Dalam sepuluh tahun kawasan Puncak kehilangan daerah berhutan seluas Kota Sukabumi. Pemda Jawa Barat malah menerbitkan aturan yang mengizinkan Puncak jadi kawasan produksi dan menabrak Peraturan Presiden.
Kawasan Puncak di Bogor selama ini telah ditetapkan sebagai kawasan lindung secara nasional dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air untuk wilayah pertanian, permukiman, dan industri di Bogor, Depok, Jakarta, dan Bekasi. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur menjadi dasar dalam penetapan Puncak sebagai kawasan lindung.
Punya aturan yang jelas, tak menjamin diterapkan di Puncak dengan tegas. Buktinya, tahun 2010 Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Peraturan Daerah Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat Nomor 22 tahun 2010 yang mengizinkan perubahan peruntukan kawasan di Puncak menjadi kawasan produksi.
Di balik pertentangan aturan tersebut, ternyata tidak banyak orang yang mengetahui bagaimana situasi sesungguhnya yang terjadi di kawasan lindung Puncak.
Berdasarkan pantauan dari Forest Watch Indonesia (FWI) selama periode 2000-2009, dijumpai pengurangan tutupan hutan yang cukup luas pada kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Berkurangnya kawasan berhutan, menyebabkan daerah tangkapan air utama di DAS Ciliwung kini hanya tersisa 12% dibandingkan luas total kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektare.
kata Koordinator Program FWI Markus Ratriyono,”Dalam waktu 10 tahun, areal berhutan di kawasan penyokong tata air DAS Ciliwung telah hilang hampir 5.000 hektare atau setara luas Kota Sukabumi.”
Selain menghitung kehilangan kawasan berhutan, FWI juga melakukan pengecekan lapangan pada dua kecamatan di wilayah Puncak, yakni Kecamatan Megamendung dan Cisarua. Ternyata, secara umum kawasan lindung di kedua kecamatan tersebut kini berwujud areal kebun dan rumah-rumah peristirahatan. Bahkan, pemerintah seperti mendukung perubahan tersebut dengan membangun fasilitas perndukung berupa akses jalan dan jembatan yang dibangun ke vila-vila tersebut
Ratriono menjelaskan, pemerintah terutama Pemda DKI Jakarta seharusnya sudah belajar banyak dari kasus banjir yang sedang melumpuhkan Kota Manila, Bangkok, serta di Jakarta tahun 2002, maka situasi di Puncak perlu diwaspadai. Pemda DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat harus melakukan upaya perbaikan yang signifikan terhadap kawasan puncak.
Peneliti senior pada Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Ernan Rustiadi mengatakan urusan Puncak harus ditanggung secara adil, bukan jadi tanggungan Kabupaten Bogor saja, tapi juga Jakarta dan Pemerintah Pusat. “Pemkab Bogor sendiri diharap tidak terlalu bernafsu mengkonversi fungsi-fungsi lindung di kawasan Puncak,” ucapnya seperti ditulis siaran pers FWI yang terima SIEJ (10/8).
Sebetulnya Pemerintah Kabupaten Bogor memiliki peraturan tata ruang (RTRTWK) yang selaras Peraturan Presiden tentang penataan Puncak dan sekitarnya yaitu Perda No.19 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2005-2025. Namun kini dengan aturan Pemda Jawa Barat yang terbaru, mereka kini harus menyesuaikannya. Ini berarti lonceng kematian untuk konservasi hutan dan daerah resapan air di kawasan wisata itu.
= IGG Maha Adi =