Pulau Halmahera memiliki banyak keajaiban alam – gunung berapi, pulau-pulau kecil, dan ekosistem hutan hujan dengan keanekaragaman hayati yang endemik. Salah satu keajaiban tersebut adalah Ekosistem Karst Sagea yang membentang seluas 5.174 hektare di sebelah timur Teluk Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Indonesia Timur. Ekosistem ini menyimpan keunikan yang belum banyak diungkap.
Karst
Perbukitan di sebelah utara Desa Sagea terbentuk dari batu gamping pada masa Paleosen – Eosen, sekitar 65 hingga 38 juta tahun yang lalu. Bukit ini tersingkap hingga hampir 1000 meter di atas permukaan laut dengan iklim tropis, sehingga proses karstifikasi berkembang dengan baik. Hal tersebut ditandai dengan berkembangnya morfologi bentang alam karst di permukaan (ekso karst) dan di bawah permukaan (endo karst).
Di perbukitan karst Sagea banyak ditemukan sinkhole (lubang pembuangan air). Lubang- lubang tersebut secara kasat mata terlihat dari citra satelit dan memiliki ukuran berdiameter yang cukup besar sekitar 100-350 meter. Letaknya yang berada di tengah hutan belantara, menyebabkan sulitnya akses untuk menjangkau lubang-lubang tersebut. Hingga saat ini, belum banyak yang mengkaji kedalamannya dan mengungkap apa yang ada di dasar lubang tersebut.
Selain itu, karst Sagea berpotensi menyimpan sumber daya air yang sangat besar. setidaknya ada beberapa sungai permukaan (allogenik) di bagian utara -yang mengalir ke arah selatan dan masuk ke dalam sistem perguaan di karst Sagea, dan memiliki daerah tangkapan air (river basin) yang sangat luas.
Gua Raksasa
Karst Sagea memiliki gua-gua dengan lorong yang panjang dan ruangan (chamber) yang besar serta luas, juga memiliki jaringan sungai bawah tanah. Kehidupan organisme di dalam gua tersebut belum banyak eksplorasi dan diungkap secara saintifik, sehingga berpotensi memiliki tingkat endemisitas yang tinggi.
Gua Batulubang Bokimoruru merupakan salah satu sistem gua sungai bawah tanah yang terdapat dalam ekosistem karst Sagea. Eksplorasi yang dilakukan oleh APS Prancis antara tahun 1986 hingga 1990 berhasil memetakan gua Bokimoruru dengan panjang 8.685 meter. Hingga saat ini, gua Bokimoruru diakui sebagai sistem gua terpanjang di Pulau Halmahera.
Chamber di dalam gua Bokimoruru memiliki ukuran yang sangat luas, bahkan mungkin melebihi ukuran hanggar pesawat. Atap dan lantai gua dihiasi oleh berbagai ornamen berukuran raksasa berwarna putih. Tetesan air dari setiap ornamen tersebut menandakan bahwa proses pembentukan ornamen masih berlangsung. Beberapa gua lainnya seperti Gua Lagaelol dan Woiweget juga memiliki potensi sungai bawah tanah yang cukup deras. Seperti sungai di Gua Batulubang Bokimoruru, sungai bawah tanah Gua Legaelol berasal dari sungai allogenik yang masuk ke dalam gua.
SUNGAI BAWAH TANAH TERBESAR DI INDONESIA?
Sungai Sagea adalah bagian dari sistem sungai bawah tanah Gua Batulubang Bokimoruru, yang airnya muncul ke permukaan melalui mulut gua. Airnya sangat jernih dan mengalir sepanjang tahun dengan debit sekitar 7,3 m³/detik (APS, 1988). Debit ini cukup untuk memenuhi kebutuhan air dasar sekitar 1 juta orang per hari, setara dengan kebutuhan air penduduk Provinsi Maluku Utara.
Meskipun belum ada studi yang secara langsung mengungkap sumber aliran sungai bawah tanah Gua Bokimoruru, diyakini bahwa sebagian besar imbuhan airnya berasal dari Sungai Yonelo dan Sepo di utara. Kedua sungai permukaan ini mengalir ke arah selatan-tenggara dan masuk ke sistem perguaan di kawasan Karst Sagea, lalu muncul kembali sejauh enam kilometer di Gua Bokimoruru.
Di sisi lain, Sungai Sagea memiliki nilai penting bagi masyarakat Sagea. Sejak dahulu, air Sungai Sagea dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai sumber utama untuk minum, mandi, dan mencuci. Selain itu, masyarakat masih meyakini bahwa di sanalah tempat para leluhur mereka tinggal sekaligus menjadi jalur dan lokasi Arwahan. Setiap tahunnya masyarakat melakukan ritual untuk menghormati leluhur mereka.