Kala Investor Mau Buka Peternakan Sapi Skala Besar di Kepulauan Aru [2]

oleh Tim Kolaborasi* di 11 October 2022

  • Bagaimana kabar empat perusahaan peternakan sapi dengan izin seluas 61.567 hektar di Pulau Trangan, Kepulauan Aru, Maluku? Dalam seri tulisan kedua ini, tim kolaborasi akan mengulas seputar empat perusahaan peternakan sapi di Kepulauan Aru, berelasi dengan siapa dan perkembangannya saat ini.
  • Artikel seri pertama, membahas mengenai risiko, dan ancaman kerusakan lingkungan dari hutan, savana sampai karst maupun kekhawatiran Masyarakat Adat Kepulauan Aru atas ruang hidup mereka.
  • Penelusuran Forest Watch Indonesia (FWI) dari dokumen resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumhammenunjukkan,  beberapa orang terkait Jhonlin Group menduduki kursi komisaris dan direktur pada perusahaan-perusahaan peternakan sapi yang mendapat izin di Kepulauan Aru. 
  • Ketika pemerintah dan pebisnis datang dengan janji-janji kesejahteraan, bagi masyarakat adat Kepulauan Aru, berdaulat hidup di tanah ulayat itulah kesejahteraan. Penolakan investasi termasuk peternakan sapi, menurut dia, demi menjaga wilayah ulayat.  

Lokasi Kepulauan Aru

Sekolah Dasar Popjetur, Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, tak seperti biasa,   pada  27 Oktober 2017. Sekolah ramai, tetapi bukan oleh para siswa melainkan pejabat dan masyarakat. Hari itu, ada pertemuan  tatap muka yang ternyata terkait rencana masuknya investor peternakan sapi disana.

Pejabat yang hadir antara lain, ada Amran Sulaiman, Menteri Pertanian; Johan Gonga, Bupati Kabupaten Aru; Zeth Sahuburua, Wakil Gubernur Maluku; Kapolda Maluku dan pengusaha, Andi Syamsuddin Arsyad atau dikenal dengan Haji Isam.

Di bagian dinding sekolah terpasang spanduk acara tatap muka antara Menteri Pertanian bersama pemerintahan desa dan masyarakat petani se-Kecamatan Aru Selatan.

Yosias Siarukin, warga Popjetur, penasaran melihat pertemuan itu dan coba mendekat. Yosias pernah ikut berjuang menolak masuknya perkebunan tebu,  PT Menara Group di daerahnya, hingga selalu was-was ketika melihat pertemuan pejabat di desa.

Benar saja, pertemuan itu ternyata sosialisasi soal peternakan sapi.

“Saya lihat dalam rombongan itu juga ada pengusaha besar nama Haji Isam. Haji Isam sempat memperkenalkan diri sebagai pengelola peternakan,” kata Yosias, Juni lalu.

Yosias bilang, sosialisasi rencana peternakan sapi yang disampaikan Menteri Pertanian tak melibatkan semua masyarakat adat di Kecamatan Aru Selatan. Terlebih, masyarakat adat yang memiliki wilayah petuanan.

Dalam sosialisasi itu, kata Yosias, menteri akan menyalurkan bantuan sapi untuk dikelola masyarakat agar bisa lebih sejahtera.

“Bapak ibu doakan mudah-mudahan tahun depan (2018) kami kirim sapi ke sini, di tempat ini, pak camat kami akan kirim minimal 200 sapi yang besar ke sini,” begitu kata menteri dalam cuplikan video mengenai pertemuan sosialisasi peternakan sapi yang kami peroleh.

Baca juga: Nasib Hutan dan Savana Kalau Peternakan Sapi Masuk Kepulauan Aru

Amran Sulaiman, Menteri Pertanian Periode 2014-2019/ Dok: Humas Kementan RI

Amran  mengatakan, pasca sosialisasi ini, pemerintah akan membawa investor untuk pemeliharaan sapi agar masyarakat sejahtera. Dia  juga memperkenalkan Haji Isam sebagai investor itu.

“Tolong bapak ibu, kalau investor masuk harus tersenyum, tapi kalau bapak melotot matanya lari dia.”

Johan Apalem, Sekretaris Desa Popjetur mendampingi kepala desa menghadiri pertemuan di gedung SDN Popjetur. Dia mengatakan,  Amran menjanjikan Popjetur, jadi pusat ekonomi, termasuk dengan ada investasi peternakan sapi ini.

Peternakan sapi, kata Johan, akan dikelola empat perusahaan di bawah bendera Haji Isam.

Sammy Kamsi, pendeta jemaat di Popjetur mengatakan, pernah melihat beberapa petugas dari Dinas Kehutanan datang di Desa Popjetur dan memasang patok di sekitar desa yang berjarak 100 meter dari setiap rumah.

