Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan satu lanskap yang memiliki peran penting dalam menyerap karbon atmosfer dan untuk konservasi biodiversitas terancam (e.g., macan tutul jawa, owa jawa, dll.). Selain itu, TNGHS juga menyediakan jasa lingkungan untuk mendukung kehidupan masyarakat di sekitar taman nasional. Aktivitas masyarakat dalam mata pencaharian (e.g., hasil hutan non-kayu dan pertanian) di sekitar taman nasional juga relatif intensif. Perambahan hutan ke dalam kawasan konservasi dan lindung seringkali masih terjadi akibat kurangnya produktivitas lahan di lahan komunitas sekitar TNGHS. Oleh karenanya, program-program dan kerja-kerja dalam meningkatkan ekosistem serta ekonomi masyarakat sekitar TNGHS perlu dilakukan.
Melalui program Seimbangkan Ekosistem Lestarikan Alam Rakyat Sejahtera (SELARAS) akan berkontribusi pada sasaran Program Dana TERRA – Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk penurunan deforestasi, peningkatan produktivitas lahan dan perekonomian masyarakat serta perluasan jaringan pasar untuk produk-produk hasil hutan dengan cara memperkuat kelembagaan Kelompok Tani Hutan (KTH), membuka akses untuk program-program pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah, adopsi praktik agroekologi dan agroforestri oleh Kelompok Tani Hutan dan digital marketing. Dalam pelaksanaan program ini akan melibatkan mitra lokal yaitu Absolute Indonesia, salah satu mitra FWI yang sudah berpengalaman melakukan pendampingan di lokasi program. Program ini menyasar 6 Kelompok Tani Hutan di Desa Cipeuteuy dan Desa Mekarjaya, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Dalam upaya pencapaian tujuan, program ini menggunakan pendekatan peningkatan kapasitas masyarakat pada 3 aspek utama yaitu kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha.
Desa Cipeuteuy dan Desa Mekarjaya, merupakan desa yang berada di Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penduduk di dua desa tersebut mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dengan melakukan budidaya sayur mayur, palawija, padi dan jenis pohon buah, diantaranya kopi dan pohon aren. Sebelumnya, kegiatan pertanian di wilayah ini dilakukan dengan cara tumpang sari melalui skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Namun sejak terbitnya SK Menteri Kehutanan No 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), yang semula 40.000 ha menjadi 113.359 ha, berimplikasi pada wilayah PHBM sehingga terjadi penurunan akses masyarakat dan peningkatan konflik. Dan semenjak diterbitkannya peraturan tentang Kemitraan Konservasi menjadi momentum resolusi konflik antara masyarakat dan BTNGHS serta membuka peluang masyarakat untuk mendapatkan akses atas lahan garapannya menjadi terbuka. Dalam konteks legalitas akses pemanfaatan pada kawasan konservasi, kelompok petani penggarap di dua desa ini menggunakan skema Kemitraan Konservasi.
Dengan demikian, FWI melalui dukungan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) akan melanjutkan pendampingan untuk mendukung masyarakat petani penggarap di dalam kawasan TNGHS khususnya pada enam KTH di Desa Cipeuteuy dan Desa Mekarjaya agar mampu mengelola dan menjaga kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani (income generating) melalui intensifikasi (pengayaan) pengelolaan budidaya pertanian dengan mengembangkan teknik agroecology dan/atau penanaman jenis pohon yang memiliki banyak fungsi (Multi Purpose Tree Species). Dengan demikian, program ini juga akan berkontribusi dalam mengembalikan fungsi ekologi, mencegah terjadinya deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati dan terjadinya konflik masyarakat.
Dalam pelaksanaan program SELARAS juga dilakukan beberapa kajian yang sangat penting untuk menunjang program serta memberikan referensi yang bisa menjadi rujukan dalam penyusunan rencana di masa yang mendatang. Sebagaimana diketahui, KTH memiliki kewajiban dalam menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) bersama dengan pihak TNGHS paska mendapatkan legalitas akses pengelolaan Kawasan Konservasi dalam bentuk kemitraan konservasi.
Salah satu kajian yang dibutuhkan sebagai rujukan adalah kajian mengenai kesesuaian jenis tanaman di wilayah KTH. Dan belajar dari pengalaman dari program-program rehabilitasi sebelumnya, jenis tanaman yang akan ditanam selain memiliki kesesuaian secara agroklimat juga penting untuk mempertimbangkan preferensi masyarakat setempat sebagai jaminan keberhasilan dari penanaman. Oleh karena itu, kajian kesesuaian jenis tanaman yang dilakukan dalam program selaras ini setidaknya mencakup 3 hal yaitu: i) analisis kesesuaian lahan berdasarkan agroklimat untuk beberapa komoditas potensial seperti pala, kopi, dan alpukat; ii) melakukan studi preferensi lokal untuk mengetahui keberterimaan KTH terhadap jenis-jenis komoditas yang diusulkan untuk ditanam; dan iii) membangun proyeksi perubahan tutupan dengan jenis komoditas tertentu yang diusulkan dalam konteks peningkatan cadangan karbon.