Kebun Energi IGL, Proyek HTE yang Mendorong Deforestasi Hutan Gorontalo

Ketika perusahaan hutan tanaman energi disebut, ingatan Miksel Rambi melayang ke  masa 11 tahun silam. Masih segar di ingatannya, saat hasil panen jagung milik adiknya  yang yang rusak akibat tidak memiliki tempat jemuran jagung karena perusahaan  melarang mengambil kayu di sekitar wilayah konsesi perusahaan untuk dijadikan  sebagai tempat jemuran darurat. Dengan mata berkaca-kaca Miksel Rambi menceritakan, lahan kebun adiknya sekitar 2  hektar sudah lama dikelola, sebelum perusahaan PT Inti Global Laksana (IGL) masuk  di Gorontalo pada tahun 2009. Setiap tahun adiknya membayar pajak bumi dan  bangunan (PBB).

Sebelum perusahaan datang, keluarga Miksel Rambi telah lama mengelola tanah  tersebut, bahkan mereka sudah mulai membersihkan lahan itu untuk ditanami jagung. Namun sebelum melakukan penanaman jagung perusahaan datang menyerobot lahan  untuk pembukaan jalan perusahaan. Dengan perasaan sedih keluarga miksel tetap  membiarkan pembukaan jalan perusahaan tersebut. “Lahan sudah dibersihkan adik saya sebelum perusahaan masuk. Saat perusahaan  membuka jalan, lahan adik saya terkena pembuatan jalan. Meskipun begitu adik saya  tetap menanam jagung di sisa-sisa lahan yang terkena jalan itu,” ujarnya.

Beberapa bulan kemudian, saat panen tiba adiknya ingin mengambil kayu di  perusahaan untuk pembuatan jemuran darurat jagung, sebagai orang yang bekerja  menjaga alat-alat perusahaan kemudian Miksel Rambi berinisiatif minta izin ke  perusahaan untuk mengambil kayu sebagai bahan baku pembuatan jemuran darurat  tersebut. Sayangnya niat baik Miksel ditolak perusahaan, hingga jagung hasil panen  adiknya rusak karena tidak mendapatkan tempat jemuran.

“Ini kan cuma penjemuran sementara, tidak sampai sebulan, supaya jagung ini tidak  rusak. Habis di pakai juga akan dibongkar karena hanya terbuat dari kayu. Tapi tetap  tidak dikasih izin,” kata Miksel. Merasa frustasi, adiknya yang bernama Refli Rambi kemudian menuju ke pos  penjagaan dan protes kepada petugas. Aksi ini kemudian berujung pada terbakarnya  salah satu pos milik perusahaan.

Warga Popayato, Miksel Rambi

Kejadian seperti ini tidak hanya dialami oleh Reflin Rambi, ada ratusan masyarakat  yang menjadi korban janji-janji perusahaan. Salah satu tokoh masyarakat di desa  Londoun menyatakan sejak perusahaan masuk pada tahun 2009 sudah banyak konflik  yang terjadi ditengah masyarakat. Mulai dari pelarangan pengambilan kayu bakar yang akan digunakan pada acara hari hari besar keagamaan seperti hari raya paskah, natal dan tahun baru. Begitu juga  dengan pengambilan rotan di wilayah konsesi mendapat larangan dari perusahaan.

“Untuk mengambil kayu bakar buat acara paskah saja perusahaan larang, begitu juga  untuk pengambilan rotan. Padahal ada beberapa masyarakat disini yang  menggantungkan hidupnya pada pencarian rotan,” ujarnya. Selain terjadinya konflik sosial, masyarakat juga dijanjikan oleh perusahaan untuk  difasilitasi pembuatan sertifikat tanah, diberi kayu satu kubik per keluarga, bibit jagung,  dan janjikan plasma seluas 2 hektar perkepa keluarga. Namun sampai saat ini tidak ada  yang terealisasi dari janji-janji tersebut.

