Jakarta, 12 Februari 2018 – Lebih dari 30 ribu orang mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil untuk patuhi putusan Mahkamah Agung melalui petisi change.org/BukaInformasiHGU.
Dalam petisi yang digagas oleh Forest Watch Indonesia (FWI) itu, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil dianggap tidak patuh hukum karena menutup rapat informasi yang seharusnya milik publik, yaitu dokumen Hak Guna Usaha (HGU).
FWI telah memenangkan gugatan hingga ke Mahkamah Agung agar Sofyan Djalil buka dokumen HGU. Melalui putusan MA, dokumen HGU telah dinyatakan sebagai informasi yang terbuka untuk masyarakat. Namun, sudah 11 bulan sejak putusan MA, Menteri Sofyan Djalil belum juga melaksanakan putusan tersebut.
Menurut FWI, sikap Menteri Sofyan Djalil itu sangat merugikan masyarakat. Dalam petisinya, FWI menceritakan tentang Petrus Asuy dan masyarakat adat Muara Tae di Kalimantan Timur yang berjuang selama 46 tahun mempertahankan wilayah mereka dari usaha perampasan oleh perusahaan. Dari 10 ribu hektare wilayah Muara Tae, 94% jadi lahan sawit dan tambang. Sedangkan hanya 6% milik masyarakat adat.
“Di delapan provinsi, termasuk Kalimantan Timur, ada 1,52 juta hektare wilayah adat tumpang tindih dengan konsesi-konsesi perusahaan. Acapkali tumpang tindih di lokasi yang sama adalah akibat dari informasi yang tidak akurat. Minimnya akses terhadap informasi juga sering menyebabkan kelompok masyarakat kalah dalam sengketa/konflik yang menyangkut penguasaan hutan dan lahan,” kata FWI dalam petisinya.
Linda Rosalina, Juru Kampanye FWI mengatakan, “Tidak ada lagi alasan untuk menutup-nutupi dokumen HGU. Lebih dari 30 ribu suara masyarakat mendukung agar dokumen HGU dibuka. Menteri ATR/BPN harus berlapang dada menerima dan menjalankan putusan MA”.
Salah seorang penandatangan petisi Abdon Nababan mengatakan, “Menutup informasi publik itu sama dengan mempertahankan dan melindungi korupsi. Kita paksa Menteri ATR/BPN untuk proaktif berantas korupsi agraria dengan membuka data HGU ke publik.”
Sementara Boy Nasution yang juga mendukung petisi ini, menyoroti soal ketidakadilan terhadap masyarakat adat. “Republik ini adalah negara agraria. Tapi kenapa sangat susah buat masyarakatnya yang ingin bertani? Mengapa korporasi bisa mendapatkan lahan ribuan hektare yang sudah jelas ini hanya menguntungkan pribadi ataupun golongan tertentu saja? Sementara masyarakatnya sangat susah untuk dapat beberapa hektare saja,” kata Boy.
———————————
*Karena petisi masih berjalan, perubahan angka bisa cepat. Untuk mengetahui jumlah terakhir penandatangan petisi, klik di:
———————
Kontak Media Petisi Menteri ATR/BPN:
Agung Ady – Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (085334510487)
Desmarita Murni – Direktur Komunikasi Change.org Indonesia (0811793458)