Seimbangkan Ekosistem Lestarikan Alam Rakyat Sejahtera (SELARAS)
Seimbangkan Ekosistem Lestarikan Alam Rakyat Sejahtera (SELARAS) adalah program yang diusung untuk mempromosikan praktek-praktek baik yang dilakukan oleh kelompok masyarakat/masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan lahan. SELARAS memilih lokasi-lokasi dimana masyarakat memiliki ketergantungan terhadap keberadaan sumber daya hutan Indonesia. Tata kelola hutan harus bisa menjamin sumber daya hutan memberikan akses dan hak bagi masyarakat/masyarakat adat. Memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi masyarakat/masyarakat adat untuk mendapatkan nilai manfaat dari keberadaan sumber daya hutan.
Pada tahun 2022, SELARAS akan berkontribusi pada sasaran Program Dana TERRA – Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk penurunan deforestasi, peningkatan produktivitas lahan dan perekonomian masyarakat serta perluasan jaringan pasar untuk produk-produk hasil hutan dengan cara memperkuat kelembagaan Kelompok Tani Hutan (KTH), membuka akses untuk program-program pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah, adopsi praktik agroekologi dan agroforestri oleh Kelompok Tani Hutan dan digital marketing. Dalam pelaksanaan program ini akan melibatkan mitra lokal yaitu Absolute Indonesia, salah satu mitra FWI yang sudah berpengalaman melakukan pendampingan di lokasi program. Program ini menyasar 6 Kelompok Tani Hutan di Desa Cipeuteuy dan Desa Mekarjaya, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Dalam upaya pencapaian tujuan, program ini menggunakan pendekatan peningkatan kapasitas masyarakat pada 3 aspek utama yaitu kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha.
Desa Cipeuteuy dan Desa Mekarjaya, merupakan dua desa yang berdampingan dengan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Masyarakat di desa ini memiliki ketergantungan penghidupan yang cukup tinggi terhadap pemanfaatan lahan di dalam kawasan TNGHS karena mereka tidak memiliki lahan garapan pribadi dan mata pencaharian lain yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Mekarjaya mayoritas adalah petani, melalui pemanfaatan lahan di zona rehabilitasi TNGHS sebagai lahan pertanian dengan komoditas utama sayuran.
Dalam konteks sejarah lahan, areal yang digarap oleh masyarakat di dua desa ini sebelumnya merupakan wilayah hutan lindung dan produksi milik Perum Perhutani. Kegiatan pertanian di wilayah ini dilakukan dengan cara tumpang sari melalui skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Namun sejak terbitnya SK Menteri Kehutanan No 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), yang semula 40.000 ha menjadi 113.359 ha, berimplikasi pada wilayah PHBM sehingga terjadi penurunan akses masyarakat dan peningkatan konflik. Dan semenjak diterbitkannya peraturan tentang Kemitraan Konservasi menjadi momentum resolusi konflik antara masyarakat dan BTNGHS serta membuka peluang masyarakat untuk mengakses kembali lahan garapannya menjadi terbuka. Saat ini melalui PKS antara Absolute Indonesia dengan BTNGHS, telah terbentuk 14 KTH di dua kecamatan yaitu Kabandungan dan Kalapanunggal dengan luas kelola sekitar 800 hektare atau baru 48 persen dari total 1.801,95 hektare keseluruhan wilayah PKS. 14 KTH tersebut telah menyerahkan proposal PKS pada tahun 2021 dan sedang menunggu persetujuan dari Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pengelolaan wilayah konservasi melalui pelibatan masyarakat merupakan kunci keberhasilan bagi masa depan konservasi. Kebijakan Pemerintah melalui Kemitraan Konservasi telah membuka peluang masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan konservasi. Kemitraan Konservasi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan antara fungsi ekologis, fungsi ekonomi dan fungsi sosial.
Dengan demikian, konsep pengelolaannya dilakukan sesuai dengan nilai lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya alam dan hutan yang dapat menjamin keberlanjutan sumber penghidupan masyarakat.