“Mereka tanpa sosialisasi langsung menanam patok. Warga merasa terganggu dan cabut lagi patok-patok itu.” .

Satu tahun setelah itu, pada Juli 2019, Bupati Kepulauan Aru memberikan izin lokasi seluas 61.567 hektar kepada empat perusahaan budidaya pakan dan peternakan sapi.

Sebelum itu, setelah kunjungan Amran pada  2017, pejabat Kementerian Pertanian kemudian datang lagi di tahun sama dengan membawa 10 sapi yang langsung dibawa ke Balai Peternakan, sekitar dua kilometer dari pemukiman warga.

Kunjungan rombongan Menteri Pertanian pun  direspon Pemerintah Kepulauan Aru pada Mei 2018 dengan mengadakan public expose rencana investasi peternakan sapi, dihadiri perwakilan empat perusahaan yang berencana membuka peternakan sapi itu.

Pada Juli 2018, datang dua kelompok perusahaan didampingi  Dinas Pertanian Maluku untuk sosialisasi lanjutan sekaligus bertemu masyarakat.

“Dalam sosialisasi itu mereka menjanjikan ada bantuan 2.000 sapi,” katanya, tetapi sejak itu, mereka tak pernah lagi mendengar soal investasi ini.  Sedangkan sapi-sapi di balai tadi satu per satu mati.


Balai dan kandang sapi yang kosong di Desa Popjetur. Janji menyejahterakan masyarakat pun menguap bersama waktu. Foto: Chris Belseran/Mongabay Indonesia

***

Swasembada daging sapi merupakan program Kementerian Pertanian 2016 yang bertujuan mengakselerasi tercapainya target pemenuhan kebutuhan sapi potong dalam negeri pada 2026.

Data outlook daging sapi nasional 2017 memperlihatkan, konsumsi per kapita daging sapi masyarakat Indonesia 2017-2021 rata-rata per tahun tumbuh 6,30%.

Proyeksi Kementerian Pertanian, konsumsi daging sapi nasional lima tahun ke depan secara agregat tumbuh rata-rata 7,55% per tahun.

Dari data outlook itu, terlihat proyeksi surplus maupun defisit daging sapi 2017-2021. Defisit daging sapi akan dialami Indonesia sampai 2020.

Kajian dari Kementerian Pertanian itu menyebutkan, swasembada daging sapi bisa tercapai pada 2021, dengan perkiraan surplus daging sapi 9.190 ton.

Pada 2017, data BPS memperlihatkan produksi daging sapi nasional sebesar 486 319.65 ton. Tahun itu, perusahaan Isam sudah peroleh izin peternakan sapi sekitar 20.000 hektar di Bombana. Pada 2019, keluar lagi izin bagi empat perusahaan peternakan sapi seluas  61.567 hektar di Kepulauan Aru.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, impor daging sapi Indonesia terus meningkat. Dari 65.020 ton setara US$234,27 juta tahun 2011, menjadi 167.130 ton atau US$690 juta di tahun 2019.

Pandemi COVID-19 sempat membuat impor daging sapi anjlok pada 2020 karena ada penurunan daya beli  maupun penurunan pendapatan. Namun pada 2021—sebelumnya dalam proyeksi Kementerian Pertanian tahun itu Indonesia swasembada daging sapi—malah impor lebih banyak.

Pada 2021, impor daging sapi Indonesia berdasarkan data BPS 211.430 ton senilai US$785,1 5 juta, naik 26,51% nilainya dari 2020 sementara volume  naik 33,76%.

Pada 2021, Indonesia mengimpor 84.950 ton daging sapi/kerbau senilai US$288,45 juta dari India, negara asal impor sapi/kerbau Indonesia terbesar.

Ketika masih bergelut dengan pandemi  COVID-19, pada 2022,  Indonesia menghadapi wabah baru, virus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang mulai merebak di Aceh dan Jawa Timur dan menyebar ke berbagai daerah.  Virus diduga terbawa dari daging kerbau/sapi impor antara lain dari India.

Muhammad Munawaroh, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) mengatakan, Indonesia sebenarnya sudah cukup lama bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan ternak,  sejak 1980 an.

“Ini kebobolan akibat tidak ketatnya pengawasan impor hewan ternak ke Indonesia,” katanya saat dihubungi Mongabay, awal September.

Dia menduga ada dua penyebab masuknya PMK ke Indonesia. Pertama, melalui hewan ternak dari negara belum bebas PMK, kebanyakan negara Asia, seperti Malaysia, Filipina dan Singapura. “Hewan yang masuk berupa domba,” katanya.

Juga ada dugaan PMK ini dari impor daging dari India. “Ini perlu penelusuran dan investigasi lagi,” katanya.


