Jakarta 30 Oktober 2023. Pada tanggal 29 September 2023 lalu, Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kembali menerima permohonan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya yang di mohonkan oleh Kementerian ATR/BPN. Dua minggu berselang atau pada tanggal 13 Oktober 2023, barulah FWI mendapatkan Salinan Memori PK yang dikirimkan oleh Panitera PTUN Jakarta dan harus menjawab memori PK tersebut paling lambat sebelum 29 Oktober 2023. Apakah kami heran? Tentu saja tidak. Karena selain memang sudah mengenal tabiat Kementerian ATR/BPN yang getol membangkangi hukum soal putusan dokumen HGU terbuka untuk publik, persoalan pengajuan PK kedua ini sudah pernah kami dengar sewaktu bertemu dengan pihak Kementerian ATR/BPN di acara rilisi media yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait Rekomendasi[1] putusan Mal Administrasi dan penundaan berlarut yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN terkait dokumen HGU ini.
Rekomendasi dari ORI berisi setidaknya 2 poin penting, yaitu: Pertama, melaksanakan pemberian informasi kepada Forest Watch Indonesia (FWI) sebagaimana putusan** yang menyatakan bahwa dokumen HGU adalah informasi publik dan terbuka untuk publik. Kedua, mengkoordinasikan mekanisme pemberian informasi tersebut kepada FWI selaku pelapor. “Desember nanti kasus sengketa informasi terkait dokumen HGU akan merayakan Ulang Tahunnya yang ke Delapan, suatu proses yang sangat memalukan dan tidak akan ditemukan di belahan dunia manapun dimana suatu lembaga negara (Kementerian ATR/BPN), bisa dengan sadar dan sengaja melakukan pembangkangan hukum terhadap suatu putusan pengadilan dan ironinya semua perangkat hukum yang ada di Negara ini tidak bisa melakukan apa-apa dan cenderung tutup mata“, Ujar Agung Ady, Juru Kampanye FWI.
Alasan Kementerian ATR/BPN mengajukan PK ke-II juga merupakan substansi yang dicari-cari dan tidak sama dengan kasus yang terjadi antara Kemen ATR/BPN dengan FWI. Pertama yaitu soal Putusan Komisi Informasi Provinsi Sumatera Utara Nomor 14/PTS/KIP-SU/IV/2015 bertanggal 16 April 2015 yang memutuskan bahwa permohonan informasi ditolak karena Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara tidak memiliki maupun menguasai informasi HGU yang diminta oleh Suherly Harahap. Sedangkan dalam kasus Kementerian ATR/BPN, mereka terbukti menguasai informasinya. Kedua, terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 58K/TUN/KI/2022 yang intinya soal objek sengketa Sertipikat Hak Milik (SHM). Sedangkan informasi yang menjadi objek sengketa kami adalah HGU, sehingga Menteri ATR/BPN juga salah mendalilkan hal tersebut. Ketiga, terkait putusan Mahkamah Agung Nomor 262K/TUN/KI/2019 jo. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya Nomor 25/G/KI/2018/PTUN.PLK yang intinya adalah terkait dengan peta SHP perusahaan kelapa sawit yang sudah memperoleh HGU. Sedangkan dalam Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015, Forest Watch Indonesia tidak meminta dokumen peta dalam bentuk SHP.
Dengan demikian, berdasarkan uraian pada diatas, Kemen ATR/BPN telah salah dalam mengajukan putusan-putusan tersebut untuk mendalilkan bahwa ada pertentangan dengan Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015. Hal ini mengingat materi atau hal yang diputuskan dalam Putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 057/XII/KIP-PS-M-A/2015 berbeda dengan putusan-putusan sebagaimana diuraikan diatas. Oleh karena itu, dalil-dalil Menteri ATR/BPN dalam Memori Peninjauan Kembali Ke II harus ditolak, sehingga Peninjauan Kembali Ke II pun harus dinyatakan ditolak.
