Sudah sangat sering kita mendengar, terjadi perambahan hutan besar-besaran, korupsi di sektor kehutanan yang kian merajalela, pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali, konversi hutan alam menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang semakin masif, dan masih banyak lagi permasalahan-permasalah kehutanan yang tidak ada habis pemberitaannya. Semua permasalahan tersebut cepat atau lambat akan menghacurkan sumberdaya hutan yang tersisa.
Hulu dari permasalahan kehutanan yang terjadi terletak pada tata kelola hutan (forest governance) yang buruk. Padahal, tata kelola hutan yang baik merupakan faktor penentu dari pengelolaan hutan yang berkelanjutan, terbuka dan transparan, serta menentukan berhasil atau tidaknya upaya pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor hutan.
Beberapa tahun terakhir, banyak pihak yang menyoroti implementasi dari tata kelola hutan. Bahkan diantaranya sedang dan atau telah membangun indeks tata kelola hutan. Beberapa hal yang banyak disorot dalam upaya perbaikan tata kelola hutan antara lain berhubungan dengan lemahnya kontrol dan sinergisitas pemerintah pusat dan daerah; tidak ditegakkannya aturan dan hukum; kurangnya efektivitas organisasi dan perumusan kebijakan di tingkat pemerintahan; serta belum adanya standar penilaian performa kinerja yang jelas tentang tata kelola hutan yang baik (good forest governance).
Sehubungan dengan hal tersebut, Dewan Kehutanan Nasional (DKN) atas dorongan konstituennya memfasilitasi sebuah diskusi terbatas yang dihadiri pihak-pihak yang sedang dan atau telah meng-inisiasi indeks untuk tata kelola hutan di Indonesia. Tujuannya adalah mendorong terciptanya kebijakan nasional terkait standar tata kelola hutan.
Diskusi tersebut dilangsungkan pada tanggal 9 Mei 2014 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta. Pihak yang hadir diantaranya Jaringan Tata Kelola Hutan (Governance Forest Initiative-GFI), United Nations Development Programme (UNDP), Rainforest Foundation Norway (RFN), Seknas Forum Indonesia untuk Trasparansi Anggaran (FITRA), Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan (Puspijak).
Mendorong Kebijakan Nasional Standar Penilaian Tata Kelola Hutan
Diskusi terbatas ini merupakan lanjutan dari workshop standar tata kelola hutan pada November 2013 di Hotel Sahid, Jakarta. Kala itu Forest Watch Indonesia (FWI) sebagai sekretariat GFI bersama DKN menyelenggarakan workshop standar tata kelola hutan sebagai langkah awal untuk saling mengenali kriteria dan indikator yang di bangun oleh masing-masing inisiatif. Sehingga pada diskusi lanjutan ini, para inisiatif duduk bersama untuk membangun sebuah kesepakatan dan merumuskan agenda strategis ke depan dalam mendorong lahirnya kebijakan nasional terkait standar penilaian tata kelola hutan di Indonesia.
Ekawati dari Puspijak memaparkan bahwa, selama ini Kementerian kehutanan (Kemenhut) belum mempunyai indikator yang secara legal ditetapkan untuk menilai tata kelola hutan, utamanya pada Pemerintah daerah (Pemda). Adapun sebagian pengelolaan hutan lindung sudah diserahkan kepada Pemda, tetapi ternyata Kemenhut belum mempunyai alat untuk mengevaluasi dalam mengukur kinerja bagaimana tata kelola hutan yang ada di daerah. Celah tersebut tentu saja dapat dimanfaatkan untuk mendorong terbentuknya standar tata kelola hutan nasional. Lebih jauh lagi diungkapkan oleh Prof. Hariadi Kartodihardjo bahwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhut juga bersedia memfasilitasi hasil dari pertemuan ini.
Pada diskusi yang berlangsung selama setengah hari, menghasilkan beberapa kesepakatan. Dalam mendorong terbentuknya standar tata kelola hutan nasional, Puspijak akan menjadi host tata kelola hutan. Sementara para inisiatif berkomitmen untuk menjadi tim ad hoc dalam merumuskan agenda-agenda yang lebih konkrit untuk tindak lanjut apabila memang ingin melakukan paduserasi dan koordinasi hasil implementasi tata kelola hutan. Tentu saja, DKN yang akan memfasilitasi proses-proses konsultasi publik. –LR-