Ilustrasi sapi yang diternakkan secara lepas tanpa kandang. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

Secara regulasi pemerintah harus menghambat lalu lintas hewan ternak dan membatasi pergerakan di berbagai wilayah. “Agar tidak terjadi penyebaran secara masif,” katanya.

Dia juga menyinggung jalur ilegal pengiriman hewan ternak, misal, di Sumatera Utara. Muhammad bilang, di Indonesia ada lembaga karantina hewan yang harus menjalankan tugas mencegah penyakit baru masuk melalui hewan.

“Sekarang, sejauh mana Karantina Hewan mampu mengawasi, apalagi pintu masuk (hewan ternak) di Indonesia banyak juga. Artinya, mau tidak mau pengawasan harus diperketat.”

I Wayan Teguh Wibawan, Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, penularan virus PMK melalui udara dan untuk pencegahan, vaksinasi jadi pilihan utama. Juga pengawasan jalur-jalur ilegal perlu dilakukan untuk membebaskan Indonesia dari PMK.

Merebaknya PMK didorong mobilitas barang, manusia dan hewan cukup besar. Apalagi, Indonesia masih dikelilingi negara-negara yang belum bebas dari virus PMK.

“Yang signifikan itu ada lalu lintas produk hewan, barang yang sifatnya ilegal. Itu yang paling berat.”

Data Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) sampai pertengahan September 2022 menyebutkan, sudah 24 provinsi terpapar dengan 296 kabupaten dan kota dengan 53.412 lebih hewan ternak sakit, terbanyak sapi 505.456 lebih dan kerbau 22 ribuan lebih disusul kambing dan domba di bawah 5.000-an. Hewan ternak mati tertinggi pun sapi, lebih dari 7.000-an.

“Potensi kerugian ekonomi yang ditimbulkan PMK ini tidak hanya pada peternak yang mengalami penurunan produktivitas hingga kehilangan hasil, tetapi kerugian secara nasional,” kata Dewi Prasinta, Deputi Bidang Pencegahan Prasinta Dewi BNPB, awal September lalu.

Tak jauh beda seperti dikatakan  Armina Fariani, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri).  Dia mengatakan,  penyebaran PMK berpotensi menekan laju produksi daging dan populasi ternak di Indonesia.

Dampak PMK, katanya,  cukup beragam.  “Mulai dari penurunan tingkat pertumbuhan sapi potong, penurunan fertilitas, melambatnya kebuntingan, hingga kematian hewan ternak,” katanya  Juni lalu dikutip dari Bisnis.com.

Alih-alih menuju swasembada daging seperti target Kementan, ‘badai’ PMK –yang langsung menghantam peternakan hewan seperti sapi/kerbau– rawan makin menjauhkan Indonesia dari kemandirian.

Para investor itu 

Ketika akan membuka peternakan sapi, perusahaan menyatakan mendukung program kerja Kementerian Pertanian yang menargetkan Indonesia jadi lumbung pangan dunia pada 2045, salah satu, dari produksi daging sapi.

Bagi Amran, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan, hanya ada dua cara yakni investasi masuk dan ekspor, karena anggaran pemerintah terbatas. Investasi peternakan sapi pun makin terbuka, antara lain, kepada empat perusahaan di Kepulauan Aru.

Keempat perusahaan yang mendapatkan izin peternakan sapi di Kepulauan Aru adalah PT Kuasa Alam Gemilang (KAG), PT Cakra Bumi Lestari (CBL), PT Bintang Kurnia Raya (BKR) dan PT Ternak Indah Sejahtera (TIS).

Penelusuran Forest Watch Indonesia (FWI) dari dokumen resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham diakses pada 2019 menunjukkan,  beberapa orang terkait Jhonlin Group menduduki kursi komisaris dan direktur perusahaan-perusahaan ini.

Komisaris KAG, Tamlikho, pernah jadi chief financial officer di PT Pradiksi Gunatama dan PT Eshan Agro Sentosa (EAS), dua perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pengelolaan sawit. EAS adalah sub-holding Jhonlin Group.

Tamlikho juga pernah menjadi accounting manager PT Jhonlin Group pada Oktober 2015 hingga Desember 2018. Pada September 2012-April 2014 Tamlikho juga menjabat sebagai finance, accounting and tax manajer  PT Jhonlin Marine Trans.

Di KAG, Tamlikho didampingi Dedy Sadiin sebagai direktur. Tak banyak informasi tentang CBL. Tercatat, Darwin sebagai direktur dan Hepri Dianto Saroso sebagai komisaris.

Namun BKR juga terhubung dengan orang-orang Jhonlin Group.

