Sejak tahun 2010, Pemerintah Daerah melalui Bupati Kepulauan Aru mulai memberikan lampu hijau bagi masuknya perusahaan-perusahaan perkebunan skala besar, dengan menerbitkan izin lokasi dan rekomendasi pelepasan kawasan hutan. Gubernur Maluku juga telah memberikan persetujuan terhadap rekomendasi ini. Proses perizinan perkebunan sudah mendekati tahap pelepasan kawasan hutan yang persetujuannya di tangan Menteri Kehutanan. Permohonan tersebut dilakukan oleh korsorsiumMenara Group melalui sejumlah anak perusahaannya yang berniat membuka perkebunan Tebu seluas kurang lebih 480.000 hektare.
Akibat Rencana tersebut, masyarakat Kepulauan Aru tergerak untuk melakukan penolakan secara besar-besaran terhadap wacana yang dapat mengancam kelestarian hutan-hutan di Kepulauan Aru. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat kepulauan aru mendapat dukungan dari berbagai macam pihak, baik di nasional maupun internasional. Semakin gencarnya dukungan yang diberikan untuk masyarakat Kepulauan Aru membuat sulitnya perusahaan yang ingin mengeksploitasi hutan aru masuk kewilayah tersebut. Atas dasar itu juga pada tanggal 10 April tahun 2014 menteri kehutanan menyatakan telah membatalkan izin prinsip pencadangan kawasan hutan yang dimohonkan oleh Menara Grup. Pembatalan tersebut diduga karena pihak Menara Grup telah melewati batas waktu yang ditentukan oleh Kementerian Kehutanan untuk melakukan penataan batas arealnya. Adanya aktivitas penolakan yang sangat kuat dari masyarakat membuat pihak Menara Grup tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan yang ada dalam proses pelepasan kawasan hutan.
Meskipun Kementerian Kehutanan telah membatalkan izin Menara Grup di Kepulauan Aru, bukan berarti Kepulauan Aru sudah lepas dari berbagai macam ancaman eksploitasi sumber daya alam. Penguatan masyarakat dan pemantauan kondisi hutan di Kepulauan Aru harus tetap dilakukan. Perlindungan terhadap ekosistem pulau-pulau kecil di Kepulauan Aru pun menjadi sesuatu yang mutlak dilakukan guna menjaga kelestarian laut, hutan dan budaya masyarakat di Kepulauan Aru.
Kasus yang terjadi di Kepulauan Aru merupakan bagian kecil dari permasalahan yang terjadi di pulau-pulau kecil di Indonesia. Permasalahan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat adat, perusahaan tambang dengan masyarakat adat, perusahaan HTI dengan masyarakat adat dan HPH dengan masyarakat adat menjadi permasalah yang belum dapat diselesaikan di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, Forest Watch Indonesia (FWI) bermaksud menyelenggarakan Talk Show dan Press Conference untuk mengangkat kisah masyarakat kepulauan Aru dalam mempertahankan kelestarian hutan di pulau-pulau kecil Aru. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan adanya strategi untuk memperkuat masyarakat dalam menjaga hutan-hutan di kepulauan Aru. Selain itu perjuangan masyarakat aru juga dapat dijadikan pembelajaran pergerakan masyarakat di Indonesia dalam menjaga hutan di Indonesia.
Silahkan unduh TOR dibwah ini:
TOR Talk Show dan Konfrensi Pers