THE UNREPORTED: Sebuah Paradoks Transisi Energi

Laporan Investigasi Jurnalis Kerja Sama Forest Watch Indonesia dan Mongabay Indonesia dengan Jaringan Transisi Energi Watch

Penggunaan biomassa kayu yang diklaim sebagai upaya pengurangan emisi menjadi upaya pemerintah dalam meningkatkan bauran energi terbarukan sebanyak 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Biomassa kayu akan dimanfaatkan pada 52 PLTU di Indonesia sebagai pengganti energi batu bara hingga porsi 10 persen (co firing) sesuai dengan pada dokumen RUPTL 2021-2030. Perusahaan Listrik Negara (PLN) berkomitmen akan memenuhi kebutuhan biomassa kayu tersebut, kira-kira 8 sampai 14 juta ton wood pellet per tahun melalui pembangunan hutan tanaman energi (HTE).

Transisi energi melalui pemanfaatan biomassa kayu ini memiliki konsekuensi signifikan terhadap sektor hutan dan lahan. FWI (2024) mencatat, praktek pembangunan HTE sejauh ini sudah mengakibatkan kehilangan hutan alam sebanyak 55 ribu hektare pada 13 konsesi perusahaan HTE yang sudah dinyatakan sebagai implementor. Deforestasi yang terjadi berupa hilangnya tutupan hutan alam yang direncanakan karena di dalam konsesi pembangunan HTE. Tanpa adanya upaya mitigasi perlindungan hutan, Hutan alam tersisa seluas 420 ribu hektare yang berada dalam 31 konsesi akan terdeforestasi secara terencana oleh proyek pembangunan HTE.

Lebih jauh lagi, jika praktek pembakaran di PLTU dan pemanfaatan biomassa diklaim sebagai upaya pengurangan emisi maka justru akan mendorong deforestasi yang lebih masif lagi. Hasil analisis FWI (2023) menyebutkan bahwa proyek pembangunan HTE diproyeksikan akan merusak hutan alam seluas 4,65 juta Ha yang berasal dari konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), HTI, dan PS melalui skema multi-usaha kehutanan.

FWI telah mengkompilasi fakta dan temuan bahwa transisi energi menjadi driver deforestasi baru. Implementasi pemenuhan biomassa kayu dari pembangunan HTE sebagai upaya pengurangan emisi adalah sebuah asimetris informasi, yang menyebabkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan.

Di Provinsi Jambi PT Hijau Artha Nusa (HAN) melakukan realisasi penanaman tanaman energi jenis sengon (Albizia sp.) seluas 64,5 Ha. Namun terbukti melakukan deforestasi hutan alam dengan cara land clearing seluas hampir 4 ribu Ha. Saat ini PT HAN sudah meninggalkan konsesinya di Kab. Merangin. Di Provinsi Aceh PT Aceh Nusa Indrapuri (ANI) diberikan konsesi oleh KLHK untuk membangun hutan tanaman energi di Kabupaten Aceh Besar dan Pidie dengan luas 97.768 Ha. Padahal KLHK memasukan ANI kedalam daftar perusahaan yang
dicabut.

Di Provinsi Kalbar, Kalsel, dan Kaltim pembangunan HTE akan dilakukan oleh 15 perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Tanaman (PBPH-HT) dengan total luas 580 ribu Ha. Total ketiga provinsi memiliki target mitigasi deforestasi terencana dan tidak terencana terluas di Indonesia dengan luas 2,3 juta Ha sesuai dokumen FoLU Net Sink 2030. Salah satunya akibat ekspansi pembangunan hutan tanaman baru dengan agregat nasional total 6 juta Ha untuk capai net sink 2030.

Di Provinsi Gorontalo pembangunan hutan tanaman energi dilakukan oleh 2 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mendapatkan pemutihan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pemenuhan biomassa kayu dilakukan dengan melakukan deforestasi hutan alam dan memanfaatkan kayunya untuk dijadikan wood pellet. Diketahui deforestasi dari bisnis ini mencapai 1,1 ribu Ha dengan total produksi wood pellet 23,6 ribu ton untuk ekspor ke Korea dan Jepang.

Transisi Energi Watch: Journalist Fellowship Program

Di Provinsi Kaltara pembangunan HTE dilakukan oleh perusahaan berinisial MHL yang dibebankan di atas hutan alam dengan luas 19 ribu Ha. Proses penerbitan izin dilakukan tanpa adanya prinsip keterbukaan informasi. Di tengah tantangan ini, transparansi tata kelola sumber daya alam menjadi kunci penting dalam upaya mitigasi pelepasan emisi dari deforestasi.

FWI menilai bahwa kinerja transparansi merupakan kunci dalam permasalahan ketimpangan informasi saat ini, yakni seperti hutan, deforestasi dan penguasaan lahan. Transparansi mendorong terjadinya penyebarluasan informasi, yang kemudian menciptakan prakondisi proses-proses partisipasi publik dalam mengawal setiap proyek
top to bottom yang berdampak pada hilangnya hutan alam dan terancamnya kehidupan kelompok marginal.

Transisi Energi Watch: Journalist Fellowship Program mengangkat tema utama “Kamuflase Transisi Energi’ dengan berfokus pada “Dampak pembangunan hutan tanaman energi dan dampak Co-firing, Biomassa kayu dan Full-firing”. Ada berbagai pilihan sudut pandang yang dapat digunakan, yakni aktor, industri, supply chain, deforestasi, lingkungan & masyarakat adat, dan kerugian negara. Rangkaian kegiatan Transisi Energi Watch: Journalist Fellowship Program meliputi seminar, workshop, pelatihan, dan pendanaan untuk jurnalis untuk melakukan peliputan mendalam dan penulisan.

Selengkapnya dapat diunduh pada tautan dibawah ini:
THE UNREPORTED: Sebuah Paradoks Transisi Energi
Published: Januari 31, 2025
Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top