Dalam 3 waktu yang berbeda, BIJAK dan FWI bersama-sama berkesempatan untuk menggali informasi dan praktek-praktek pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di 3 lokasi. Lokasi pertama adalah Taman Kehati Hutan Pelawan, Bangka Tengah, Bangka Belitung yang dilakukan pada tanggal 8 – 12 April 2019. Lokasi kedua adalah Koridor Hidupan Liar Orangutan Sungai Putri – Gunung Tarak – Gunung Palung, Ketapang, Kalimantan Barat yang dilakukan pada tanggal 19 – 23 Agustus 2019. Dan lokasi ketiga adalah Kawasan Mangrove Teluk Pangpang, Banyuwangi pada tanggal 2 – 6 September 2019
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kebijakan KEE dalam rangka mengurangi kesenjangan kawasan yang masih memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan belum terlindungi sebagai kawasan konservasi. KEE merupakan suatu ekosistem, kawasan atau wilayah sebagai bagian dari sistem penyangga kehidupan yang memiliki keunikan dan atau fungsi penting dari habitat atau jenis. Tipe KEE yang saat ini telah ditetapkan oleh Pemerintah adalah KEE untuk kawasan mangrove, karst, gambut, koridor satwa liar, taman keanekaragaman hayati dan areal bernilai konservasi tinggi. Terkait hal ini, Pemerintah memiliki target sekitar 32,48 juta hektar menjadi kawasan perlindungan terestrial pada 2020.
Perkembangan KEE hingga September 2019, telah terbentuk 50 KEE di Indonesia dengan total luasan ±975.200 Ha. Hal ini tentu merupakan suatu capaian yang luar biasa. Dalam rangka akselerasi pemenuhan target nasional, tentu perlu digali lebih mendalam dari setiap cerita kesuksesan penetapan dan pengelolaan KEE. Hal ini dapat dilihat dari cerita awal inisiasi pembentukannya, keterlibatan para pihak serta dukungan-dukungan yang dibutuhkan, mekanisme pengelolaan dan juga mekanisme evaluasi dan monitoring yang dilakukan oleh kelembagaan KEE atas pengelolaan yang dilakukan, dan lain sebagainya. Dan cerita dibalik kesuksesan tersebut yang kemudian bisa menjadi pembelajaran bagi para pihak yang akan menginisiasi atau sedang mengelola wilayah KEE.
Tim melakukan wawancara mendalam dengan narasumber untuk mendapatkan informasi mengenai profil lokasi, sejarah penetapan (inisiasi pembentukan, deliniasi batas kawasan, identifikasi dan inventarisasi potensi), pengelolaan kawasan dan monitoring evaluasi. Narasumber yang diwawancara merupakan aktor penting dalam proses penetapan dan pengelolaan KEE di masing-masing lokasi, baik dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, NGO, Akademisi, Tokoh Masyarakat, maupun masyarakat yang tinggal disekitar kawasan.
Hasil interview dengan para pihak tersebut kemudian dituliskan secara deskriptif dengan didukung data-data sekunder yang bisa diperoleh. Dan kemudian diolah menjadi sebuah briefing paper yang berisi tentang hal-hal penting di masing-masing lokasi. Briefing paper ini yang kemudian menjadi sebuah dokumen pembelajaran yang dapat menginspirasi para pihak yang akan menginisiasi atau sedang mengelola wilayah KEE.
Beberapa hal penting yang dapat menjadi inspirasi bagi para pihak dari KEE Taman Keanekaragaman hayati Hutan Pelawan, yaitu; Pembentukan KEE Taman Kehati Hutan Pelawan dimulai dari inisiasi masyarakat Desa Namang untuk melindungi hutan di Desa Namang dari aktivitas penebangan dan penambangan timah; Pemerintah Daerah Bangka Tengah mendukung penuh pengelolaan KEE Kehati Hutan Pelawan salah satunya dengan mengeluarkan SK kolaboratif dengan melibatkan beberapa OPD pada tahun 2016; Masyarakat setempat masih dapat mengelola potensi sumber daya alam di KEE Taman Kehati Hutan Pelawan seperti pohon Pelawan Merah (Tristaniopsis merguensis (Griff.), Jamur Pelawan (Heimioporus sp.) dan Madu Pelawan lebah Apis dorsata (lebah madu)
Beberapa hal penting yang dapat menjadi inspirasi bagi para pihak dari KEE Lahan Basah Teluk Pangpang, yaitu; merupakan salah satu contoh pembentukan KEE up to down, diinisiasi oleh Pemerintah namun tetap melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Pembentukan KEE Lahan Basah Teluk Pangpang tidak terlepas dari adanya program Pengelolaan Ekosistem Esensial yang dilaksanakan oleh Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan pada tahun 2011. Yang kemudian BKSDA Jawa Timur (sebagai UPT Ditjen PHKA) memulai proses pembentukan KEE Teluk Pangpang dengan melibatkan berbagai pihak; Keterlibatan dan keberterimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Desa dalam Forum Pengelola Kolaboratif KEE; dan pengelolaan potensi kawasan dan jasa lingkungan dengan partisipasi aktif masyarakat seperti budidaya kepiting bakau, pengolahan hasil hutan bukan kayu dari mangrove (keripik mangrove, sirup mangrove, teh mangrove), dan ekowisata.
Beberapa hal penting yang dapat menjadi inspirasi bagi para pihak dari KEE Koridor Hidupan Liar Orangutan Sungai Putri-Gunung Tarak-Gunung Palung, Ketapang, Kalimantan Barat, yaitu; Kebijakan KEE digunakan oleh para pihak yang terdiri dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Bappeda Kabupaten Ketapang, serta Perusahaan Perkebunan (PT Kayung Agro Lestari & PT Bumitama Gunajaya Agro) sebagai upaya perlindungan terhadap habitat Orangutan; Sinergitas para pihak dalam berbagi peran dan tugas kewenangan dalam pengelolaan KEE Koridor Hidupan Liar Orangutan meskipun masih tertuang dalam renaksi dan belum memiliki payung hukum yang melandasi; KEE Sungai Putri-Gunung Tarak-Gunung Palung, merupakan kawasan HCV dari private sektor yang diajukan secara voluntary sebagai KEE; Potensi kawasan dan Jasa Lingkungan: Orangutan (Pongo pygmaeus), wisata alam air terjun; Pelibatan masyarakat sebagai pengawasan hutan, yang berdampak pada berkurangnya jumlah pembalakan di KEE Sungai Putri-Gunung Tarak-Gunung Palung. (ed: Tim KEE FWI)
2 Comments
Agus Purwanto
Artikel yang bagus sekali. Teman-teman FWI apakah kami bisa dapatkan laporan studinya di 3 KEE tersebut? Jika berkenan, bolehlah kami dikirimi ke aa.guzh@gmail.com.
Terima kasih
Agus (085296630671)
Pay Pardi
Untuk memperoleh data tersebut, bisa melakukan permohonan data/laporan studi ke email fwibogor@fwi.or.id