Mengenal kearifan lokal masyarakat adat merupakan suatu upaya untuk menghargai keragaman budaya yang telah berlaku di suatu wilayah di Indonesia. Memahami kearifan lokal dapat dimulai dari mengenal sejarah masyarakat adat itu sendiri. Masyarakat Kepulauan Aru merupakan salah satu contoh masyarakat adat yang masih memiliki eksistensinya hingga saat ini dan mempertahankan budayanya terutama dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ruang eksplorasi dan pengkajian kearifan lokal menjadi nilai strategis untuk mengetahui budaya lokal.
Sejarah yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa persebaran masyarakat berawal dari adanya bencana hebat dari pulau Eno Karang yang menyebabkan terpecah belahnya pulau utama menjadi pulau-pulau kecil. Adanya gempa diikuti oleh persebaran masyarakat ke pulau-pulau kecil dan mereka percaya bahwa “kendaraan” yang membantu mereka pergi adalah “datuk” berupa hewan-hewan besar seperti ikan paus, ikan hiu, maupun burung “goal-goal”. Mereka percaya bahwa “datuk” tersebut merupakan penyelamat masyarakat Kepulauan Aru sehingga sampai saat ini hewan tersebut dilindungi oleh mereka dan dilarang untuk diburu.
Kepulauan Aru memiliki wilayah adat yang terbagi habis ke seluruh masyarakatnya. Mereka tinggal di satuan wilayah adat yang mereka sebut sebagai “fanua/nata” yang setara dengan kampung. Setiap nata ditinggali oleh beberapa mata belang dimana setiap mata belang memiliki suatu “petuanan” (wilayah daratan berupa kebun dan hutan serta wilayah laut). Mata belang merupakan kesatuan dari beberapa keluarga dan setara dengan marga, serta memiliki kesamaan sejarah. Nama mata belang dapat berasal dari datuk yang membawa nenek moyang mereka untuk menyebar ke daerah di Kepulauan Aru dan dapat pula nama tersebut berasal dari tanda-tanda alam. Nama marga dari setiap mata belang ditunjukkan melalui nama belakang setiap warga. Misalnya Telwu dari alang-alang hutan, Mesiang dari pohon mei (ketapang), Ganobal dari ikan mangar, Dakael dari burung goal-goal, Djermor dari sejarah peristiwa tertinggalnya seorang datuk di suatu pantai dan membuat djiri (garis) berbentuk kapal.
4 Comments
TAJIDIN BUANO
Tulisan yang sangat informatif dan menjadi referensi bagi siapapun
ehrict
untuk berbicara tentang adat sendiri ini adalah suatu budaya yg bisa di jadikan sebagai suatu kekayaan masyarakat yg ada di aru..
saya pikir perlu adanya seminar tentang Hukum adat itu sendiri atau dialog sebagai pembuka wacana..:)
yoga
Tulisannya sangat informatif. apakah bisa dilanjutkan untuk diskusi langsung untuk Aru?
thanks
Yoga