Banjir di Cicurug, Sukabumi, Jabar

Banjir, Wajah Awal Tahun 2021

Bencana banjir menjadi penghias wajah Indonesia di awal tahun 2021. Salah satu yang paling ramai diperbincangkan ialah Banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan pada bulan Januari 2021. Simpang siur penyebab…

Papua

Buku Potret Keadaan Hutan Papua

Rp200.000,00 Rp150.000,00

Bermula dari kesadaran bersama untuk melakukan “pertobatan bersama”, kami melakukan penelitian ini. Perspektif sosial-ekonomi dan agraria ada batasnya, begitupun perspektif spasial dan investigasi. Meski keduanya punya keunggulan masing-masing. Lalu, pegiat Forest Watch Indonesia (FWI) mengajak pegiat Sajogyo Institute berkolaborasi dalam aksi bersama, ‘keroyokan’ berbuat nyata
untuk orang Papua dan Alamnya. Sederhana argumennya, tetapi mendasar, di tanah Papua hutan alam terakhir di Nusantara. Ekspansi kapital besar di sektor perkebunan (sawit), pertambangan, kehutanan, perikanan dan kelautan serempak berpindah dari Pulau Kalimantan dan Sumatera ke Tanah Papua. Mencipta beragam krisis sosial-ekologis akut dan masif secara multidimensi kehidupan orang Papua. Disusul dengan peningkatan angka deforestasi, kriminalisasi, eksklusi, marjinalisasi, pelanggaran HAM, dan ragam kerusakan ekologis yang semakin menonjol dari tanah Papua.

Dalam rentang diskusi berikutnya, ada batas lain yang disadari bersama; sulit membatasi ruag lingkup studi semata Papua dan Papua Barat. Sebab, daya rusak yang sampai ke wilayah kepulauan Papua meliputi darat, laut, gunung, lembah, bukit, savana dst, maka muncullah pengembangan ruang lingkup menjadi “Bio Region Papua”. Kepulauan Aru dengan seluruh keragaman sosial-ekologisnya masuk menjadi bagian wilayah studi. Bukan semata kesadaran luasan daya rusak dari ekspansi kapital dan industri ekstraktif yang jadi pertimbangan memilih Bio Region Papua, tetapi juga kesadaran metodologis, bahwa cara melihat krisis sosial ekologis berbasis “administrasi” di daerah semakin tak mencukupi. Sebab bentang alam yang menjadi “ruang hidup” manusia Papua juga merupakan ruang ‘lintas batas’ adminsitratif desa, distrik, kabupaten bahkan provinsi. Dalihnya, “politik batas administratif negara” hadir belakangan, sementara tata ruang adat orang sudah lebih dulu ada sejak lama. Tidak boleh dibolak-balik.

Berita

News Ngaso Ngaso (Ngobrol Santai Sambil Ngopi) merupakan Kegiatan Diskusi Rutin yang diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia. Kegiatan yang diselenggarakan setiap 2 minggu sekali dengan format diskusi santai menghadirkan Narasumber…

Berita

News Publikasi FWI Hutan Papua dan Para Penguasanya Daratan Pulau Papua di Indonesia, yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat, memiliki luas 41.38 juta hektare. Hasil analisis FWI pada tahun…

linkbio

Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil Inpres Moratorium Sawit Selengkapnya September 21, 2020 ENVIRONMENTAL CITIZEN JOURNALISM PROGRAM 2020 Selengkapnya September 16, 2020 Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk Teluk Balikpapan Selengkapnya September 16,…

Kampanye Kami

#SudahCukup -No Forest No Happiness- Kata “SudahCukup” merupakan representatif dari kondisi dan berbagai macam permasalahan hutan Indonesia saat ini. Dimana, deforestasi (kehilangan hutan) terus terjadi dengan laju yang semakin meningkat.…

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top