Tanggal 30 Oktober 2023 di tengah ketidakpatuhan lembaga negara terhadap UU KIP, digelar secara hybrid kegiatan oleh Kementerian Komisi dan Informasi (Kominfo) beserta dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) mengenai pembahasan revisi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008. Kominfo mendapatkan temuan permasalahan dalam implementasi UU KIP yang terbagi kedalam 7 klaster, yakni Pemohon dan Badan Publik, Proses Pengelolaan Informasi Publik, Komisi Informasi, Informasi Publik, Penyelesaian Sengketa, Pasca Putusan Komisi Informasi, dan Pasal-Pasal yang perlu direvisi. Kominfo menggaris bawahi bahwasanya terdapat lemahnya kekuatan putusan dan lemahnya eksekusi putusan Komisi Informasi. Komisi Informasi Pusat di tengah kesempatan kegiatan menerangkan bahwa terdapat dua subfaktor yang dinilai relevan dijadikan dasar untuk mengevaluasi sejauhmana UU ini diterapkan, yaitu subfaktor (1) publicized laws and government data yaitu sejauhmana publikasi informasi oleh badan publik, (2) right to information yaitu sejauhmana badan publik memberikan informasi yang diminta pemohon.
“Revisi UU KIP seharusnya responsif, bahwa terdapat fenomena yang luar biasa yang sedang diperankan oleh Kementerian ATR/BPN dengan melakukan pembangkangan terhadap putusan Komisi Informasi Pusat. Potret sengketa informasi antara FWI VS. Kementerian ATR/BPN merupakan kinerja buruk penegakan hukum di Indonesia dalam konteks pemenuhan hak atas informasi. Tantangan Revisi UU KIP pun seharusnya mampu menundukan secara hukum Kementerian ATR/BPN terhadap UU KIP” tutup Anggi Putra Prayoga.
Catatan Editor :
- Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28 ayat (1) Undang Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria).
- **Putusan Komisi Informasi Pusat No 057/XII/KIP-PS-M-A/2015 Antara Forest Watch Indonesia dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI: https://fwi.or.id/publikasi/putusan-sengketa-informasi-antara-fwi-dg-kementerian-atruangbpn/
- **Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No 2/G/KI/2016/PTUN-JKT Antara Forest Watch Indonesia dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI: https://fwi.or.id/publikasi/putusan-ptun-atas-sengketa-informasi-antara-fwi-dg-kementerian-atruangbpn/
- **Putusan Mahkamah Agung No 121 K/TUN/2017 Antara Forest Watch Indonesia dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI : https://fwi.or.id/publikasi/putusan-mahkamah-agung-republik-indonesia/
- 22 Agustus 2017, FWI melaporkan kasus dugaan Mal Administrasi dan Penundaan Berlarut ke Ombudsman RI
- 25 Maret 2019, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Buka Data HGU melaporkan Menteri ATR/BPN ke Bareskrim Polri https://fwi.or.id/koalisi-masyarakat-sipil-buka-data-hgu-laporkan-menteri/
- 6 Mei 2019, SE Deputi Kemenko yang berisi upaya perbaikan tata kelola sawit dengan menutup data HGU & tidak boleh mengeluarkan informasi kepada para pihak dengan alasan melindungi informasi sawit.
- 27 Mei 2019, Ombudsman RI menerbitkan LAHP (Laporan Akhir Hasil Penilaian) yang intinya menyatakan adanya Maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN atas penundaan berlarut putusan MA.
- Oktober 2019, ATR/BPN mengajukan PK atas putusan MA 121 K/TUN/2017.
- 6 Februari 2020, FWI bersama Koalisi Moratorium Sawit melakukan Audiensi dengan Menteri ATR/BPN, dan Pak Menteri bilang bahwa “belum akan membuka HGU ke publik sampai ada putusan pengadilan [PK]”.
- **16 Maret 2021, Panitera PTUN Jakarta melalui surat pemberitahuan Peninjauan Kembali menginformasikan bahwa PK yang diajukan oleh Kemen ATR/BPN telah ditolak sesuai Putusan PK 61 PK/TUN/KI/2020. (https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaeb9da18be6741ab0e3313131373532.html)
- 30 Desember 2022, putusan rekomendasi ORI bernomor : 0002/RM.03.01/0750.2017/XII/2022 https://ombudsman.go.id/produk/lihat/767/16_file_20230328_094150.pdf
- 29 September 2023, Kementerian ATR/BPN mengajukan PK ke-II. Memori PK diterima oleh FWI pada tanggal 13 Oktober 2023.
- 27 Oktober 2023, FWI menyerahkan kontra memori PK ke-II ke PTUN Jakarta.