Deforestasi di Indonesia: “Alarm” Pengelolaan Hutan Yang tidak Lagi Terdengar

Jakarta, 30 September 2019. Kata Deforestasi sudah tidak lagi menjadi “tabu” dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Pengkerdilan terhadap makna deforestasi kerap dilakukan demi kepentingan yang mengatasnamakan “pembangunan”. Hilangnya hutan di suatu wilayah terbukti berdampak besar terhadap kelangsungan hidup masyarakat, khususnya masyarakat yang bermukim di dalam ataupun di sekitar hutan. Namun Negara kerap abai dan menutup-nutupi buruknya tata kelola hutan yang terjadi saat ini. Beberapa contoh kasus seperti kebakaran hutan dan lahan yang terkesan “mengkambing hitamkan” kondisi cuaca dan masyarakat kecil. Di sisi lain Pemerintah juga gencar mengkampanyekan dan mempromosikan produk kelapa sawit, yang sebagian besarnya merupakan hasil dari pembukaan lahan dengan membakar hutan. Dua hal yang bertolak belakang yang dilakukan oleh Negara.

Luas hutan alam di Indonesia terus berkurang setiap tahunnya. Selama periode tahun 2013 sampai 2017, hutan alam di Indonesia telah berkurang seluas 5,7 juta hektare, dari sebelumnya seluas 88,5 juta hektare (pada hutan 2013) menjadi 82,8 juta hektare (pada tahun 2017). Jika dirata-ratakan, setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan alam seluas 1,4 juta hektare, atau setara dengan lebih dari 4 kali luas lapangan sepak bola setiap menitnya.

Dari total luas hutan alam yang hilang (deforestasi) selama antara tahun 2013 dan 2017 di Indonesia, Kalimantan merupakan region yang terdeforestasi paling luas dengan nilai mencapai lebih dari 2 juta hektare. “Dengan laju deforestasi tertinggi, region Kalimantan bukanlah paru-paru dunia lagi”. Tegas Mufti Barri, Manager Kampanye dan Advokasi FWI.

“Ketidakadilan dibalik deforestasi semakin nampak”. Hutan hanya dilihat sebagai sumber ekonomi, bukan sebagai sumber kehidupan. Paradigma ini yang terus berkembang sejak jaman penjajahan hingga saat ini. Argumentasi-argumentasi yang mengatasnamakan pembangunan selalu bermunculan dan mengalahkan hakikat dari fungsi hutan itu sendiri. Dampaknya seperti konflik, bencana alam, dan penurunan kualitas lingkungan yang semakin menjadi-jadi diiringi dengan hutan alam yang terus tergerus”. Tambah Mufti Barri, dalam siaran persnya.

Deforestasi tak berhenti di tengah sikap ketertutupan informasi pengelolaan sumber daya hutan. Belum transparannya pengelolaan hutan dan lahan masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Contoh kasus ialah sengketa informasi antara masyarakat sipil dengan kementerian ATR/BPN tentang dokumen HGU. Sampai dengan tahun 2019 FWI mencatat ada 11 kasus sengketa yang melibatkan Kementerian ATR/BPN, baik di nasional maupun di daerah. Walaupun Mahkamah Agung telah memutuskan HGU merupakan informasi terbuka, akan tetapi Kementerian ATR/BPN tidak juga membuka informasi tersebut ke publik.

Pengkampanye FWI, Agung Ady menambahkan “Pemerintah dengan berbagai macam instansinya telah mengeluarkan statement bahwa HGU merupakan dokumen yang dikecualikan/tertutup. Klaim sebagai negara hukum telah dinodai oleh Pemerintah itu sendiri. Masyarakat diminta untuk mematuhi hukum yang ada, namun belajar dari kasus sengketa informasi HGU ini, semua proses hukum telah dilalui bahkan sampai ke Mahkamah Agung. Namun putusan MA tersebut diacuhkan dan justru membuat argumentasi bahwa HGU merupakan informasi yang dikecualikan, padahal hasil uji konsekuensi yang telah dilakukan Kementerian ATR/BPN telah dibatalkan oleh KIP di persidangan”.

