktori APKI, 2009. Production grade Toba Pulp Lestari 420 ribu ton Dissolving Pulp Hal-124.

[4] Kapasitas terpasang TPL yang tercantum dalam RPBBI 2015

Penulis: Mufti Bari, Manager Kampanye dan Advokasi Kebijakan FWI. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top