Karakteristik bentang alam di wilayah Kepulauan Aru merupakan hutan bakau dan hutan dataran rendah serta terdiri atas batuan karang yang berasal dari proses pengangkatan dasar laut akibat tenaga tektonik. Hutan bakau mengelilingi bibir pantai sehingga berjasa dalam melindungi pulau-pulau kecil yang rentan oleh intrusi air laut maupun pendangkalan. Sedangkan hutan dataran rendah berfungsi sebagai penyedia kebutuhan masyarakat seperti kayu, tanaman obat, penyimpan cadangan air dan habitat satwa di dalam hutan. Ladang yang berada di antara perkampungan dan wilayah hutan menjadi “dusun” atau lahan pertanian untuk menanam tanaman pangan seperti kelapa, sagu, ubi, singkong, sayur dan buah-buahan.
Laut juga menjadi sumber penghidupan masyarakat. Melihat karakteristik wilayahnya berupa kepulauan, masyarakat sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan. Mereka menjadikan laut sebagai tempat mencari hasil laut seperti berbagai jenis ikan laut yang akan mereka jual di kota lainnya. Selain ikan, masyarakat membudidayakan “karaka” yaitu kepiting yang hidup di sela-sela hutan bakau. “Karaka” menjadi hasil laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dinilai dapat menambah penghasilan masyarakat secara signifikan dengan harga sebesar Rp 150.000 per kg. Dengan adanya wilayah hutan bakau yang masih lestari, maka masyarakat dapat mengambil karaka 10 ekor dalam satu minggu.
Masyarakat kepulauan Aru sangat menghargai keberadaan lingkungan dan alamnya dengan cara menggunakan kearifan lokal mengandung norma, nilai dan acara adat. Seluruh tata cara dalam memperlakukan alam dan isinya dilakukan hingga saat ini. “Sasi” merupakan salah satu bentuk tata cara adat untuk mengatur pengelolaan dan pemanfaatan hasil bumi berupa di hutan maupun di laut. Sasi adalah larangan yang digunakan untuk mengatur masyarakat untuk mengambil hasil bumi berupa tanaman pangan serta hasil laut maupun untuk menandakan suatu wilayah. Sedangkan sasi batas wilayah digunakan untuk menandai wilayah petuanan milik mata belang tertentu.
Sasi yang berlaku di masyarakat Kepulauan Aru dibagi menjadi dua yaitu sasi adat dan sasi agama. Sasi adat merupakan aturan yang digunakan berdasarkan kepercayaan terhadap leluhur, sedangkan sasi agama merupakan aturan yang digunakan berdasarkan kepercayaan terhadap Tuhan. Sasi masih digunakan secara menyeluruh serta dipercaya mampu menjadi cara untuk menjaga keseimbangan alam. Masyarakat yang melanggar sasi akan mendapatkan suatu sangsi yang dapat berupa sangsi adat maupun hukuman langsung dari leluhur seperti kepercayaan masyarakat akan tiba suatu bencana seperti sakit atau kematian. Oleh karena itu harus minta maaf dan mohon ampun terhadap leluhur/Tuhan. Sangsi lainnya adalah membayar gong dan gigi gajah sebagai simbol pembayaran dalam bentuk harta.
4 Comments
TAJIDIN BUANO
Tulisan yang sangat informatif dan menjadi referensi bagi siapapun
ehrict
untuk berbicara tentang adat sendiri ini adalah suatu budaya yg bisa di jadikan sebagai suatu kekayaan masyarakat yg ada di aru..
saya pikir perlu adanya seminar tentang Hukum adat itu sendiri atau dialog sebagai pembuka wacana..:)
yoga
Tulisannya sangat informatif. apakah bisa dilanjutkan untuk diskusi langsung untuk Aru?
thanks
Yoga