Ada yang menarik di Pampanga Filipina pada 22 hingga 26 Februari 2016. Kawasan eks pangkalan militer AS sewaktu Pemerintahan Presiden Ferdinant Marcos itu dipenuhi seribu pengunjung se-Asia Pasifik. Satu diantaranya adalah saya yang sengaja datang untuk menghadiri Asia Pacific Forestry Week (APFW) 2016.
APFW merupakan pekan kehutanan empat tahunan yang diselenggarakan untuk membahas kondisi dan isu kehutanan terkini di regional Asia Pasifik. Tahun ini, APFW mengangkat isu strategi penanggulangan perubahan iklim global yang sekaligus merespon hasil pertemuan COP 21 di Paris Desember lalu.
Diselenggarakan oleh FAO, Komisi Asia Pasifik, dan Departemen Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Filipina yang bekerjasama dengan banyak jaringan NGO Internasional, peneliti/akademisi hingga organisasi masyarakat, APFW tahun ini mengusung tema “Growing Our Future”.
Tema ini menggambarkan kebutuhan masyarakat untuk mengintegrasikan kehutanan ke dalam pembangunan berkelanjutan yang lebih luas. Kehutanan seharusnya tidak lagi dilihat sebagai sektor ekstraktif, melainkan paradigma pembangunan yang terintegrasi dan berkelanjutan, di mana tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan ditangani bersama. “Sebagian besar dari apa yang kita lakukan tidak untuk diri kita sendiri, tetapi untuk generasi mendatang” ucap Eva Muller, Direktur Kehutanan FAO saat memberikan sambutan pada pembukaan APFW 2016.
Ada lima tematik yang dibahas pada acara tersebut, diantaranya, perdagangan kayu, perubahan iklim, kehutanan dan masyarakat, pemerintahan baru, dan ekonomi hijau. Saya sendiri ikut serta dalam tematik perubahan iklim dengan sesi “Tata Kelola Hutan dalam Menanggulangi Deforestasi dan Kebakaran Hutan Di Indonesia”. Satu sesi tematik yang dikelola oleh The Asia Foundation (TAF) Indonesia.
Penegakan Hukum Untuk Kebakaran Hutan
Bukan peristiwa baru di Indonesia. Kebakaran hutan terjadi berulang-ulang di setiap tahunnya, sudah dimulai sejak 18 tahun silam. Celakanya, kebakaran hutan di anggap seperti hal biasa oleh Bangsa Indonesia.
Sesi tematik kali ini membahas skema pencegahan dari kebakaran hutan melalui pendekatan governance. Menariknya, ada empat narasumber yang memaparkan dalam perspektif berbeda. Pertama, Nur Marispatin, Ditjen Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kedua, Heri Purnomo, Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR). Ketiga, Citra Hartati, Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan keempat Lili Hasanudin, Direktur Program SETAPAK The Asia Foundation (TAF) Indonesia.
Kita sudah tahu, kebakaran hutan mengakibatkan hilangnya hutan Indonesia. Tata kelola hutan yang lemah adalah penyebabnya. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil Indeks Tata Kelola Hutan dan Lahan dari TAF pada tahun 2015. Prinsip tata kelola hutan seperti transparansi, partisipasi, koordinasi, maupun akuntabilitas, menunjukkan nilai dibawah ideal. Tidak heran memang kebakaran hutan terjadi berulang-ulang di setiap tahunnya.
Herry Purnomo menambahkan, cukup sulit mencegah kebakaran hutan berulang. Adanya faktor ekonomi-politik turut berperan besar. Hal ini karena terjadi kerumitan para pelaku pembakar hutan di lapangan. Baik masyarakat, kelas-kelas menengah, maupun perusahaan, selalu berhubungan dengan orang-orang kuat, di tingkat Kabupaten, Nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN.
Jika dihitung, kerugian dari dampak kebakaran hutan luar biasa besarnya. Pada tahun 2015, Bank Dunia menyebutkan kerugian Negara akibat kebakaran hutan mencapai 221 triliun rupiah. Belum lagi 500 ribu jiwa terkena ISPA, dan 20 jiwa diantaranya meninggal dunia. Dari luasan hutan dan lahan, kita kehilangan 2,6 juta hektare. Celakanya, asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan, tidak hanya menutup daratan Indonesia, namun meluas hingga negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Para narasumber menyimpulkan, perlu memperkuat penegakan hukum. Mereformasi kebijakan yang sejalan dengan agenda penegakan hukum menjadi penting. Tiga hal yang harus seirama dalam penguatan penegakan hukum antara lain: kemauan yang kuat dari pemimpin, peningkatan integritas dan kualitas dari hakim, jaksa, polisi, ENR institusi, dan adanya tekanan serta kontrol dari publik.
Growing our future! Penegakan hukum adalah salah satu kunci dari mencegah kebakaran hutan. Jika tak ada usaha perubahan yang dilakukan, maka generasi selanjutnya akan menerima dampak yang lebih mengerikan daripada hari ini. (LR)