Bali, 5 November 2023. Pemanfaatan bioenergi menjadi masif ketika Indonesia dan dunia menjadikannya sebagai energi terbarukan dan menimbulkan ancaman deforestasi. Dalam beberapa dokumen kebijakan energi Indonesia seperti kebijakan energi nasional, rencana umum energi nasional, bahkan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan, Bioenergi diprospek dapat meningkatkan target porsi bauran energi nasional. Indonesia memiliki target 23 persen pada tahun 2025 bauran energi baru terbarukan, yang harus dicapai dengan dalih sebagai upaya pengurangan emisi nasional yang juga sejalan dengan target NDC yang diajukan kepada sekretariat UNFCCC. Bioenergi terutama biomassa kayu yang digunakan sebagai pengganti batu bara pada beberapa PLTU dihasilkan dari kerusakan sumber daya alam, terutama deforestasi pada hutan alam yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati tinggi pada beberapa tipe ekosistem.
KLHK tengah membangun hutan tanaman energi guna menyuplai kebutuhan produksi biomasa kayu. Nilainya untuk memenuhi kebutuhan nasional saja mencapai 8 juta ton wood pellet per-tahun. Ada 31 perusahaan HTE di Indonesia dengan luas konsesi mencapai 1,3 juta hektare dan baru 13 yang sudah menyatakan sebagai implementor serta melakukan perencanaan usahanya. Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan FWI, Anggi Putra Prayoga menerangkan bahwa ada sejumlah hutan alam yang sudah dikorbankan dalam upaya memenuhi pasokan biomassa kayu, nilainya mencapai 55 ribu hektare. Hutan alam yang dikorbankan ini merupakan ekosistem penting sebagai habitat spesies kunci yang dilindungi undang-undang, yakni Harimau Sumatera dan Gajah.
Kemudahan investasi dan sistem perizinan menjadi jalan konsesi perusahaan untuk mengusahakan hutan tanaman energi melalui skema multiusaha kehutanan, sehingga memperluas kemungkinan deforestasi untuk memenuhi target produksi biomasa. KLHK sendiri menargetkan pembangunan hutan tanaman baru seluas 6 juta hektare yang akan dipenuhi melalui penerbitan izin baru (pada HPH dan PS), serta multiusaha kehutanan, kemitraan dan kerjasama PS. Oleh karena itu kami, FWI memproyeksikan hutan alam yang harus dikorbankan dari upaya memenuhi kebutuhan biomasa kayu yang dijadikan sebagai bioenergi dapat mencapai 4,65 juta hektare, tutup Anggi.
Direktur LTB, Yudha menambahkan bahwa konsesi HTE di Jambi telah menguasai hutan dan lahan di Kabupaten Merangin dan Sarolangun. Selain deforestasi, hutan yang hilang merupakan ruang hidup masyarakat Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, tegas Yudha.
Isu bioenergi di internasional merupakan termasuk ke dalam kejahatan lingkungan. Dimana ada banyak sekali pembangkit listrik yang menggunakan biomasa kayu sebagai energi final pengganti batu bara. Tren transisi energi memaksa negara-negara di bagian utara untuk menghentikan penggunaan batu bara. Biomasa kayu dalam pembakaran di pembangkit listrik dianggap netral karbon karena berasal dari tumbuhan yang ditanam (hutan tanaman). Meskipun kenyataannya bukan, karena negara-negara di bagian selatan lah yang harus menanggung beban produksi untuk menyuplai kebutuhan biomassa kayunya. Peg dari Environmental Paper Network (EPN) turut menambahkan bahwa transisi energi yang masih menggunakan biomasa kayu akan menghantarkan kita pada situasi jurang-jurang transisi. Ketidakadilan dalam penggunaan biomassa kayu dimana negara bagian selatan harus menanggung kerusakan lingkungan dan penyumbang emisi, yang merupakan kolonialisme iklim, tutup Peg.
Program Manajer Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani menerangkan bahwa di Indonesia biomasa kayu digunakan sebagai energi pengganti batu bara. Setidaknya ada sekitar 52 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia yang akan melakukan cofiring (pembakaran bersama biomasa) dalam porsi 5 sampai 10 persen. Selain itu dalam kebijakan energi kita, tiap-tiap provinsi diwajibkan minimal membangun Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa (PLTBm). Ini merupakan solusi palsu dalam mengatasi krisis iklim karena masih melakukan “bakar-bakar”, tegas Amalya.
Somang mewakili Solution for Our Climate dalam kegiatan Biomass Regional Working Group Meeting juga turut menyampaikan penilaiannya bahwa biomasa sebagai bioenergi harus segera dihapuskan. Kegiatan yang diselenggarakan melalui kerjasama FWI, Trend Asia, dan YLBHI selama tanggal 3-5 November di Bali tersebut membahas tematik isu yakni Finance, Asia Pacific, Hak Asasi Manusia, Supply Chain, dan Deforestasi. Kegiatan yang dihadiri dari berbagai organisasi nasional seperti Sains, HuMA, YLBHI, Walhi Eknas, AMAN, LTB, Linkar Borneo, Walhi Papua, LSBH NTB, LBH Makassar, JPIK, DDA serta organisasi dari Jepang, Korea, dan Australia (Global Environmental Forum, Global Forest Coalition, Friends of The Earth, Solution for Our Climate) pun menyepakati bahwa biomasa harus dihapuskan dari klausul bioenergi karena merupakan solusi palsu.