Warga Dayak Benuaq Pun Mengadu Kepada Leluhur

Sumpah mengikat
Persiapan upacara belian2
Sumpah adat mengandung konsekuensi, siapa yang bersalah akan terkena peringatan dan hukuman dari leluhur. Namun, apa hukuman itu memang tidak ada yang mengetahui persis. Uniknya, sumpah adat mengikat, dalam arti jika yang bersalah adalah pihak yang menggelar, mereka juga akan terkena hukuman itu.

Karena sakral, upacara menggelar sumpah adat itu disayangkan Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat. Sabang, Kepala Bidang Upacara Presidium, mengatakan, warga Muara Tae tidak memberitahukan akan mengadakan sumpah adat.

”Saya kaget. Sebaiknya tak dilakukan. Jika ada masalah, masih bisa dibicarakan baik-baik,” ujar Sabang. Ia berharap sumpah adat tidak dipicu oleh kasus, tetapi antisipasi dari kampung agar tidak ada lagi masalah soal tapal batas pada masa mendatang.

Sumpah adat itu juga tak diakui Rudianto, Kepala Kampung Muara Ponaq. ”Sumpah adat harus dihadiri dua pihak dan disaksikan pihak terkait. Kalau hanya satu pihak, itu namanya menyumpah. Bukan sumpah adat. Saya yakin, hanya sebagian warga Muara Tae yang setuju sumpah adat,” katanya.

Kasus Muara Tae membuat Masrani lengser dari posisinya sebagai kepala kampung. Bupati Kutai Barat menunjuk Lorensus Itang sebagai penjabat kepala kampung sejak Mei 2013. Namun, Masrani aktif menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat untuk terus bersuara.

Saat berbicara di depan warga Muara Tae sehari sebelum sumpah, yaitu sebelum memulai upacara gugug tautn , Lorensus menyinggung permasalahan tapal batas. ”Terkait tapal batas, keputusan sudah ada. Kami tak bisa berbuat banyak,” ujarnya.

Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN Kalimantan Timur Margaretha Seting Beran mengutarakan, kasus Muara Tae bukan semata konflik tata batas dua kampung. ”Konflik ini timbul setelah perusahaan masuk,” katanya.

Perusahaan, lanjut Seting, mencari cara agar mendapat legalitas pejabat kampung untuk bisa memperoleh lahan. Karena Muara Tae menolak, perusahaan berusaha memakai izin dari warga kampung lain untuk bisa mendapat tanah di Muara Tae.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

1 Comments

  • putera sumut
    Posted Oktober 24, 2014 9:27 am 0Likes
    Thank you for your vote!
    Rating 0 from 5

    Sedih! ini cara lain ekspresi masyarakat adat yang tanahnya dirampas, hak-haknya terabaikan. Ingat mereka sudah ada sebelum negara ini merdeka.

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top