Kenapa ini selalu terjadi? secara jujur aku ingin katakan bahwa hal ini seharusnya tidak terjadi ketika aku ingin ngobrol-ngobrol dengan kawan2 seperguruan dari sempur kaler no 26. Tapi apa boleh buat, hal ini terjadi lagi karena diriku, walaupun ini mungkin saja karena dorongan subjektivitasku melihat keadaan. Jujur gila….aku secara pribadi kagak suka melakukannya….it’s enough…seperti bahasa orang batak.
Kembali ke suatu waktu di hari senin pada bulan juni 2008, aku mengajak kawan2 seperguruan untuk ngumpul di pendopo samping. Dimulai dengan membicarakan kegiatan2 ataupun jurus-jurus yang sedang + telah dipelajari kawan2 seperguruan selama dua minggu yang lalu. Setelah itu, kami melanjutkan obrolan tentang persiapan pertemuan akbar bagi para anggota pendopo sempur kaler. Istilah yang sering dipakai adalah PERSIM (pertemuan bagi para tukang intip hutan).
Nah… ini dia, seperti judul tayangan pada sebuah tv lokal yang berbau esek-esek, awal dari aku memberi judul tulisanku ini. Setelah selesai ngobrolin pertemuan akbar tersebut, obrolan kami dilanjutkan dengan ceramahku yang mungkin bagi sebagian kawan2 seperguruan sudah membosankan. Aku mulai mengeluarkan jurus-jurus aji mumpung, dari kondisi krisislah, aku lagi stress lah, persoalan maen game, masalah yang kagak beres-beres lah, dan masih banyak lagi sampe aku lupa untuk menyebutkannya satu per satu.
Mungkin karena semangatnya, aku tidak sadar bahwa kawan2 seperguruanku sudah gerah dengan celotehanku yang tak berguna itu. Ada yang asyik menggambar, ada yang asyik mencoret-coret, tapi ada pula yang menerawang, malah ada yang sudah masa bodoh, walaupun ada juga yang masih setia mendengarkan. Tapi pada umumnya, yang kuperhatikan adalah wajah-wajah mutung karena celotehan ku tersebut.
Besok harinya pasca pertemuan tersebut aku dan sebagian kawan ngumpul lagi di pendopo samping. Tapi untuk kali ini, aku lebih banyak menjadi pendengar saja karena kawan2 sedang mendiskusikan peluang2 kerjasama dengan perguruan silat lainnya untuk menemukan jurus-jurus baru. Ketika aku mengikuti jalannya diskusi, aku tanpa bermaksud tertentu, buku jurus kawan seperguruan yang berada di sebelah terbaca olehku. Yang menarik adalah sepotong kalimat “Bull Shit” dari sekumpulan catatan di bukunya. Setelah aku amat-amati….aku sadar bahwa penggalan kalimat tersebut adalah wujud ekspresi dan respons yang spontan dari dia atas ceramah ku kemaren. Dengan sedikit iseng dan yang pasti karena dorongan keingintahuanku, aku menanyakan sepenggal kalimat tersebut ke kawan seperguruanku itu.
Dia dengan agak gugup menjawab…nggaaaaak…itu nggak penting kog. Tapi karena momen itu, aku mengajak kawan2 seperguruan untuk ngobrolin tentang bagaimana seharusnya pendopo sempur kaler ke depan. Dimulai dengan aku menanyakan pendapat kawan2 seperguruan tentang sejak terjang ku selama ini di pendopo, pendapatku terhadap kawan2 seperguruan, mimpi-mimpi, sampai kepada siapa calon pemimpin baru di perguruan ini.
Dari lontaran kawan2 seperguruan, ada yang menyebutkan aku kurang tegas, ada yang mengatakan aku suka marah-marah, terkesan pilih kasih dan kaku, ada juga yang mengatakan aku kurang memberikan asperasi kepada kawan2 seperguruan, bahkan ada yang mengatakan aku bukanlah seorang kakak seperguruan yang baik. Aku tertegun mendengarnya, tapi bagiku ini menjadi hal yang sangat langka dan berharga karena kawan2 seperguruan mau memberi kritik tajam terhadap diriku. Bekal ini yang akan aku bawa bila suatu saat aku diijinkan akan mengurus perguruan silat lain.
Obrolan tersebut kemudian dilajutkan dengan usulan agar aku menceritakan tentang perguruan kita ini. Aku mengatakan bahwa pada awalnya aku memiliki espektasi (expectation) yang sangat tinggi dari kawan2 seperguruan untuk memajukan perguruan sebagai sebuah tim. Kita sebagai team work, dengan segala kekurangan dan keterbatasan, punya semangat sama, punya mimpi yang sama, untuk membagun perguruan ini dengan segala cara. Karena aku juga tau kapasitasku yang hanya pas-pasan. Walaupun pada perjalanannya, apa yang diimpikan tidak bisa direalisasikan sepenuhnya. Ketika aku merasa bahwa ada beberapa anggota seperguruan tidak berjalan sesuai dengan harapan, pencapaiannya kurang memuaskan, hanya memikirkan diri sendiri, kadangkala akan membuat ku menjadi suntuk dan akhirnya terekspresi dengan marah-marah, terlihat kaku dengan beberapa orang, terkesan pilih kasih, menjengkelkan dan lain sebagainya. Semoga ini bukan pembenaran dariku saja, ketika aku merasa kurang mampu memimpin perguruan ini.
Tetapi bagiku obrolan kemaren, menjadi sebuah titik pengharapan agar perguruan ini semakin besar sesuai dengan cita-cita ketika perguruan ini didirikan. Apalagi dengan nantinya ada pemimpin yang baru, dan mungkin saja lebih progressif dan inovatif dibanding diriku, akan membawa spirit dan suasana baru bagi kawan2 seperguruan dan perguruan ini sendiri.
Sukses kawan2 dan semoga semakin maju perguruan ini …i miss you all, i will back someday and i am promise it. /end