“JANGAN USIK HUTANKU !,” dari hati sang pemburu

P1100471Disana kita jumpai balok – balok kayu merbau berukuran tebal 15 x 20cm dengan panjang 2,5m. Kayu tersebut adalah sisa babatan perusahaan dengan izin perkebunan kopi. Sungguh disayangkan memang, pohon yang dijaga selama berpuluh – puluh tahun kini menjadi bongkahan besar tanpa nilai story dan estetika. “Saya sungguh menyesal ketika perusahaan beroperasi saya sedang berkerja di Irian Jaya,” ungkap Pak Oce. Bapak Oce sempat berkerja selama 15 tahun di Papua, kala itu tidak ada Masyarakat Rebi yang berburu hingga area pembalakan tersebut.

Bapak Oce menunjukkan wajah menyesal tak berdaya hanya mampu bersedih dengan apa yang terjadi pada hutannya. lagi – lagi ia katakan “disinilah tempat saya menggantungkan hidup, hutan inilah yang diwariskan nenek moyang kami.” Tanpa terlihat lagi emosi yang terukir di wajahnya.

“Ketika saya masuk hutan, tujuan saya adalah berburu. Masyarakat lainnya berburu disaat musim angin barat dan melaut di saat musim angin timur, tapi saya lebih memilih berburu di musim angin timur maupun angin barat. Banyak yang dapat saya buru, ada rusa, babi, kangguru, kasuari, kuskus, maleo, belut, kakatua, cendrawasih. Ya semuanya saya manfaatkan, jika hutan saya rusak maka tidak ada lagi binatang yang dapat saya buru. Semua binatang lari, mungkin punah. karena itu saya menolak datangnya perusahaan.” Begitulah yang Bapak Oce ungkapkan, karena khawatir hutannya dibabat habis perusahaan yang datang.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top