- Masih ingat dengan izin peternakan sapi 60.000 hektar lebih di Kepulauan Aru, Maluku, beberapa tahun lalu? Mongabay bersama tim kolaborasi pernah menulis artikel empat seri terkait rencana pengembangan peternakan sapi skala besar ini.
- Kala itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tak mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, dan tenggang waktu izin awal yang keluar dari pemerintah daerah sudah habis. Masyarakat mengira peternakan sapi skala besar ini batal masuk ke Aru. Kekhawatiran muncul dari para pemuda Aru, kuat dugaan investasi akan tetap jalan.
- Theo Pekpekay, pemuda Aru mengatakan, berulang kali ancaman dari investasi skala besar datang dan selalu ditolak masyarakat. Kondisi ini, menyebabkan rasa curiga terus dalam benak Masyarakat Aru. Apalagi, melihat kapal sandar di pelabuhan yang biasa tempat sandar kapal fery dan kapal-kapal nelayan dari desa-desa sekitar pesisir barat Aru. Pastinya ini jadi peringatan datangnya ancaman baru.
- Puluhan mahasiswa tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Komkey aksi menolak investasi budidaya dan peteranakan sapi di wilayah petuanan Masyarakat Adat Popjetur, Pulau Trangan, Aru Selatan, 22 Mei lalu.
Masih ingat dengan izin peternakan sapi 60.000 hektar lebih di Kepulauan Aru, Maluku, beberapa tahun lalu? Kala itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tak mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, izin prinsip sudah habis. Masyarakat mengira peternakan sapi skala besar ini batal masuk ke Aru. Kekhawatiran muncul dari para pemuda Aru, kuat dugaan investasi akan tetap jalan.
Begini ceritanya… Di Pelabuhan Serwatu, Desa Kalar, Aru Selatan ramai dan padat sore 13 Mei lalu saat sebuah kapal besar menancapkan jangkar dan bersandar. Kapal bercorak putih keabu-abuan ini menarik perhatian warga sekitar desa. Tak jarang kapal mewah bersandar di pelabuhan penyeberangan fery antar pulau di Kepulauan Aru ini.
“J7EXPLORER.”Begitu nama tertera di buritan kapal. Sebagian warga berpikir ini kapal perang milik TNI Angkatan Laut karena yang membangun pangkalan militer mereka di Petuanan Desa Marfenfen, Aru Selatan. Rupanya kapal ini milik pengusaha asal Kalimantan Selatan H. Andi Syamsuddin Arsyad atau dikenal dengan Haji Isam. Dua JET pun mendarat di Bandara Rar Gwamar, Dobo, Kabupaten Aru, 19 Mei sekitar pukul 13.05 WIT.
Theo Pekpekay, pemuda Aru yang menyaksikan kapal besar sandar di Pelabuhan Serwatu, melihat itu. Bahkan, warga berkerumun dan berbondong-bondong menyaksikan kapal Isam. Kedatangan kapal pesiar investor, kata Theo, menarik perhatian Masyarakat Aru. “Ini kapal siapa? Kenapa ada kapal pesiar disana? Siapa yang berkepentingan lagi?
Kapal pesiar itu juga dilengkapi helikopter kuning yang sempat terbang mengitari desa-desa di Aru Selatan. Pemikiran yang tercipta, kata Theo, bukan tanpa sebab, tetapi berulang kali ancaman dari investasi skala besar datang dan selalu ditolak masyarakat. Kondisi ini, menyebabkan rasa curiga terus dalam benak Masyarakat Aru. Apalagi, katanya, melihat kapal pesiar sandar di pelabuhan yang biasa tempat sandar kapal fery dan kapal-kapal nelayan dari desa-desa sekitar pesisir barat Aru.
“Pastinya ini jadi peringatan datangnya ancaman baru,” katanya.
Bertemu Bupati
Isam bersama para rombongan meninggalkan bandara menuju Kantor Bupati Kepulauan Aru. Para pemuda pun bertanya-tanya dan lakukan pertemuan dengan Johan Gonga, Bupati Aru 15 Mei lalu. Saat pertmeuan dengan para pemuda, awalnya bupati mengatakan tak tahu menahu soal kedatangan kapal. Mereka mengatakan, masyarakat Kepulauan Aru sudah sangat trauma dengan kehadiran sejumlah pengusaha yang masuk berdalih investasi untuk kesejahteraan masyarakat.