Kami juga mengadukan Kementerian ATR/BPN ke Ombudsman RI atas ketidakpatuhan Kementerian ATR/BPN dalam penyelenggaraan pelayanan informasi publik sejak 22 Agustus 2018. “Hasil temuan Ombudsman RI mengungkapkan bahwa memang ada maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dan meminta agar Menteri ATR/BPN segera melaksanakan tindakan korektif berupa penyusunan mekanisme pemberian informasi HGU ke FWI maupun ke publik secara luas, namun hingga hari ini rekomendasi tersebut tidak juga dijalankan oleh Menteri Sofyan Djlalil”, tutup Agung.

*************************************************************************************

Catatan Editor:

  1. FWI merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan.
  2. Luas Hutan Alam tahun 2017 secara urut berdasarkan Region: 1) Papua 33,1 juta hektare (81% luas daratan); 2) Kalimatan 24,8 juta hektare (47% luas daratan); 3) Sumatera 10,4 juta hektare (22% luas daratan); 4) Sulawesi 8,1 juta hektare (44% luas daratan); 5) Maluku 4,5 juta hektare (57% luas daratan); 6) Jawa 905 ribu hektare (6% luas daratan); 7) Bali Nusa 877 ribu hektare (12% luas daratan).
  3. Berikut luas deforestasi tahun 2013-2017 secara urut per Region Wilayah: 1) Kalimantan 2,05 juta hektare; 2) Sumatera 972 ribu hektare; 3) Sulawesi 949 ribu hektare; 4) Papua 692 ribu hektare; 5) Maluku 543 ribu hektare; 6) Bali Nusa 384 ribu hektare; 7) Jawa 130 ribu hektare.
  4. Komisi Informasi Pusat (KIP) mengeluarkan putusan nomor: 057/XII/KIP-PS/201 tertanggal 22 Juli 2106 yang memutuskan bahwa dokumen HGU merupakan informasi publik yang masuk dalam kategori informasi tersedia setiap saat; dan menyatakan bahwa rincian informasi dalam dokumen HGU, berupa: 1) Nama pemegang HGU, 2) Tempat/lokasi, 3) Luas areal HGU yang diberikan, 4) Jenis komoditi, dan 5) Peta areal HGU yang dilengkapi titik koordinat, merupakan informasi terbuka untuk publik. [https://fwi.or.id/publikasi/putusan-sengketa-informasi-antara-fwi-dg-kementerian-atruangbpn/]
  5. Pengadilan Tata Usaha Negara telah mengeluarkan Putusan Nomor 2/G/KI/2016/PTUNJKT, tanggal 14 Desember 2016 dengan keputusan menguatkan amar putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menyatakan dokumen HGU Perkebunan Kelapa Sawit sebagai informasi terbuka. [https://fwi.or.id/publikasi/putusan-ptun-atas-sengketa-informasi-antara-fwi-dg-kementerian-atruangbpn/]
  6. Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 121 K/TUN/2017 Tahun 2017
    KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL VS FOREST WATCH INDONESIA (FWI) dengan amar putusan menolak kasasi yang diajukan Kementerian ATR/BPN. Putusan ini semakin memperkuat kenyataan bahwa dokumen HGU Perkebunan Kelapa Sawit adalah dokumen publik yang dapat diakses oleh publik!. [https://fwi.or.id/publikasi/putusan-mahkamah-agung-republik-indonesia/]

Nara Hubung :

  1. Soelthon G Nanggara: Direktur Eksekutif FWI, 085649638037, sulton@fwi.or.id
  2. Mufti Barri: Manager Kampanye dan Advokasi Kebijakan FWI, 082110677935, muftiode@fwi.or.id
  3. Agung Ady Setiyawan: Pengkampanye FWI, 0857 8351 7913, agung_ady@fwi.or.id
Thank you for your vote!
Post rating: -3.3 from 5 (according 1 vote)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top