Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang apabila dibuka dapat membahayakan kepentingan yang dilindungi oleh undang-undang. Berdasarkan pasal 17 UU KIP, informasi yang harus dilindungi adalah informasi yang apabila dibuka dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu perlindungan hak kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat, membahayakan pertahanan keamanan Negara, mengungkapkan kekayaan alam, merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi atau wasiat seseorang, mengungkapkan rahasia pribadi seseorang, dan mengungkapkan proses penyusunan kebijakan.
Cara untuk mengecualikan informasi publik pun diatur dalam UU. Badan publik yang ingin mengecualikan informasi harus melakukan pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan. Serta mempertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Sayangnya, KLHK tidak serius melakukan uji konsekuensi terhadap informasi publik yang dikecualikan. Karena hasil uji konsekuensi KLHK tidak memuat alasan hukum secara tegas dan mendetail pada Undang-Undang yang diacu. Kemudian, pada prinsipnya yang dikecualikan adalah materi informasi publik, bukan dokumennya. Seharusnya, apabila suatu dokumen terdapat materi informasi publik yang dikecualikan, KLHK bisa menghitamkan atau mengaburkan, bukan menutup akses terhadap informasi lainnya yang terkandung didalam dokumen. Dan yang tidak lazim, uji konsekuensi yang dilakukan KLHK mengabaikan aturan-aturan yang dibuat lembaganya sendiri. KLHK tidak mempertimbangkan UU Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan, beserta aturan turunan lainnya, dalam memberikan dasar hukum pengecualian informasi publik.
Sebagai contoh, dasar hukum yang diacu untuk pengecualian terhadap dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) adalah UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU No 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Dari dasar hukum tersebut, apabila dikatakan akan mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat, harusnya KLHK dapat menjabarkan secara detail konsekuensi apa yang timbul apabila informasi dibuka, bukan semata-mata hanya menuliskan persaingan usaha tidak sehat.
Apabila KLHK lebih jeli dan mau melihat UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pada pasal 60 ayat (2) dan pasal 68 ayat (2) huruf b, secara jelas mengatur adanya keterlibatan masyarakat dalam merumuskan, mengawasi, bahkan memberikan pertimbangan atas kebijakan publik. Dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf c UU KIP juga menyebutkan seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya wajib disediakan badan publik setiap saat. Tentunya, sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa dokumen RKUPHHK adalah dokumen pendukung dari suatu kebijakan atau keputusan publik yang diterbitkan oleh KLHK. Sengaja atau tidak, dari hasil uji konsekuensi ini KLHK seolah tidak percaya terhadap aturan yang dibuatnya sendiri. (LR)
Berita Acara Uji Konsekuensi Informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan