Pemerintah Umumkan Ibu Kota Baru: TERGESA-GESA dan TERTUTUP

Bogor, 29 Agustus 2019. Wilayah Ibu kota baru Indonesia sudah diumumkan, namun masyarakat Indonesia masih mempertanyakan dimana publikasi kajian-kajian yang mendasari argumen pemindahan tersebut. Kalimantan Timur akan menjadi lokasi ibu kota baru, dengan rencana lokasi ibu kota sebagian besar berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Selain informasi lokasi dan luasan ibu kota baru seluas 180 ribu hektare dengan 40 ribu hektare sebagai kawasan induk, Pemerintah menutup seluruh informasi terkait pemindahan ibu kota.

Kalimantan Timur merupakan Provinsi di Indonesia yang wilayahnya paling “Sengkarut”. Sampai dengan tahun 2017, 69% daratan di Kalimantan Timur telah dikuasai oleh izin-izin investasi rakus ruang seperti pertambangan, HPH, HTI, dan Perkebunan Kelapa Sawit. Izin terbesar ialah HPH dengan luas mencapai 1,9 juta hektare, disusul  Tambang seluas 1,30 juta hektare, Kebun seluas 1,20 juta hektare, dan HTI seluas 590 ribu hektare. Bahkan, sisanya ada  3,6 juta hektare wilayah yang berizin tersebut terjadi tumpang tindih pemberian izin.

Pengumuman pemindahan ibu kota terkesan tergesa-gesa, Argumentasi-argumentasi pemilihan lokasi ibu kota baru yang terdengar sampai saat ini hanya sebatas pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut belum terlihat dalam bentuk satu kajian yang komprehensif dan multidisiplin keilmuan. Jika pun sudah ada, dokumen tersebut seharusnya dibuka ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan negara. “Ketertutupan ini menimbulkan pertanyaan apakah Ibu Kota baru akan mengikuti kondisi lingkungan yang ada, atau justru sebaliknya kondisi lingkunganlah yang akan berubah mengikuti kondisi Ibu Kota baru. Kajian-kajian seperti ini seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum ditetapkan, bukan ditetapkan dulu baru ada kajian. Bahkan, terkesan pemerintah sedang bermain “tebak-tebakan” dengan masyarakat terkait lokasi ibu kota baru tanpa ada basis keilmuan” tukas Mufti Barri, Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan Forest Watch Indonesia (FWI).

Konsep forest city yang diusung oleh Pemerintah mungkin berdasar pengetahuan umum bahwa Kalimantan masih memiliki potensi tutupan hutan yang sangat luas. Padahal berdasarkan kajian Forest Watch Indonesia (FWI) tahun 2017, tutupan hutan di dua kabupaten tersebut tinggal 824 ribu hektare, atau 29 persen dari luas daratannya yang seluas 2,83 juta hektare. Berdasarkan UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, nilai 29 persen sudah di bawah batas minimal dari hutan yang wajib ada di satu wilayah, yang seharusnya 30 persen. Pemindahan ibu kota baru dimungkinkan untuk memicu pembangunan yang bisa makin mengurangi keberadaan hutan dan pasti berdampak pada keseluruhan wilayah tersebut.

Agung Ady, pengkampanye Forest Watch Indonesia juga mempertanyakan hal lain, “Apakah pemerintah tidak melihat kondisi lokasi ibu kota terpilih dan sekitarnya? Pada tahun 2019 saja, luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Timur mencapai 4.430 hektare, dan bahkan menjadi provinsi kedua dengan kebakaran terluas di Pulau Kalimantan. Meskipun pada periode yang sama, pada dua kabupaten yang menjadi lokasi ibu kota baru hanya ada 8 titik kebakaran. Lalu bagaimana dengan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan? Apakah tidak diperhitungkan dampak psikologis dan pengaruhnya bagi aktivitas di ibu kota baru?”

