Energi Arus Laut di Maluku Dorong Transisi Energi di Kepulauan

Potensi arus laut wilayah kepulauan dapat dimanfaatkan untuk membantu transisi energi di wilayah-wilayah yang didominasi dengan perairan. Penyediaan energi di pulau kecil perlu memperhatikan aspek daya dukung memadai.

Transisi energi di pulau-pulau kecil perlu memperhatikan kondisi wilayah dan daya dukung yang ada. Potensi arus laut dinilai menjadi salah satu sumber energi baru terbarukan yang efektif dan ramah lingkungan jika diterapkan di wilayah tersebut. Pemanfaatan hutan sebagai sumber penyediaan energi di pulau kecil sebaiknya dihindarkan karena berpotensi merusak alam.

Pengajar teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Pattimura, Wulfilla Maxmilian Rumaherang, mengatakan, penyediaan energi di wilayah kepulauan, khususnya Maluku, perlu berfokus pada pemanfaatan potensi alam, seperti dari arus laut. Kondisi geografis Maluku yang 92 persen merupakan perairan menjadi kesempatan bagi pulau-pulau kecil untuk bertransisi dari energi fosil menjadi energi terbarukan.

 

Menurut dia, potensi arus laut di Maluku cukup besar dengan potensi 4,75-5,0 kilowat per meter (kW/m) gelombang laut dengan kepadatan daya sebesar 5,00 kW/m. Kapasitas ini ditemukan di sejumlah tempat, seperti di Ambon, Maluku Tengah, Tual, Kepulauan Aru, dan beberapa daerah kepulauan lainnya.

Untuk itu, pihaknya kini tengah mengembangkan prototipe turbin yang akan ditempatkan di dasar laut. Wilayah Selat Haya di Kabupaten Seram Bagian Barat dipilih menjadi tempat penelitian teknologi ini dengan bantuan pendanaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pada awal 2024, turbin yang dibuat oleh Max dan kolega akan diuji coba di sana. Penelitian ini pernah diganjar penghargaan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2016.

”Secara global, penggunaan pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL) ini banyak digunakan seperti di Perancis dan Skotlandia. Penggunaan potensi ini tepat karena memanfaatkan potensi alam dan minim daya rusaknya seperti beberapa penggunaan sumber energi lain. Penyediaan energi di pulau kecil tidak bisa sama dengan pulau besar,” ujarnya di Ambon, Maluku, Jumat, (15/12/2023).4

Selat Haya dipilih karena dinilai tepat secara luasan lahan dan kondisi laut. Tidak hanya itu, daerah ini diproyeksikan sebagai salah satu kawasan pariwisata dan perikanan unggul di Maluku. Kawasan ini pun bisa tumbuh menjadi kawasan pariwisata yang ramah lingkungan.

Secara sederhana, turbin yang dibangun nantinya akan ditaruh di dasar laut. Lalu, arus laut yang bergerak akan memutar turbin yang memberikan energi bagi pembangkit menghasilkan listrik bagi warga.

Tingkat kesiapan teknologi atau technological readiness level (TRL) PLTAL sudah mencapai nilai 8-9, tetapi untuk turbin yang sedang dibangun masih berada di nilai 6-7. Hal ini disebabkan turbin yang dibangun harus menyesuaikan kondisi wilayah perairan.

Tabel grafik rencana penambahan pembangkit listrik green ruptl

Max menargetkan, teknologi ini bisa diimplementasikan pada 2026. Tidak hanya sampai di situ, nantinya teknologi ini akan digabungkan dengan bantuan tenaga surya dan tenaga angin untuk memperkuat daya listrik dari energi baru terbarukan (EBT) bagi warga di sana. Selain teknologi, para peneliti akan memastikan teknologi ini tidak mengganggu kondisi alam.

”Penelitian untuk turbin menjadi tantangan terbesar kami. Listrik dari arus laut ini bisa dimanfaatkan warga untuk membangun gudang pendingin ikan (cold storage) dan listrik untuk baterai kapal. Jika terwujud, ini bisa menjadi contoh skala nasional, bagaimana pulau kecil berhasil transformasi meninggalkan energi fosil,” ucapnya.

Deforestasi

Dalam pengembangannya, PT PLN Persero akan tetap fokus membangun pembangkit listrik dari EBT. Dalam kesempatan terpisah, Senior Manager Perencanaan PLN Maluku-Maluku Utara (MMU) Husein Sobri menjelaskan, berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) MMU 2021-2030, potensi pemanfaatan EBT di Maluku adalah 192,1 megawat (MW). Sesuai dengan kebijakan pemerintah, tidak akan ada lagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari batubara yang akan dibangun di wilayah ini.

Berdasarkan data PLN, rasio elektrifikasi di wilayah Maluku sudah mencapai 95,72 persen. Sementara rasio desa berlistrik PLN di angka 82,9 persen. Dalam RUPTL tersebut dijelaskan, 31 pembangkit akan dibangun di wilayah Maluku dengan total kapasitas 806,2 MW.

Dari jumlah tersebut, 806,2 MW dari EBT dan 190 MW dari non-EBT. Saat ini, Maluku masih menggantungkan penyediaan energinya dari tenaga diesel, minyak, dan gas. Sumber EBT yang akan dibangun nantinya berasal dari panas bumi, bioenergi, angin, dan tenaga surya.

”Prinsip dari PLN adalah harus menyediakan listrik bagi masyarakat meski beberapa masih menggunakan diesel. Namun, dalam jangka panjang mayoritas akan ditenagai oleh EBT,” ucapnya.

Peta biomassa dan lumbung deforestasi baru di indonesia

Meski dinilai ramah lingkungan, beberapa pembangkit EBT justru mendapatkan kecaman, khususnya yang berasal dari tenaga biomasa. Melalui pembangkit listrik tenaga biomasa (PLTBio), listrik dihasilkan dari pembakaran kayu yang berasal dari hutan tanaman energi (HTE). Di Maluku, PLTBio akan dibangun di Buru, Dobo, Saumlaki, dan Seram.

Manajer Kampanye Advokasi dan Media Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga mengatakan, penanaman HTE untuk PLTBio bisa memacu deforestasi akibat adanya konversi dari hutan kelolaan warga menjadi untuk kebutuhan industri. Belum lagi, kehadiran tanaman HTE yang monokultur atau sejenis bisa mengancam keanekaragaman di ekosistem kehutanan.

FWI memproyeksikan kebijakan transisi energi melalui pemanfaatan kayu dari HTE bisa menyebabkan deforestasi atau penggundulan hutan hingga 4,65 juta hektar hingga tahun 2030. Belum lagi, konflik sosial yang bisa pecah sewaktu-waktu bila penanaman HTE dilakukan di wilayah masyarakat adat.

”Solusi PLTBio tidak tepat karena hasilnya malah merusak lingkungan. Apalagi, jika diterapkan di wilayah pulau-pulau kecil dengan daya dukung terbatas, maka bisa sangat merusak,” ujarnya.

Sumber tulisan ini berasal dari Kompas.id

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top