Menanggapi hal itu, Direktur PT IGL Burhanuddin menegaskan tidak pernah  menjanjikan pembuatan sertifikat tanah karena perusahaan tidak memiliki  kewenangan untuk menerbitkan sertifikat tanah. “Pada saat momentum sosialisasi ada permintaan dari masyarakat soal sertifikat,  maka kami perusahaan dalam hal ini membantu pengurusan sertifikat,” kata  Burhanuddin. Kapasitas perusahaan hanya bisa membantu pengurusan sertifikat bersama pemerintah  desa dan pemerintah kecamatan. Pengurusan ini sudah dilaksanakan dan sementara  berproses.

Ancaman Deforestasi Terencana

Transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan akan menimbulkan masalah baru  bagi lingkungan. Pemanfaatan hutan alam untuk pemenuhan biomassa dari kayu akan  terus mendorong terjadinya deforestasi baru dan terencana yang mengintai berbagai  hutan alam di berbagai daerah Indonesia termasuk Gorontalo. Berdasarkan analisis Nusantara Atlas sejak januari 2023 sampai dengan agustus 2024,  setidaknya sudah 36 hektar hutan alam yang hilang atau terdeforestasi di wilayah konsesi PT IGL. Angka ini disinyalir akan bertambah besar melihat wilayah konsesi  perusahaan IGL luasannya sekitar 11.860,10 hektar.

Manager Community Development Officer (CDO) PT IGL, Zunaidi membenarkan ada  pembukaan lahan di areal perusahaan IGL tapi ini untuk pembukaan jalan perusahaan. Wilayah kerja perusahaan IGL ini sayangnya berdiri di atas hutan alam sehingga  pembangun kebun energi atau hutan tanaman energi tidak akan lepas dari upaya land  clearing dan deforestasi.

Manager kampanye, advokasi dan media Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra  Prayoga mengatakan, Implementasi pembangunan hutan tanaman energi dan kebun  energi oleh perusahaan yang sejauh ini selalu dengan pembukaan hutan dengan cara  land clearing. Bukang rehabilitasi di lahan kritis seperti yang digembar-gemborkan, oleh  karena itu deforestasi hutan alam tidak bisa terelakan dalam pemenuhan biomassa  kayu.

Dalam temuannya, FWI menyebutkan, perusahaan IGL memanfaatkan kayu hutan  dengan cara land clearing atau meng-deforestasi di dalam konsesinya untuk dijadikan  bahan baku wood pellet di perusahaan PT Biomassa Jaya Abadi (BJA). Perusahaan ini menurut FWI, berkomitmen untuk meng-deforestasi hutan alam agar  dapat memenuhi kebutuhan produksi. Pemenuhan bahan baku biomassa kayu ini  selalu diiringi pelepasan emisi yang justru menjauhkan dari target pengurangan emisi  dari sektor hutan, penggunaan lahan dan energi.

“Biomassa wood pellet diklaim sebagai sumber energi terbarukan karena dianggap  netral karbon. Padahal sesungguhnya tidak karena berasal dari deforestasi hutan  alam”, tulis FWI dalam laporannya. Dengan demikian apa yang dilakukan IGL ini tidak sesuai dengan tujuan transisi energi  yang sebenarnya. Bahkan tidak akan mencapai target pengurangan emisi dari sektor  hutan dan penggunaan lahan, dan juga akan meningkatkan laju deforestasi kawasan  hutan Gorontalo.

Deforestasi PT IGL yang terencana ini akan menambah cerita buruk hilangnya hutan  indonesia khususnya di wilayah Gorontalo. Pasalnya menurut data Global Forest  Watch, Gorontalo kehilangan 140 ribu hektar tutupan pohon sejak tahun 2001 hingga  2023. Angka ini setara dengan penurunan 14% tutupan pohon sejak tahun 2000, dan  setara dengan 96.5 Mt emisi CO₂e.

Sumber: nusantara atlas

Di Gorontalo, wilayah yang paling banyak kehilangan tutupan hutan adalah Pohuwato.  Dimana Sejak tahun 2001 hingga 2023, Pohuwato kehilangan 41.8 ribu hektar tutupan  pohon, setara dengan penurunan 10% tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara  dengan 28.9 mega ton emisi CO₂e. Pada laporan terbaru tim ilmuwan Global Carbon Project yang tertera dalam jurnal  Earth System Science menyebutkan, emisi karbon dioksida (CO2) global di tahun 2023  terus mengalami kenaikan, bahkan menduduki tingkat tertinggi dalam sejarah.  Indonesia Pun menempati posisi kedua sebagai negara penghasil emisi terbesar di  dunia.

Anggi mengatakan, pemanfaatan biomassa wood pellet sebagai sumber energi hanya  akan menghasilkan utang emisi karena berasal dari kerusakan hutan alam. Dimana, hutan alam adalah salah satu ekosistem yang paling banyak menyimpan karbon  dibanding hutan tanaman. Dalam 1 hektar hutan alam dapat menyimpan karbon sebanyak 245 ton karbon.  Sedangkan hutan tanaman dapat menyimpan karbon hanya 107,86 ton karbon per  hektar. Selain memperparah krisis iklim, rusaknya hutan akibat proyek perkebunan energi atau  hutan tanaman energi juga dapat menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai  penyedia jasa lingkungan serta berpotensi menimbulkan bencana ekologi baru.

Peneliti dari Institute for Human and Ecological Studies (Inhides) DR. Terry Repi, M.Si  dalam materi yang disampaikan pada dialog ‘Save Gorontalo Dari Cengkraman Proyek  Energi’ menjelaskan, bioenergi dapat menjadi ancaman serius bagi biodiversitas yang  ada di Gorontalo. Aktivitas bioenergi dapat mempercepat hilangnya habitat atau tempat  hidup yang alami bagi hewan, terutama bagi spesies spesialis dan spesies dengan  jelajah yang lus. Hal ini beresiko menyebabkan kepunahan.

“Misalnya tarsius membutuhkan tegakan pohon yang besar atau rumpun-rumpun  bambu yang dijadikan sarang. Ketika sarang itu hilang dia pun ikut hilang. Kemudian spesies dengan wilayah jelajah yang luas seperti rangkong yang kemudian membuat  sarang di pohon-pohon besar Ketika digantikan dengan fastgro-fastgro ya tentu saja  tidak bisa bersaran, dan hilang,” kata Terry.

Ia pun menyebutkan, wilayah barat Gorontalo adalah koridor satwa yang  menghubungkan habitat di wilayah tengah, barat sampai timur Sulawesi. Jika koridor ini  hilang akibat ancaman, misalnya monokultur sawit dan hutan tanaman energi, itu  kemudian bisa memfragmentasi koridor tersebut. Kawasan bentang alam Popayato-Paguat merupakan kawasan non konservasi yang  menjadi habitat dan koridor penting bagi spesies kunci. Spesies kunci yang  memanfaatkan koridor bentangan alam ini diantaranya ada julang Sulawesi, babirusa  dan anoa.

Jika bentangan alam ini rusak akibat aktivitas perusahaan bioenergi maka dapat  berpotensi mempercepat hilangnya habitat bagi spesies yang dalam kawasan bentang  alam tersebut, bahkan bisa berakibat pada kepunahan spesies-spesies kunci ini.

Sementara itu, Direktur PT IGL, Burhanudin, membantah semua tuduhan yang  dialamatkan kepada perusahaannya. Ia menegaskan, sebagai pelaku usaha, IGL telah  mematuhi aturan yang ada, dengan seluruh perizinan yang lengkap. “Kami adalah investor jangka panjang yang berkomitmen pada keberlanjutan. Tidak  mungkin kami mengabaikan aturan yang ada, terutama mengingat ini adalah bisnis  internasional. Kepatuhan terhadap regulasi adalah prioritas utama kami,” kata  Burhanudin.

Ia pun menjelaskan, areal perusahaan adalah hutan alam atau tanaman alam. Untuk  melakukan pembangunan kebun energi dalam hal ini hutan tanaman energi maka  diperlukan tindakan dan perlakuan land clearing. Hasil dari land clearing ini kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produk wood pellet. Setelah proses land clearing, perusahaan langsung bergerak melakukan penanaman  tanaman energi Gliricidia (Gamal). Tiap 1 hektar hutan yang dibabat akan ditanami  dengan tanaman Gamal sebanyak 5 ribu pohon, jadi bisa dikatakan perusahaan tidak  melakukan deforestasi. “Setelah lahan dibuka, kita langsung melakukan penanaman gliricidia. inilah nanti yang menjadi masa depan kita. karena ini sebagai bahan baku utama kita,” kata  Burhanuddin.