“Wajar jika ada pertanyaan apa gerangan maksud hingga kapal pesiar tiba-tiba berlabuh di pelabuhan yang biasanya disinggahi kapal feri? kata Beni Alatubir, perwakilan pemuda Aru, 21 Mei lalu.
Sebagai perwakilan dari warga, kata Beni, mereka menanyakan langsung terkait kehadiran pengusaha batubara itu di Aru Selatan. Dari hasil pertemuan dengan pemuda, awalnya Gonga mengaku tidak mengetahui perihal kedatangan kapal itu. Setelah bupati berkoordinasi dan menghubungi pengguna kapal, barulah memperoleh penjelasan, kalau kedatangan kapal untuk mengangkut tim yang akan melakukan survei di Pulau Trangan.
“Ketika saya hubungi baru mereka kasih tahu kalau sedang berada di Pulau Trangan, untuk melakukan survei,” kata Beni mengutip yang disampaikan Bupati di hadapan pemuda Aru.
Gonga juga meminta mereka memberikan kesempatan bagi investor berproses. Kalau investasi peternakan sapi merugikan masyarakat, dapat dihentikan. Orang nomor satu di Kepulauan Aru itu, lanjut Beni, meminta pemuda Aru tidak alergi dengan investasi. Bila ada investasi, ada pembangunan di daerah, dan jadi pendapatan bagi daerah. Bupati berdalih, tidak bisa hanya berharap dari sektor perikanan. Beni menduga, ucapan bupati tak tahu kedatangan investor sebagai pembohongan terhadap masyarakat Aru.
“Tidak mungkin seorang kepala daerah tidak tahu kalau ada investor yang mau datang dan survei di Pulau Trangan,”katanya. Penolakan, katanya, adalah jalan satu-satunya, karena investasi bukan jawaban masyarakat Aru.
Demo tolak peternakan sapi
Puluhan mahasiswa tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Komkey aksi menolak investasi budidaya dan peteranakan sapi di wilayah petuanan Masyarakat Adat Popjetur, Pulau Trangan, Aru Selatan, 22 Mei lalu. Mereka menyatakan sikap menolak investasi yang diduga bermodus budidaya peternakan sapi. Mereka khawatir, wilayah adat yang jadi ruang hidup masyarakat adat terampas kala investasi skala besar masuk.
“Kami menolak budidaya dan peternakan sapi di Desa Popjetur,” teriak mahasiswa saat orasi di Kantor DPRD Aru.
Beni Alatubir, Koordinator aksi mengatakan, aksi mereka berkaitan dengan kedatangan kapal pesiar beberapa waktu lalu di Serwatu, Aru Selatan. Dia menduga, kedatangan kapal memiliki maksud tertentu hingga Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Aru bersama dengan Ikatan Mahasiswa Popjetur (IMK) aksi sebagai bentuk penolakan. Dace Faturey, pemuda dari rumpun adat Fanan di Pulau Kobror mengatakan, padang savana di Trangan bukan tempat ternak sapi.
Mufti Fathul Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) menilai, kunjungan pemilik perusahaan Jhonlin Grup ke Dobo Kepulauan Aru ini tak hanya mengembangkan budidaya dan peternakan sapi semata, juga ada indikasi mengincar potensi alam lain di tanah berjuluk Jargaria itu. Dia menduga, ada potensi besar lain yang diincar, misal, migas, Blok Masela, ada juga sektor perikanan yang potensi meraup keuntungan.
“Selain incar potensi sumber alam, saya menduga juga untuk mengamankan lahan-lahan yang izin sudah terbit untuk investasi lainnya.” Namun dia belum mendapatkan informasi lagi mengenai perizinan baru atau menindaklanjuti izin yang pernah keluar sebelumnya.
“Saya belum tahu apakah ini mengajukan izin baru atau melanjutkan empat perusahaan yang pernah ada. Setahu saya aturan saat ini lebih mudah membolehkan ada multi usaha di sektor kehutanan. Jadi perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBHP) boleh mengakses lebih dari satu izin.”
Sumber tulisan ini berasal dari mongabay.co.id