Kelapa sawit adalah salah satu produk pertanian andalan di sebagian besar wilayah Indonesia dan Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan tingkat produksi secara nasional lebih dari 30 juta ton pada Tahun 2015 meskipun tingkat produktivitasnya masih di bawah Malaysia. Lebih dari tujuh puluh persen (70 persen) dari total produksi diekspor ke pasar internasional dengan pasar ekspor utama India, Eropa, dan China, serta lebih dari 60 negara lainnya . Pada awal Tahun 2017, pemerintah Indonesia mematok target produksi minyak sawit mentah sebesar 40 juta ton hingga Tahun 2020.
Besarnya kontribusi kelapa sawit terhadap ekspor, produk domestik bruto (PDB), peningkatan pendapatan pekebun, dan penyerapan tenaga kerja, menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas primadona Indonesia sekarang ini. Produksi sawit yang mencapai 17,4 juta ton dalam kawasan 6,7 juta hektare, dan ekspornya mencapai 11 juta ton CPO (crude palm oil) senilai US$ 6,2 milyar, turut menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar sawit di dunia.
Perkembangan dan pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit utamanya dibangun pada areal hutan konversi. Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan semakin menggila karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Demi mencapai maksudnya tadi, pemerintah banyak membuat program ekspansi wilayah kebun meski harus mengkonversi hutan.
Merujuk data Forest Wath Indonesia (FWI) Perkebunan Sawit telah terbukti sebagai penyumbang deforestasi langsung tertinggi. Pada 2009-2013, sekitar 500 ribu hektare hutan alam hilang akibat sawit. Selain itu, dalam persoalan kebakaran hutan dan lahan yang reguler terjadi di Indonesia ditemukan bahwa titik api terbanyak sejak 2000-2016 berada di perkebunan kelapa sawit (FWI, 2017). Akibat nyata dari deforestasi adalah hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Juga menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Disamping itu praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan sawit telah menyebabkan jutaan hektare areal hutan berubah menjadi lahan terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi pembangunan perkebunan sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Narahubung Isu Perkebunan Kelapa Sawit FWI:
Agung Ady Setiyawan | agung_ady@fwi.or.id | 085334510487