Burhanuddin juga mengungkapkan, tanaman Gamal yang telah ditanam akan di panen  1 kali setiap 4 tahun. Cara panennya pun menggunakan tehnik Trubusan atau  terubusan. Tehnik terubusan adalah cara panen yang dikerjakan pada pohon gamal  untuk menghasilkan pohon baru melalui pemeliharaan tunas yang muncul pada  tunggak. “Sekali tanam itu empat tahun baru panen, begitu di panen kita sisakan pohon 50 centi  meter, agar bisa tumbuh lagi dan bisa di panen lagi. Jadi sekali tanam itu bisa 5 kali  panen,” ujarnya.

Setelah 5 kali panen, perusahaan kembali melakukan penanaman baru tanpa  mencabut akar pohon sebelumnya. Hal ini dilakukan agar kesuburan tanah tetap  terjaga. Menurut Burhanuddin, langkah mereka dalam perkebunan energi ini seharusnya di  apresiasi pemerintah karena telah menjadi penghasil devisa ekspor terbesar di  Gorontalo.

Dari Sawit Menjadi Bioenergi

PT IGL adalah perusahaan perkebunan sawit yang ada di pohuwato kemudian  bertransformasi menjadi perusahaan hutan tanaman energi yang akan memproduksi  kayu menjadi wood pellet. Berdasarkan riset Walhi, PT IGL menjalankan operasinya berlandaskan izin lokasi yang  diberikan oleh bupati pohuwato melalui surat keputusan Nomor 170/ 01/VI/2010 untuk  pengembangan perkebunan kelapa sawit seluas 12.000 hektar. Area izin PT IGL ini  berada di kecamatan Lemito dan Kecamatan Wanggarasi Kabupaten Pohuwato, yang  lokasinya berada pada hutan produksi konversi (HPK).

Pada tahun 2011, kemudian PT IGL mendapatkan izin penanaman sawit dari KLHK  melalui SK 566/MENHUT-II/2011. Izin pinjam pakai kawasan hutan milik PT IGL ini  pada 6 januari 2022 dicabut oleh Presiden Jokowi karena perusahaan dinilai tidak aktif,  tidak membuat rencana kerja dan ditelantarkan. Namun diam-diam PT IGL telah mengajukan izin perhutanan sosial di wilayah konsesi  yang sama kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK pun  menyetujui izin perhutanan sosial tersebut melalui SK.3102/MENLHK PSKL/PKTHA/PSL.1/5/2020 pada tanggal 13 mei dengan status Hutan Hak seluas  11.860 hektar.

Menurut Walhi, Kebijakan dari KLHK itulah yang membuat proses pencabutan izin yang  dilakukan Presiden tidak merubah apapun sehingga perusahaan tetap beraktivitas  seperti biasa, melakukan penanaman pohon Gamal dan Kaliandra. “SK pencabutan izin pelepasan Kawasan hutan yang dibebankan pada konsesi-konsesi  sawit di Pohuwato tidak berlaku di lapangan dan hanya bersifat pemberitahuan,” tulis  Walhi dalam laporannya.

Artinya, dengan disetujuinya skema hutan hak oleh KLHK pada 13 Mei 2020, komoditas  perusahaan pun ikut berubah yang awalnya perkebunan sawit menjadi tanaman gamal  dan kaliandra. Perubahan komoditas ini berdasarkan surat rekomendasi perubahan  jenis tanaman pada izin perkebunan pada tanggal 4 februari 2020 dengan No:  207/PI.400/E/2020.