Ketertutupan informasi atas kepastian lokasi ibu kota baru Indonesia oleh Pemerintah, menimbulkan banyak spekulasi yang berkembang di masyarakat. FWI mencoba menganalisis dan memberikan prediksi lokasi ibu kota baru berdasarkan pernyataan-pernyataan Pemerintah yang dirilis oleh media. Prediksi FWI atas rencana 180 ribu hektare untuk ibu kota baru, akan melingkupi sebagian wilayah Kabupaten Penajam paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, termasuk Tahura Bukit Soeharto.

Lokasi areal prediksi ibu kota, dari hasil analisis spasial yang dilakukan oleh FWI, memiliki tutupan hutan alam seluas 1.370 hektare atau sekitar 1% dari luas total areal. Status kawasan di wilayah tersebut juga menunjukan hampir tidak ada areal yang tidak berizin. Wilayah di sekitar Tahura Bukit Soeharto sudah padat dengan izin tambang, perkebunan kelapa sawit, HPH, dan HTI. Ada sekitar 92 izin yang terdiri dari 1 izin HPH, 2 izin HTI, 12 IUP perkebunan, dan 77 IUP pertambangan.

 Peta Situasi Prediksi Lokasi Ibu Kota Baru

Masifnya izin-izin konsesi industri ekstraktif di wilayah tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan mekanisme tukar guling yang mungkin akan terjadi untuk lahan-lahan yang sudah berizin. Ketertutupan pemerintah terhadap informasi menimbulkan potensi tidak clean and clear-nya mekanisme tukar guling lahan dan juga dampaknya terhadap keuangan Negara.

“Hal lain yang tak kalah penting dan seharusnya menjadi pertimbangan oleh Pemerintah adalah keberadaan masyarakat adat dan lokal yang sudah lama bermukim di sana. Berdasarkan data BPS, ada 769.337 jiwa yang bermukim di Kukar, sedangkan di PPU ada 159.386 jiwa.[1] Bagaimana nasib masyarakat terdampak kedepannya?” Dengan banyaknya pertanyaan yang timbul atas kebijakan pemindahan ibu kota ini, Pemerintah seharusnya membuka kajian kajian yang telah dilakukan berikut dengan proyeksi dampak positif dan negatif terhadap kondisi ekonomi, sosial dan budaya yang bakal terjadi. “Ibu kota adalah milik seluruh rakyat Indonesia, Pemerintah seharusnya terbuka atas putusan pemindahan ibu kota tercinta ini!” tutup Mufti.

Catatan Editor

  • Forest Watch Indonesia (FWI) merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. Organisasi ini berbasis di Bogor. Informasi lebih jauh mengenai organisasi ini dapat dijumpai pada website https://fwi.or.id.
  • Peruntukan Kawasan Hutan di dua kabupaten :
    • APL seluas 1,1 juta hektare
    • Hutan Produksi seluas 855 ribu hektare
    • Hutan Lindung seluas 209 ribu hektare
    • Hutan Produksi Terbatas seluas 518 ribu hektare
    • Hutan Produksi Konversi seluas 23 ribu hektare
    • Cagar Alam seluas 18.894 hektare
    • Bukit Soeharto seluas 64.788 hektare
  • Prediksi lokasi ibu kota baru dilakukan dengan memasukkan lima argumentasi pemerintah, yaitu aman dari bencana, lokasi strategis di tengah-tengah Indonesia, dekat dengan kota berkembang yaitu Samarinda dan Balikpapan, infrastruktur yang sudah terbangun, dan ada 180 ribu hektare lahan yang sudah dimiliki pemerintah. Ditambah konsep forest city dan menyesuaikan pernyataan Kepala Bappenas di berbagai media yang menyatakan lokasi ibu kota akan berada di sekitar Tahura Bukit Soeharto.

Mekanisme tukar guling/Tukar menukar adalah adalah pengalihan kepemilikan lahan milik swasta oleh pemerintah dengan menerima penggantian dalam bentuk lahan di tempat lain dengan luas lahan yang seimbang atau nilai ganti rugi yang seimbang.

[1] Kalimantan Dalam Angka 2019, BPS

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top