Kerusakan hutan akan memperparah lenyapnya sumberdaya yang sangat berharga. Tidak hanya berupa kayu tetapi juga produk hutan lainnya tak ternilai besarnya. Jika hutan semakin berkurang maka tidak ada lagi serapan air dan selanjutnya mengakibatkan pengikisan sumber air tanah, longsor dan banjir.
Himbauan Pemerintah untuk menyelamatkan hutan ternyata juga terkesan tidak serius. Di satu sisi ada himbauan, namun di sisi lain Pemerintah mengeluarkan kebijakan dan aturan yang bertentangan. Salah satu contohnya adalah adanya Peraturan Pemerintah No 2/2008 yang mengizinkan pembukaan hutan lindung untuk kegiatan tambang, energi, infrastruktur telekomunikasi, dan jalan tol. Hal ini berarti siapa pun boleh membuka hutan lindung untuk kepentingan-kepentingan tersebut. Sementara itu dalam Undang-Undang Kehutanan No 41/1999 secara ketat mengatur kelestarian pada hutan lindung. Ironis memang, hutan lindung yang seharusnya dilindungi secara bijak, malah tergerus secara perlahan oleh ketidak-konsistenan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah sendiri.
Saat ini di kota Rio de Jainero, Brazil sedang berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Pemerintah serta perwakilan NGO maupun kalangan swasta dari seluruh dunia berkumpul dan mendiskusikan inisiatif-inisiatif penting yang ditujukan untuk sebuah tujuan bersama yang disebut dengan “The Future We Want“. Pembangunan berkelanjutan yang dibahas dalam KTT tersebut memiliki 3 pilar utama yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan. Bagi negara berkembang yang memiliki hutan-hutan yang luas seperti Indonesia, maka makna perlindungan lingkungan harusnya dipahami juga sebagai upaya perlindungan hutan. Dengan demikian tujuan pembangunan ekonomi dan sosial pun dapat dicapai. Jika kawasan hutan lindung dan hutan konservasi di negara kita masih belum mampu terlindungi, maka harapan masa depan yang didengungkan melalui KTT Rio+20 pun akan sulit dicapai. Karena bisa saja hutan kita makin berkurang hanya karena alasan pembangunan ekonomi negara. Seharusnya pemerintah dunia mengedepankan kepentingan bersama guna mencapai hasil yang nyata demi tercapainya ”The Future We Want” dengan tidak mengorbankan hutan demi pembangunan ekonomi semata.