Direkturnya, Ahmad Ricky Wiandi adalah corporate finance supervisor di Jhonlin Group,  sejak September 2016. Sementara komisaris, Ezra Subandriyo juga pernah jadi marketing operations supervisor di group ini pada September 2020-Juli 2022.

Ezra juga supervisor di MMS Group Traffic dan marketing traffic supervisor Jhonlin Group pada Agustus 2015 hingga Mei 2019. Asep Dadang yang tercatat sebagai komisaris TLS juga auditor internal di Jhonlin Group.

Dalam data Direktorat Jenderal AHU, Kemenhukham, yang terakses pada 14 Agustus 2022, ada sedikit perubahan formasi pengurus perusahaan maupun pemilik saham.

Perubahan terjadi pada BKR dalam data yang telah diperbaharui Ezra Subandriyo, digantikan Liniko Mekhrada Laban sebagai komisaris.

TIS dengan direktur Liniko dan komisaris Asep Dadang, dengan alamat Menara Kadin Lantai 30. Liniko, senior manager PT Jhonlin Group pada Maret 2017-Februari 2021 dan planning manager PT Jhonlin Agro Mandiri sejak Oktober 2013-Maret 2017.

Analisis kepemilikan saham dan  pengurus empat perusahaan itu terkait Jhonlin Group, senada dengan keterangan pemerintah daerah.

“Saya biasa berkomunikasi dengan Pak Bambang (Bambang Aria Wisena), manajer di perusahaan Pak Haji Isam. Sejak akhir 2019, tidak lagi mendapat informasi,” kata An Mardian Mardana, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan,  Dinas Pertanian Kepulauan Aru.

Dia mengatakan, sejak COVID-19 pada 2020, mereka belum mendengar kabar lagi dari manajemen perusahaan.

Informasi dari Bambang, katanya, sedang menunggu persetujuan pusat.

Merujuk prosedur perizinan, perusahaan harus mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena area masuk kawasan hutan.

“Untuk persetujuan izin, dari KLHK harus mengukur. Mereka akan turun kalau surat ini sudah keluar izin, baru mereka action,” katanya.

Mardana mengatakan,  investor, yang disebutnya Haji Isam sebagai pengusaha asal Kalimantan, melihat potensi pengembangan sapi potong di Kepulauan Aru.


Bambang Aria Wisena, CEO PT Eshan Agro Sentosa (EAS), salah satu sub holding di dalam Jhonlin Group. Dok: Jhonlin Magz

Tim kolaborasi mengirimkan foto Bambang Aria Wisena, Komisaris PT PT Jhonlin Agro Raya (JARR), yang baru tercatat di bursa pada 4 Agustus 2022, kepada Mardana seraya menanyakan apakah Bambang yang dia sebut orang yang sama dengan foto itu. Mardana mengamini.

Jemmy, Kepala Dinas Pertanian Kepulauan Aru mengaku tak lagi mengetahui perkembangan proses dan tindak lanjut investasi peternakan sapi itu.

Proyek itu, katanya, mengalami beberapa hambatan, seperti soal lahan peternakan yang merupakan wilayah penguasa adat setempat.

Pemerintah, katanya, sudah sosialisasi, atau memberikan pemahaman kepada masyarakat namun sampai saat ini tidak ada titik terang.

Dinas Pertanian Kepulauan Aru, sudah membangun Balai Peternakan sebagai tindak lanjut dan dukungan atas investasi peternakan sapi yang akan masuk. Dinas juga merencanakan membangun pusat kesehatan hewan dan laboratorium.

“Itulah karena belum ada kepastian proyek ini akan lanjut [atau tidak], dinas baru bikin Balai Peternakan,” ujar Jemmy.

Tim kolaborasi berusaha menghubungi perusahaan-perusahaan terkait per telepon tetapi tanpa hasil. Tim pun mendatangi kantor perusahaan perusahaan ini di Jakarta.

Tiga dari empat perusahaan ini berkantor di Jakarta. KAG berkantor di Lantai 28, Menara Karya di kawasan Rasuna Said menggunakan jasa penyedia dan pengelola kantor Marquee Executives Offices.

Seorang resepsionis Marquee membenarkan KAG berkantor di gedung itu, namun dua nama yang tercantum sebagai komisaris dan direktur jarang datang kesitu.

Dia tak bisa menyebutkan lebih lanjut persisnya lokasi kantor atau kapan terakhir kali kantor ini berkegiatan di Menara Karya. “Itu confidential,” katanya.

Sekitar satu kilometer dari Menara Karya, masih di kawasan Rasuna Said, CBL berkantor di Cyber 2 Tower, tepatnya di lantai 18 dan juga menyewa dari Marque.