Program ini menyasar 6 KTH di dua desa dengan jumlah anggota sekitar 480 orang dengan luas sekitar 300 hektare. Berdasarkan data yang dikonfirmasi oleh BTNGHS dengan KTH, tingkat pendapatan dari pengelolaan lahan di wilayah KTH rata-rata sebesar 12 juta rupiah/ha/tahun dengan luas lahan yang dikelola setiap anggota kelompok tani rata-rata seluas 0,6 hektare. Rendahnya tingkat pendapatan dan produktivitas lahan tersebut dipengaruhi oleh pola pengelolaan lahan pertanian yang masih konvensional, sarana produksi, pengolahan pasca panen dan produk turunannya, serta jaringan pasar yang didominasi oleh tengkulak. Hal ini juga
dipengaruhi oleh minimnya akses terhadap program-program pelatihan teknis dan permodalan dari Pemerintah Daerah.
Wilayah 6 KTH di dua desa merupakan bagian dari wilayah TN dengan alokasi ruang sebagai zona rehabilitasi dan pemanfaatan. Kondisi penutupan lahan di wilayah ini berdasarkan hasil analisis FWI menggunakan citra gabungan antara citra Sentinel 2A resolusi 10 meter dan Planet dengan resolusi 5 meter pada tahun 2021 menunjukkan bahwa Wilayah 6 KTH di Desa Mekarjaya dan Cipeuteuy didominasi oleh lahan pertanian 154,45 hektare (50,92%), semak belukar 87,23 hektare (28,76%), hutan alam 59,14 hektare (19,5%), lahan terbangun 0,36 hektare (0,12%), lahan terbuka 0,14 hektare (0,04%) dan tidak ada data 2 hektare (0,66%). dari hasil analisis perubahan lahan pada periode 2015-2021, FWI juga menemukan adanya deforestasi dari hutan alam menjadi lahan pertanian dan semak belukar dengan luas sekitar 14,96 hektare. Secara agregat deforestasi ini tidak terlihat karena di lokasi yang lain terjadi penambahan luas hutan alam seluas 34,81 hektare.
Dengan permasalahan tersebut, program ini bertujuan untuk menurunkan tingkat deforestasi, meningkatkan produktivitas lahan dan perekonomian masyarakat serta perluasan jaringan pemasaran produk hasil hutan ini. Tujuan ini secara garis besar akan dicapai melalui tiga pendekatan yaitu:
Pendekatan pertama yaitu peningkatan kapasitas kelola kelembagaan diharapkan Kelompok Tani memiliki pengaturan yang kuat dalam hal pengelolaan wilayah kemitraan konservasi dan jejaring yang kuat dengan Pemerintah Kabupaten, Desa, Pihak Taman Nasional dan juga perusahaan sehingga KTH dapat memiliki akses terhadap program-program pemerintah maupun dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan terkait peningkatan kapasitas teknis dan juga permodalan. Khususnya 3 KTH yang berada di Desa Cipeuteuy, juga akan didampingi untuk menyusun dan mempersiapkan persyaratan yang dibutuhkan untuk pengajuan Kemitraan Konservasi.
Pendekatan kedua yaitu peningkatan kapasitas kelola kawasan, KTH bisa mendapatkan pelatihan teknis dalam hal budidaya tanaman sesuai dengan konsep agroekologi dan agroforestri yang baik serta fasilitasi petani dengan bibit-bibit tanaman yang berkualitas agar produktivitas lahan dapat meningkat. Pemilihan jenis tanaman juga disesuaikan preferensi dari KTH dan jenis-jenis yang diperbolehkan oleh pihak TNGHS. Sehingga selain dapat meningkatkan produktivitas lahan juga dapat meningkatkan kualitas penutupan lahan. Berdasarkan Rencana Kerja Tahunan Absolute Indonesia yang telah disahkan oleh Pihak TNGHS, direncanakan penambahan jumlah bibit tanaman kopi dan pala dengan total sekitar 15 ribu bibit tanaman untuk pengayaan lahan serta pengadaan sekitar 20 stup madu.
Pendekatan ketiga yaitu peningkatan kapasitas kelola usaha, KTH bisa memiliki kapasitas dan sarana memadai untuk pengolahan pasca panen sehingga dapat meningkatkan nilai komoditas yang diproduksi, serta memperluas jaringan pemasaran. Kapasitas untuk pengolahan pasca panen yang akan ditingkatkan meliputi pengembangan rencana bisnis, pelatihan pengolahan gula semut, pengolahan kopi, sampai pengemasan. Sedangkan untuk perluasan jaringan pasar dilakukan dengan memperkuat promosi di marketplace dan menginisiasi jaringan pasar baru untuk komoditas sayuran. Dari kegiatan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan nilai pendapatan masyarakat.
Selengkapnya dapat dilihat melalui lampiran dibawah ini: