Forest Law Enforcement, Governance and Trade, sebuah Catatan Ringkas

6

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan hutan tropis terluas dan sumberdaya alam hutan yang kaya. Tetapi kondisi aktual yang terjadi, kekayaan yang dimiliki oleh pelaku kehutanan di Indonesia, baik yang legal maupun illegal.

Apakah FLEGT?
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan hutan tropis terluas dan sumberdaya alam hutan yang kaya. Tetapi kondisi aktual yang terjadi, kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia tersebut tereksploitasi secara besar-besaran oleh pelaku kehutanan di
Indonesia, baik yang legal maupun illegal.

Hingga saat ini, penebangan liar dan perdagangan produk hasil hutan secara illegal masih merupakan faktor terbesar terhadap terjadinya kerusakan hutan di Indonesia. Penebangan liar dan perdagangan illegal hasil hutan ini, hingga saat ini masih merupakan persoalan terbesar dalam sektor kehutanan di Indonesia, dimana penegakan hukum terhadap kejahatan ini tidak dilakukan secara tegas.

FLEGT merupakan lembaga yang terbentuk karena respon masyarakat Uni Eropa terhadap masalah penebangan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan yang terjadi secara global. Kepedulian tersebut muncul mengingat kondisi bahwa penebangan liar dan perdagangan ilegal produk hasil hutan merupakan penyumbang terbesar terhadap kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam kondisi sekarang, keberadaan FLEGT mengusulkan rencana aksi untuk mengusulkan tindakan yang diperlukan dalam berkembang peningkatan dalam pengendalian kapasitas negara ilegal logging sekaligus dalam waktu yang sama mengurangi perdagangan produk ilegal hasil hutan antara negara tersebut dengan komunitas negara Uni Eropa. Beberapa rencana aksi FLEGT dalam hal ini antara lain adalah:

1. Peningkatan tata kelola, dalam hal ini FLEGT akan memberikan bantuan yang diperlukan secara umum, seperti:
a. Pengembangan sistem verifikasi dalam pembedaan kayu ilegal dan legal
b. Dorongan terhdapa upaya penyediaan informasi yang benar mengenai kepemilikan hutan, kondisi hutan serta perundang-undangan untuk mewujudkan adanya keterbukaan.
c. Penguatan penegakan peraturan melalui peningkatan koordinasi antara berbagai aparat yang terkait.
d. Bantuan pelaksanaan reformasi kebijakan untuk menjamin adanya insentif yang baik terhadap pengelola hutan yang baik, maupun sangsi yang tegas terhadap pelanggar kebijakan kehutanan.

2. Pengurangan konsumsi dan investasi yang menyebabkan terjadinya penebangan dalam hal liar. Upaya yang dilakukan dalam hal ini antara lain:
a. Mendorong peningkatan penggunaan kayu legal dan berasal dari hutan yang dikelola secara lestari
b. Mendorong pihak bank dan lembaga keuangan untuk mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial dalam melakukan uji kelayakan terhadap investasi di bidang kehutanan.

Aspek Legalitas dalam Peredaran Hasil Hutan
Dari berbagai hal diatas, legalitas merupakan hal yang lebih diperhatikan dalam peredaran hasil hutan kayu daripada kelestarian, hal ini berdasarkan pada berbagai kondisi antara lain:

1. Terlalu banyak biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan hutan secara lestari, sementara insentif yang diterima dari proses pengelolaan lestari ini sangatlah kecil. Hal ini karena pasar lebih menerima kayu dengan harga murah, yang kebanyakan berasal dari eksploitasi ilegal.

2. Tidak adanya kesepakatan internasional mengenai definisi pengelolaan hutan secara lestari, sehingga perhatian terhadap aspek legalitas menjadi pragmatis dan memberikan suatu peluang yang baik untuk melarang produk yang berasal dari perusakan hutan memasuki pasar Eropa.

Fokus terhadap aspek legalitas memang tidak memberikan solusi terhadap upaya pelestarian dalam proses pengelolaan hutan. Tetapi paling tidak melalui aspek legalitas ini, dapat diambil langkah-langkah penting yang dapat mereduksi peredaran kayu ilegal, sehingga peredaran kayu di pasaran hanya didominasi oleh kayu legal. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kayu dengan status legal berasal dari areal pengelolaan yang jelas dengan verifikasi legalitas yang jelas pula.

Melalui berbagai upaya diatas, FLEGT mempunyai kepentingan langsung terhadap peredaran kayu ilegal di Uni Eropa. Dari rencana aksi yang sudah ada, FLEGT berupaya untuk memerangi penebangan liar, melarang kayu ilegal memasuki pasaran eropa dan mendorong penggunaan kayu legal. Tetapi pelaksanaan hal tersebut sangat bergantung adanya kesepakatan terhadap definisi kayu legal yang sebenarnya, sehingga melalui definisi tersebut dapat digunakan untuk memeriksa legalitas kayu yang bersangkutan. Selama ini, legalitas kayu kebanyakan dilihat dari adanya sistem lacak balak yang dapat digunakan untuk mengetahui asal kayu. Dengan lacak balak ini, minimal dapat diketahui blok asal kayu yang telah diolah, sehingga kayu tersebut tidak tercampur dengan kayu lain yang tidak jelas, yang diduga merupakan hasil curian. Selain lacak balak, FLEGT menganggap perlu adanya penerbitan lisensi terhadap legalitas kayu yang telah diverifikasi, tentunya oleh lembaga yang berkompeten.

Verifikasi Legalitas
Uni Eropa merupakan pasar utama dalam pemasaran kayu. Dengan adanya kenyataan ini, Uni Eropa menyadari mempunyai tanggung jawab untuk memberantas kegiatan penebangan liar dengan tidak membiarkan kayu dengan status ilegal memasuki pasaran eropa. Karena kayu tropis yang dipasarkan di Uni Eropa berasal dari berbagai negara, maka setiap tahapan verifikasi terhadap legalitas kayu harus cukup fleksibel, sesuai dengan kebijakan kehutanan yang diterapkan pada satu negara. Dalam hal ini, setiap negara perlu mengusulkan lembaga yang kompeten untuk melakukan verifikasi legalitas, lacak balak dan penerbitan lisensi yang menunjukkan legalitas kayu yang di ekspor. Dari setiap tahapan verifikasi dapat ditunjuk lembaga yang berbeda, dan bahkan dimungkinkan untuk menunjuk lembaga yang independen, yang tidak terpengaruh terhadap adanya konflik kepentingan.

Sistem verifikasi terhadap legalitas kayu sangat berkaitan erat dengan berbagai hal maupun kebijakan yang sebelunya sudah ada, antara lain lacak balak. Dengan proses lacak balak, dapat diketahui asal-usul kayu, dari mulai berbentuk pohon hingga produk akhir yang dihasilkan. Tetapi karena banyaknya tahapan pelacakan mulai dari awal hingga pembuatan produk akhir, maka terdapat resiko tercampurnya kayu ilegal dengan kayu legal dalam setiap proses pelacakan. Dengan adanya resiko ini, maka tahapan verifikasi seharusnya dilakukan di setiap proses pelacakan. Proses pelaksanaan verifikasi dilakukan dengan prinsip efisiensi, sehingga dalam menentukan mekanisme lacak balak yang paling tepat dari setiap negara produsen harus dipertimbangkan kondisi negara masing-masing. Tetapi secara umum, sistem lacak balak yang digunakan dalam bidang kehutanan termasuk:

1. Skim sertifikasi pengelolaan hutan, dengan dilakukannya penilaian kinerja yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
2. Verifikasi untuk mendukung pengelolaan rantai pasokan dalam merencanakan pengangkutan bahan baku kayu bulat ke industri perkayuan
3. Sistim pengelolaa pendapatan pemerintah dari sektor kehutanan yang saat ini digunakan untuk pengumpulan berbagai pungutan, pajak dan pungutan pajak ekspor.

Pada setiap tahapan lacak balak, bentuk pengendalian yang paling sederhana adalah proses pemeriksaan terhadap kelengkapan surat-surat yang diperlukan, sehingga berbagai dokumen tersebut dapat diperiksa silang. Lembaga penelitian kehutanan Perancis, CIRAD-Foret telah mengembangkan cara yang murah, dimana karakteristik kayu bulat dicatat dengan menggunakan dokumen berupa bukti palsu. Catatan pemeriksaan menyilang antara penebangan dan pengolahan membuat sulit untuk mangganti kayu legal dengan ilegal dalam sistim ini. Data-data berupa catatan kayu tersebut kemudian disimpan sebagai data dasar di dalam komputer.

Perjanjian Kemitraan Sukarela
Hingga saat ini, tidak ada mekanisme praktis yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengeluarkan kayu ilegal dari pasar Uni Eropa. Dengan adanya masalah ini, maka FLEGT mengusulkan pengembangan Perjanjian Kemitraan Sukarela antara Uni Eropa dengan negara produsen. Dalam kerjasama ini, kayu yang diproduksi negara produsen secara legal dan diekspor ke Uni Eropa akan diidentifikasi dengan cara pemberian lisensi yang dikeluarkan oleh negara mitra FLEGT. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya kayu ilegal ke pasar Uni Eropa, karena tanpa lisensi dari negara mitra FLEGT yang bersangkutan, kayu yang berusaha masuk ke pelabuhan impor di negara-negara Uni Eropa akan ditolak. Tujuan lain dari dibuatnya perjanjian kerjasama sukarela adalah untuk memperkuat kembali kemampuan negara mitra dalam mengendalikan penebangan liar, dan menawarkan mekanisme untuk mengeluarkan kayu illegal dari pasar Uni Eropa. Perjanjian tersebut akan disusun dengan diskusi yang terperinci antara Uni Eropa dengan negara mitranya, termasuk mengumpulkan pandangan negara produsen mengenai bagaimana mendefinisikan dan memverifikasi masalah legalitas. Rincian perjanjian untuk setiap negara mitra akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi negara mitra yang bersangkutan, tetapi dalam beberapa bagian perjanjian isinya lebih kurang sama. Semua negara mitra perlu menyetujui definisi legalitas, dengan menunjukkan komitmen untuk memiliki struktur legal dan adminitratif dalam proses verifikasi terhadap legalitas kayu yang diekspor, antara lain:

1. Menjamin bahwa undang-undang kehutanan yang berlaku adalah konsisten, dapat dimengerti, dapat ditegakkan, dan mendukung prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari
2. Mengembangkan sistim dan teknik administrasi yang dapat dipercaya untuk memastikan bahwa kegiatan penebangan telah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan untuk melacak kayu mulai dari lokasi penebangan sampai pelabuhan ekspor
3. Mengembangkan prosedur perizinan ekspor kayu yang ditebang secara legal.

Dalam memenuhi berbagai tujuan di atas, beberapa negara mitra akan memerlukan penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas yang cukup besar. Pengembangan ini akan berhubungan juga dengan proses konsultasi yang sangat luas dengan para stakeholders dalam menentukan undang-undang atau peraturan mana yang akan dimasukkan dalam mendefinisikan kayu ilegal. Posisi Uni Eropa dalam hal ini akan membantu negara mitra untuk sepenuhnya mengerti bahwa kegiatan yang berkaitan dengan FLEGT merupakan bagian integral yang bertujuan untuk kelestarian hutan.

Perjanjian kerjasama sukarela yang dilakukan dengan negara mitra FLEGT akan memberikan beberapa keuntungan bagi negara mitra yang bersangkutan, antara lain:
1. Meningkatnya akses ke pasar Uni Eropa, karena kebijakan pemerintah dan swasta semakin mengharuskan penggunaan kayu legal
2. Meningkatnya pendapatan negara dari pajak dan pungutan yang mestinya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk pemberlakuan sistem lisensi ini
3. Sebagai alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu pemberantasan kegiatan ilegal
4. Sebagai dasar dalam penyusunan kerangka mekanisme yang dibuat untuk membantu sistim pelacakan dan verifikasi kayu yang disertifikasi dari hutan yang dikelola secara lestari.

Perjanjian kerjasama yang ada tidak secara instan mampu menghentikan masuknya kayu ilegal ke pasar Uni Eropa. Tetapi, dengan semakin meningkatnya jumlah pelanggan yang menghendaki pembelian kayu legal, maka negara yang mempunyai masalah dengan penebangan liar tetapi tidak turut serta dalam perjanjian kerjasama sukarela ini kemungkinan akan mengalami penurunan volume penjualan di Uni Eropa.

FLEGT dan aturan WTO
FLEGT mengusulkan pembuatan Perjanjian Kemitraan Sukarela, dimana kayu yang diproduksi secara legal dan diekspor ke Uni Eropa akan diketahui dan diberikan lisensi yang diterbitkan oleh negara produsen(Mitra FLEGT), sedangkan kayu ilegal yang tidak diketahui asal-usulnya akan dikeluarkan dari Uni Eropa. Karena setiap pembatasan perdagangan kemungkinan besar harus tunduk kepada aturan WTO(World Trade Organisation), timbul pertanyaan apakah hal yang diusulkan Uni Eropa ini tidak menyalahi peraturan perdagangan internasional.

Dalam kaitannya dengan perdagangan kayu, lisensi yang diberikan hanya berlaku untuk kayu impor yang masuk ke Uni Eropa dari negara-negara mitra FLEGT. Persyaratan yang berlaku dalam tata niaga ini disepakati oleh kedua belah pihak secara sukarela dan sifatnya bilateral antara Uni Eropa dan setiap negara Mitra FLEGT, sehingga hal ini sepertinya tidak memungkinkan bahwa negara yang turut dalam perjanjian seperti itu akan menempatkan dirinya untuk bertentangan dengan WTO.

Keuntungan yang diperoleh negara ketiga untuk menentang Uni Eropa yang turut serta dalam perjanjian FLEGT juga tidak jelas, karena tidak ada kepentingan ekonomi baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menjadi diragukan apakah negara ketiga dapat mempertentangkannya dengan aturan WTO. Dengan demikian, kemungkinan adanya tantangan sangatlah kecil, apabila tidak mau dikatakan tidak ada.

Sistem perdagangan multilateral yang diterapkan WTO didasarkan pada seperangkat aturan yang disetujui oleh semua anggota WTO. Tentu saja aturan WTO dirancang untuk melindungi perdagangan legal, dan tidak mendorong perdagangan secara ilegal. Hal yang sama berlaku juga untuk FLEGT yang bertujuan memberantas produksi kayu ilegal dan perdagangannya. Berkaitan dengan lisensi pada uraian sebelumnya, dapat dengan jelas diketahui bahwa ekspor kayu dari negara mitra FLEGT yang tidak memiliki lisensi akan dianggap sebagai penyelundupan kayu ilegal, dan hal ini tidak bertentangan dengan aturan WTO dalam penerapan perjanjian bilateral yang bertujuan untuk memberantas kegiatan ilegal seperti ini.

Oleh karena itu, ketentuan perdagangan yang diusulkan tidak ada masalah dan tidak bertentangan dengan aturan WTO. Tindakan ini akan mempunyai sasaran tepat dilakukan terhadap produk kiriman dan bukan pada negara atau perusahaan tertentu dengan tujuan akhir adalah mencegah aliran perdagangan ilegal, dan bukan legitimasi terhadap perdagangan tersebut (HW/2005).

Tulisan ini merupakan ringkasan dari Penjelasan Singkat FLEGT, yang dipersiapkan oleh Uni Eropa sebagai informasi dalam diskusi mengenai Rencana Aksi Uni Eropa untuk Penegakan Hukum dibidang Kehutanan, Tata Kelola dan Perdagangan(Forest Law Enforcement, Governance and Trade-FLEGT).

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top