Adanya peraturan adat diikuti oleh adanya tata cara penyelesaian konflik. Peraturan adat diciptakan untuk salah satunya menyelesaikan adanya suatu perselisihan baik antar masyarakat. Konflik yang kerap terjadi adalah mengenai wilayah petuanan yang tumpang tindih antar mata belang. Dalam meredakan konflik tersebut tdilakukan dengan tiga tahapan, yaitu yang pertama melalui adat; jika melalui adat tidak terselesaikan maka diselesaikan bersama perangkat desa; namun jika tetap tidak bisa diselesaikan maka menggunakan jaluru hukum oleh aparat yang berwajib. Upaya penyelesaian konflik melalui adat di antaranya:
a. Molo sabuang :
Jika terdapat dua pihak yang mengalami konflik dan tidak mendapatkan titik terang, maka dilakukan Molo sabuang yaitu adu kekuatan menyelam ke dasar laut. Bagi pihak yang muncul ke permukaan terlebih dahulu maka dia yang kalah, sedangkan bagi pihak yang masih kuat bertahan di dasar laut, maka dia adalah pihak yang menang/benar.
b. Sumpah Sopi :
Kedua pihak yang mengalami konflik bersumpah atas nama leluhur dan Tuhan kemudian meminum sopi. Jika terdapat salah satu pihak yang mengalami sakit atau meninggal setelah melakukan sumpah sopi, maka dia lah pihak yang kalah. Sedangkan pihak yang masih sehat dan hidup adalah pihak yang menang/benar.
c. Makan tanah :
Kedua pihak yang mengalami konflik bersumpah atas nama leluhur dan Tuhan dilanjutkan dengan meminum campuran air, tanah dan tetesan darah kedua belah pihak. Jika terdapat salah satu pihak yang mengalami sakit atau meninggal setelah melakukan sumpah sopi, maka dia lah pihak yang kalah. Sedangkan pihak yang masih sehat dan hidup adalah pihak yang menang/benar.
d. Sasi sirkodar:
Sasi sirkodar adalah upaya menyelesaikan konflik dengan mendatangkan wanita yang bersikap netral dan disimbolkan menggunakan sarung. Wanita tersebut akan menyatakan keputusan siapa pihak yang benar beserta alasannya. Keputusan ini bersifat mutlak dan harus dipatuhi
Mengenal kearifan lokal bukan hanya sekedar mengetahui keunikan tata cara adat di suatu masyarakat, namun di balik itu terdapat makna yang dalam untuk mempertahankan eksistensi budaya masyarakat serta upaya dalam menjaga kehidupan dan keseimbangan alam. Kearifan lokal masyarakat adat Kepulauan Aru merupakan cerminan masyarakat yang bijak dalam menghargai alam yang selama ini telah memberikan kehidupan pada mereka. Bentuk menghargai alam mampu menjadi cerminan bagi era saat ini dimana kerusakan alam banyak terjadi. Alam tidak dapat dinilai secara materi namun bagaimana alam itu sendiri mampu menjaga keseimbangannya sehingga menjadi hunian yang nyaman bagi manusia yang hidup di dalamnya. (Ariya Diani Astika)
4 Comments
TAJIDIN BUANO
Tulisan yang sangat informatif dan menjadi referensi bagi siapapun
ehrict
untuk berbicara tentang adat sendiri ini adalah suatu budaya yg bisa di jadikan sebagai suatu kekayaan masyarakat yg ada di aru..
saya pikir perlu adanya seminar tentang Hukum adat itu sendiri atau dialog sebagai pembuka wacana..:)
yoga
Tulisannya sangat informatif. apakah bisa dilanjutkan untuk diskusi langsung untuk Aru?
thanks
Yoga