Saat tim menyambangi kantor ini awal Agustus lalu, resepsionis malah mengira kami adalah pihak kantor yang hendak mengambil dokumen terkait CBL. Sama dengan KAG, tak ada pegawai yang stand by di kantor CBL.

“Biasanya mereka ke sini kalau ada janji meeting aja. Iya, kadang Pak Darwin kadang Pak Alvon kalau stafnya ga ada yang di sini, mereka juga dan beberapa group di sini. Dari tahun 2020 berkantor di sini.”

Bintang Kurnia Raya juga tercatat berkantor di Gedung H Tower, juga di Kawasan Rasuna Said. Namun saat tim kolaborasi mendatanginya resepsionis mengatakan tak mengenal nama perusahaan ini.

Tim juga mengirim email menanyakan soal rencana keempat perusahaan kembangkan peternakan sapi dan keterkaitan dengan Jhonlin kepada Irena Cyntia Dewi Putri, Corporate Secretary JARR, pada 12 Agustus 2022, tetapi tak juga mendapatkan jawaban.


Lanskap savana dengan hutan-hutan yang mengelompok di Popjetur, Kecamatan Aru Selatan. Foto/Dok: Forest Watch Indonesia

***

Industri peternakan sapi tak hanya baru bagi masyarakat di Pulau Trangan, Kepulauan Aru. Bagi Jhonlin Group ini juga sektor anyar. Baru pada 2017, korporasi ini masuk dalam bisnis ini.

Selain penjajakan di Kepulauan Aru, di Bombana, Sulawesi Tenggara, anak usaha Jhonlin, PT. Jhonlin Batu Mandiri, sudah membuka peternakan sapi yang terintegrasi dengan perkebunan tebu senilai Rp2,2 triliun.

Disebutkan, peternakan menggunakan kawasan hutan sekitar 20.000 hektar, berdasarkan persetujuan kerjasama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga perjanjian kerjasama dengan KPH Tina Orima.

Selama ini, Jhonlin Group terkenal sebagai pemain industri batubara dan kontraktor besar di Indonesia. Berdiri sejak 2005, perusahaan-perusahaan ini sebagian besar berada di Kalimantan Selatan diawali PT Jhonlin Baratama, perusahaan yang belum lama ini digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan rekayasa pajak.

Rencana penggeledahan disinyalir bocor karena orang dalam perusahaan berhasil membawa kabur satu truk dokumen barang bukti. Kini, KPK telah menahan konsultan pajak perusahaan ini.

Pemilik Jhonlin Group adalah Andi Syamsuddin Arsyad atau dikenal dengan Haji Isam. Jhonlin Group bergerak di bidang tambang batubara, jasa pelabuhan, bongkar muat di laut lepas, dan bisnis infrastruktur. Kantor pusatnya di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Selain Jhonlin Group, Isam juga punya Jhonlin Agro Mandiri yang bergerak di bidang pengolahan karet remah dan minyak sawit mentah, persewaan jet pribadi, dan Jhonlin racing team.


Haji Isam (kanan) mendampingi Presiden Joko Widodo saat meresmikan pabrik biodiesel Jhonlin Agro Raya (JARR) miliknya di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, 21 Oktober 2021. Dok: Sekretariat Presiden

Isam juga  mantan tim sukses Presiden Joko Widodo menjadi wakil bendahara kampanye tim Jokowi-Amin dalam pemilu lalu.

Jokowi pun menyempatkan diri meresmikan pabrik biodiesel Isam di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Pabrik ini diperkirakan bisa produksi biodiesel dan minyak goreng dengan kapasitas 60 ton per jam.

Pabrik dengan investasi Rp2 triliun di lahan enam hektar ini milik PT Jhonlin Agro Raya (JARR), bagian Jhonlin Group yang dipimpin anak kedua Isam, Jhony Saputra. Sebelum dipegang Jhony, mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga pernah jadi komisaris JARR persis sebelum diserahkan kepada Jhony.

***

Kepulauan Aru pada 2013-2014 jadi perbincangan hangat berbagai kalangan karena ada konsorsium perusahaan masuk yang akan konversi hutan alam besar-besaran menjadi perkebunan tebu.

Izin yang bakal mencakup 484.493 hektar atau tiga perempat dari luas Kepulauan Aru ini memicu kekhawatiran masyarakat Aru, hingga kampanye penolakan bergaung di level lokal, nasional, maupun internasional.

Kampanye Save Aru (#SaveAru) bergema begitu kuat hingga Kementerian Kehutanan kala itu membatalkan izin pelepasan kawasan hutan yang sudah diberikan sejak 2013 pada 28 perusahaan konsorsium Menara Group di Kepulauan Aru. Izin lokasi keluar dari Bupati Kepulauan Aru pada 2010.


