Dalam tulisan ini akan dibatasi pada sumber energi yang tergolong pada Bioenergi, yakni berupa biomassa kayu dan bahan bakar nabati (BBN/Biofuel/Biodiesel). Keduanya sangat erat kaitan dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya kawasan hutan dan lahan. Seperti untuk program biodiesel non-listrik, cofiring biomassa di 52 PLTU PLN, dan full firing biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) yang ditargetkan di setiap provinsi untuk dioperasikan. Biomassa kayu yakni yang berasal dari hasil pembangunan hutan tanaman energi, sementara biodiesel yang selama ini berasal dari kebun energi – perkebunan kelapa sawit.
Untuk program cofiring biomassa kayu, setidaknya untuk memperoleh kapasitas produksi sebesar 2,7 GigaWatt saja seperti yang ditargetkan, membutuhkan biomassa kayu hingga 14 juta ton per tahun. Sementara itu, Kementerian ATR/BPN2 diminta untuk menyediakan lahan seluas 4 juta hektare secara bertahap khusus untuk kebun energi selama 2016 sampai 2025, untuk memenuhi program B30-B50 bioenergi non listrik. Dengan kata lain program peningkatan bauran bioenergi dalam bauran energi nasional sangat bergantung pada sumber daya kawasan hutan dan lahan.