Dengan begitu PT IGL menjadi salah satu perusahaan di Kabupaten Pohuwato yang  akan menyediakan bahan baku untuk di produksi menjadi wood pellet. Wood pellet  merupakan bagian dari upaya transisi energi di Indonesia, yang memanfaatkan  biomassa sebagai sumber energi alternatif. Inisiatif ini masuk dalam kebijakan forest  and land use (FOLU) Net Sink 2030, yang merupakan salah satu langkah penting  Indonesia dalam memenuhi komitmen global untuk mengatasi krisis iklim.

hasil akhir menjadi wood pellet

Melalui kebijakan FOLU Net Sink 2030 itu, Pemerintah Indonesia menetapkan target  agar sektor kehutanan tidak lagi menjadi sumber emisi gas rumah kaca. Pada akhir  dekade ini diharapkan hutan Indonesia dapat menyerap lebih banyak karbon daripada  yang dilepaskan, sehingga berperan penting dalam mengurangi dampak krisis iklim.

Kebijakan ini disetujui juga PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan berkomitmen  mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon. Dalam rencana  penyediaan tenaga listriknya untuk tahun 2021-2030, PLN mengandalkan pemanfaatan  biomassa sebagai salah satu strategi utama dalam mengurangi emisi karbon. Berdasarkan sosialisasi dari KLHK Bidang Pengelolaan Lestari pada tahun 2020,  disebutkan bahwa dalam rangka implementasi FOLU Net Sink 2030, Provinsi Gorontalo mendapatkan alokasi lahan sebesar 74.147,78 hektar terkait modalitas perizinan  berusaha pemanfaatan hutan.

Siapa Dibalik IGL

Di Kabupaten Pohuwato ada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang energi  terbarukan khususnya di sektor hutan tanaman energi yang akan menjadi biomasa wood pellet. Perusahaan ini adalah PT Inti Global Laksana (IGL) yang memiliki konsesi  seluas 11.860 hektar. Sebelumnya, PT IGL adalah milik PT Provident Agro Tbk (Perseroan) dan PT Mutiara  Agam (MAG). Namun pada 4 Juli 2019 PT Buana Pratama Cipta (BPC) mengakuisisi  saham IGL. Artinya BPC menjadi pemilik saham mayoritas IGL saat ini.

Dari data profil perusahaan di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum,  Kementerian Hukum dan HAM yang diunduh 30 Juli 2024 menyebutkan sebagian besar  dikuasai oleh BPC dengan kepemilikan 1.053.199 lembar saham atau senilai RP.  105.319.900.000. Untuk Komisaris PT IGL diduduki oleh Syamsul B. ILyas yang merupakan seorang  pengacara dari Jakarta. Syamsul B. Ilyas ini juga merupakan salah satu pejabat  Komisaris pada perusahaan tambang di Pohuwato yaitu PT PETS. Kemudian Presiden direktur ditempati oleh Heru Purnomo. Selain menjabat sebagai  direktur, Heru Purnomo juga memiliki 1 lembar saham pada PT IGL senilai 100 ribu  rupiah.

Sementara sebagai pemilik saham terbesar IGL, PT Buana Pratama Cipta (BPC)  berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian  Hukum dan HAM yang di unduh pada 30 Juli 2024 menyebutkan saham BPC dimiliki  oleh Heru Purnomo 1 persen atau 1 lembar saham senilai 1 juta rupiah. Sisanya milik  PT Reka Varia Tara dengan kepemilikan saham 99 persen atau 99 lembar senilai 99  juta rupiah.

Berdasarkan laporan Mighty Earth yang dirilis pada bula Mei 2024, saham PT Reka  Varia Tara 87,5% dimiliki oleh Andy Kelana dan 12,5% oleh Helena Adnan. Kedua nama  ini tidak asing lagi dalam dunia hukum, mengingat keduanya adalah mitra di Firma  Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH), yang memiliki portofolio klien di sektor  pertambangan seperti termasuk PT Merdeka Copper and Gold Tbk, PT Saratoga  Investama, dan Provident Capital.

*Liputan ini didukung Forest Watch Indonesia (FWI) melalui program Forest Watch Journalist Fellowship 2024

Sumber tulisan ini berasal dari barisan.id

Thank you for your vote!
Post rating: 2.3 from 5 (according 3 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top