Zulkifli Hasan, Mantan Menteri Kehutanan sekarang Menteri Perdagangan. Saat menjadi Menhut dia mengeluarkan izin HPH di Kepulauan Aru. Dok: Biro Humas Kemendag

Belum berapa lama, muncul ancaman baru pembabatan hutan Aru, lewat izin kepada perusahaan HPH.  Pada 30 September 2014, sebelum lengser, Zulkifli Hasan selaku Menteri Kehutanan, masih sempat menandatangani izin hak pengusahaan hutan (HPH) kepada PT Wahana Sejahtera Abadi (WSA) seluas 54.560 hektar di Aru. Sampai hari ini, HPH ini berstatus tidak aktif, namun belum ada pencabutan izin dari KLHK.

Kabupaten dengan ekosistem pulau-pulau kecil yang bertutupan hutan mangrove rapat ini terus jadi incaran pemodal.  Lepas kebun tebu, lalu ada HPH, kemudian muncul peternakan sapi.

Data Dinas Kehutanan Kepulauan Aru memperlihatkan alokasi untuk investasi usaha perkebunan tebu dan peternakan sapi di kawasan hutan produksi dan kawasan hutan produksi konversi mencapai  650.038 hektar.

Terkait peternakan sapi, Johana Kortelu, Kepala Seksi Perizinan dan Pengawasan (Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Muda) Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Aru mengatakan, Dinas Lingkungan Hidup kabupaten dan provinsi telah meninjau dan mensurvei ke Aru Selatan dan hasilnya beberapa kampung menolak, beberapa menerima.

“Setelah selesai konsultasi dan survei, perusahaan kembali dan melakukan penyusunan amdal,” ujar Johana yang juga ikut dalam survei itu.

Survei ini bagian dari penyusunan proses dokumen amdal.  Untuk amdal, kata Johana, akan dicantumkan dalam sidang dokumen, namun sampai saat ini belum ada sidang yang semestinya diadakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Maluku.

Dia bilang, survei berjalan lancar dan Aru Selatan serta Aru Selatan Timur, sebagian besar lahan bagus untuk peternakan sapi karena sebagian besar berupa padang savana.

“Hasil pemantauan dari arah Desa Popjetur sampai arah Marafenfen ke pusat kota kecamatan seperti itu. Di Batu Goyang juga baik karena ada padang rumput di perbukitan,” kata Johana.

Tim juga menemui Roy Syauta, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, untuk menanyakan rencana sidang dokumen amdal empat perusahaan peternakan sapi di Kepulauan Aru itu.

Roy bilang, kalau perusahaan ingin melanjutkan usaha di Aru Selatan harus sosialisasi dari awal. “Harus sosialisasi dari awal lagi untuk mendapat izin prinsip,” katanya,  12 Juli lalu.

Dia sendiri, tak pernah berkomunikasi dengan perusahaan untuk pembuatan dokumen amdal.


Surat izin lokasi untuk peternakan sapi yang dikeluarkan oleh Bupati Aru

Johan Gonga, Bupati Kepulauan Aru bilang, padang savana dengan luas sekitar 46.000 hektar menarik minat investor untuk membuka peternakan sapi di sana.

“Memang di desa, di kabupaten kita, di Aru Selatan itu beberapa tahun ada investor yang mau masuk karena punya potensi lahan yang selama ini sebagai hutan produksi konversi.”

Dia tak bisa bicara banyak soal luas lahan yang akan dipakai. “Itu bukan pemeliharaan dalam kandang, dalam bentuk melepas bebas.”

Saat itu, dia sebutkan ada perusahaan ingin investasi Rp20 trilliun untuk peternakan sapi di Aru Selatan, namun rencana investasi itu  masih terkendala antara lain karena penolakan sebagian masyarakat.

“Bagi kami, mereka belum paham terkait dengan investasi itu, hingga menolak. Kelanjutan investasi tidak ada. Sudah tidak dengar-dengar lagi,” kata Johan.

Soal izin lokasi yang dia keluarkan untuk peternakan sapi pada 2019, hanya berlaku tiga tahun.

“Itu untuk kelanjutan dari izin kementerian. Izin lokasi itu akan dipakai untuk menjadi dasar ditindaklanjuti ke KLHK.” Perusahaan harus mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena area izin berada di kawasan hutan.

Sampai saat ini, setelah keluarkan izin pada 2019, dia tak pernah dihubungi lagi oleh perusahaan.

Fenny S. Loy, Wakil Ketua DPRD Kepulauan Aru mengaku tak tahu kalau akan ada perusahaan mau masuk.

“DPRD Aru baru mengetahui saat Menteri Pertanian, Amran Sulaiman datang.  Baru tahu ada perusahaan peternakan sapi di Kepulauan Aru, khusus Aru Selatan.”

Rafael. M. Osok, Ahli Tanah dan Sungai, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon, mengatakan, di Pulau Trangan, Aru Selatan, savana cukup luas terbentang dengan tumbuhan ilalang.

Untuk peternakan sapi, kata Rafael, sebenarnya bisa tetapi bukan untuk skala besar karena harus sesuai daya dukung lahan agar tetap terjaga.

Kepulauan Aru, seperti Pulau Trangan, katanya, tak bisa menampung sapi dalam jumlah banyak karena berisiko terhadap lingkungan hidup.  Usaha peternakan sapi, juga harus mempertimbangkan kondisi daerah, termasuk salah satu soal ketersediaan sumber air.

Untuk perkebunan skala besar apalagi monokultur seperti sawit dan tebu tak dia anjurkan karena perlu air sangat banyak. “Kalau tebu di daerah pulau-pulau tidak bisa karena mengambil banyak air.” Untuk lahan di Aru Selatan, sebaiknya tanam tanaman pangan, hortikultura, dan buah-buahan.


Prof. Dr. Ir. Rafael Osok, Ahli Tanah dan Air Sungai dari Universitas Pattimura, Ambon. Foto: Christ Belseran/Mongabay Indonesia

Sudah banyak riset membahas soal ancaman peternakan sapi termasuk penggembalaan sapi bagi lingkungan hidup. Riset    Effects of providing clean water on the health and productivity of cattle,” menyebutkan, di banyak area di dunia, termasuk New Zealand, ada kecenderungan pengembangan peternakan sapi di  area riparian (sempadan sungai)—bakal berdampak pada kualitas air.

Air bisa terkontaminasi nutrisi, patogen maupun sedimen.  Disebutkan pula kalau kotoran hewan merupakan sumber bakteri, nitrogen dan fosfor yang mempengaruhi kualitas air.

Kertas kerja berjudul “Ecological Effects of Ranching: A Six-Point Critique,” menyebutkan, banyak wilayah di dunia, penggembalaan mengurangi kepadatan dan biomassa banyak spesies tumbuhan dan hewan, dan serta mengurangi keanekaragaman hayati.

Juga, membantu penyebaran spesies dan penyakit eksotik, mengubah suksesi ekologi dan heterogenitas lanskap, perubahan siklus dan distribusi nutrisi, percepatan erosi, serta berkurangnya pilihan produktivitas dan maupun penggunaan lahan untuk generasi mendatang.

Sebuah kajian di sciencedirect.com mengulas soal penggembalaan ternak di kawasan bentang alam karst di Italia yang menyebabkan cemaran mikroba pada akuifer karst. Studi hampir sama pada 1991-1992 di kawasan karst di tenggara Virginia Barat untuk menentukan dampak pertanian terhadap kualitas air tanah.

Di kawasan ini jadi tempat penggembalaan ternak musiman.  Hasilnya, mata air karst yang dipakai peternakan paling intensif terkontaminasi bakteri tinja.


Lahan hutan terdeforestasi di Novo Progresso (negara bagian Pará), Amazon, Brasil yang diperuntukkan untuk peternakan sapi. Foto: Marcio Isensee.

Investasi hanya untuk peternakan sapi?

Mufti Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia menduga peternakan sapi skala besar mungkin terintegrasi dengan perkebunan tebu mengingat pengalaman Jhonlin mengelola tebu dan mengintegrasikan dengan peternakan sapi seperti di Bombana. Pakan sapi-sapi dari daun tebu.

Sedangkan di Kepulauan Aru, masyarakat adat punya pengalaman buruk dengan izin tebu untuk 480 ribuan hektar kepada konsorsium Menara Group.

“Kita mengarah ke sana lagi.  Jangan-jangan tebu lagi karena ada sapi. Tapi ini masih dugaan yang belum ada bukti karena terbawa emosi karena kasus sebelumnya perkebunan tebu,” kata Ode, sapaan akrabnya.

Dugaan kuat lain, kata Ode, adalah penggunaan lahan untuk land banking. Kepulauan Aru bisa dikatakan pulau terluar, hanya beberapa menit bisa ke Darwin di Australia.

“Dekat situ dulu sempat ramai rencana Blok Masela. Wilayah rencana itu sempat menjadi kriteria untuk lokasi di daratnya. Jangan-jangan intinya land banking.”

Dugaan kuat sebagai land banking ini juga diperkuat, dengan apa yang terjadi di Pulau Wokam, Aru bagian Utara di mana izin hak pengusahaan hutan (HPH) sudah 10 tahun.  “Ga diapa-apain cuma di land banking aja sebagai jaminan.”


Padang savana di Popjetur, Kecamatan Aru Selatan, lokasi yang diincar untuk menjadi peternakan sapi. Foto/Dok: Forest Watch Indonesia 

Pengembangan gas alam cair di Blok Masela jadi proyek strategis Pemerintah Indonesia. Kalau berjalan, proyek di Blok Masela yang ditemukan sekitar tahun 2000 ini dinilai bakal menjadi sinyal baik bagi investasi di Indonesia.

Kelancaran Masela juga diyakini akan mendorong pengembangan industri di Maluku, seperti industri petrokimia, yang pakai gas sebagai bahan baku. Ia juga diperkirakan memiliki multi efek bagi pengembangan ekonomi Maluku maupun nasional.

Blok Masela dikelola Inpex sebagai operator dengan kepemilikan saham 65% dan 35% dipegang Shell Upstream Overseas Services. Shell cabut, kini Inpex sedang cari ‘teman’ baru. Eksplorasi Blok Masela di sekitar Laut Aru, sejak 1998.

Proyek yang memerlukan 1.000 hektar—belakangan jadi 1.500 hektar — ini terganjal pembebasan lahan dengan masyarakat adat di Kepulauan Tanimbar.  Proses pencarian lahan proyek Blok Masela sejak 2016.

Masih dari kutipan di Katadata itu, ada empat fasilitas utama akan dibangun dalam rencana pengembangan proyek Kilang LNG Abadi ini.

Inpex Corporation melalui anak usaha mereka, Inpex Masela, Ltd juga nyatakan hal serupa.

Dalam sosialisasi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) rencana pengembangan LNG Abadi beserta fasilitas pendukung, pada Agustus 2019 di Ambon, Maluku, Nico Muhyiddin, Vice President Corporate Services Inpex Masela, Ltd, mengatakan, ada empat fasilitas utama akan dibangun Inpex dalam proyek ini.

Pertama, pembangunan dan pengoperasian fasilitas sumur gas bawah laut (subsea umbilicals, risers and flowlines/SURF) di lepas pantai Arafura. Kedua, fasilitas pengolahan (floating production, storage and offloading facilities/FPSO) di lepas Pantai Arafura.

Ketiga, pipa gas bawah laut (gas export pipeline/GEP) dari FPSO ke fasilitas penerima gas di darat (gas receiving facility/GRF). Keempat, fasilitas kilang darat LNG (onshore liquefied natural gas).

Kalau Masela ini jalan, kata Ode,  pasti ada pengembangan besar-besaran mulai industri hilir dan lain-lain.

“Sangat strategis kalau ada ekspor yang berhubungan ke Australia karena memang deket banget.”

***

Ketika pemerintah dan pebisnis datang dengan janji-janji kesejahteraan, bagi masyarakat adat Kepulauan Aru, seperti Yosias , berdaulat hidup di tanah ulayat itulah kesejahteraan. Penolakan investasi termasuk peternakan sapi, menurut dia, demi menjaga wilayah ulayat.

“Kami betul-betul menolak karena beta bilang, keuntungan orang lain, bukan masyarakat. Orang lain akan lebih kaya, saya akan menderita. Ada pepatah tikus mati di lumbung padi, nanti kami akan seperti itu.”


Yosias, warga Desa Popjetur yang menjabat sebagai Kepala Marga Siarukin. Foto: Chris Belseran/Mongabay Indonesia

Begitu juga penuturan Obaja Siarukin, warga Popjetur.  Dia menolak  investor termasuk peternakan sapi agar mereka berkebun bebas tanpa intervensi pihak manapun. Mereka pun bisa berburu maupun menangkap ikan di laut.

“Katong kerja biar satu hektar, yang penting katong punya petuanan.”

Obeth Kaloy, Tokoh Adat Dalakay Desa Juring mengatakan penolakan masyarakat Juring bagian dari mempertahankan hak ulayat mereka. Kata Obeth, investasi datang dan pergi. Dia pernah berjuang saat menolak perusahaan sawit dan tebu masuk Aru.

“Beta sebagai orang tua adat yang mewakili keluarga besar Dalakay siap mempertahankan hak ulayat kami demi masa depan anak cucu, supaya kedepan tidak menderita. Kami menolak investasi peternakan sapi di desa kami dan di Aru Selatan.” (Bersambung)

*********

  • Liputan ini kolaborasi antara Mongabay Indonesia, Metro Maluku dan Titastory.id serta Forest Watch Indonesia. Tim liputan: Reporter: Della Syahni, dan Chist Belseran, Della Syahni dan Indra Nugraha dan Sapariah Saturi.  Editor: Sapariah Saturi.  Kurasi foto: Ridzki R Sigit. Liputan ini atas dukungan Earth Journalism Networks (EJN).
  • Liputan ini juga dimuat di Mongabay Indonesia.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top