
Tenun sebagai Warisan Budaya
Tenun Iban merupakan salah satu warisan budaya yang tidak hanya merepresentasikan identitas masyarakat adat, tetapi juga menjadi sumber penghidupan yang penting di tengah perubahan zaman. Di Kapuas Hulu, khususnya di Dusun Sadap, tradisi menenun tetap hidup berkat peran aktif perempuan Iban dalam menjaga dan mewariskan keterampilan menenun dari generasi ke generasi. Melalui tenun, mereka tidak sekadar menghasilkan kain indah bernilai ekonomi, tetapi juga merawat kearifan lokal, pengetahuan ekologis, serta nilai spiritual yang terpatri dalam setiap helai benang dan motifnya.
Dusun Sadap dikenal sebagai daerah penghasil tenun Iban yang khas dan masih aktif hingga saat ini. Bagi masyarakat Sadap, menenun bukan sekadar kegiatan ekonomi, melainkan bagian dari tradisi Masyarakat Adat Dayak Iban yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka terdahulu dan perlu dijaga keberlanjutannya. Sejak kecil, perempuan Iban sudah diperkenalkan pada alat tenun dan diajarkan teknik dasar menenun oleh ibu/indai atau kerabat perempuannya. Pasalnya, menenun merupakan salah satu keahlian yang wajib dikuasai oleh perempuan adat Iban untuk menghasilkan kain dengan kegunaan tertentu, mulai dari acara kelahiran hingga kematian. Bahkan, keterampilan menenun bagi perempuan dayak Iban juga merupakan salah satu kriteria dalam kesiapan seorang perempuan dayak Iban sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Rumah Belajar Endo Segadok
Eksistensi tenun Iban di Dusun Sadap saat ini tidak lepas dari kekompakan para anak muda dan indai dalam mengelola kelompok tenun agar tetap aktif. Salah satu langkah penting yang mereka lakukan adalah mendirikan Rumah Belajar Endo Segadok sebagai ruang belajar menenun bagi generasi muda. Rumah belajar ini tidak hanya menjadi pusat pembelajaran bagi perempuan Iban di Sadap, tetapi juga berhasil menarik minat banyak wisatawan yang ingin belajar langsung sekaligus mengenal lebih dekat tradisi tenun Iban.
Selain menjadi pusat belajar, kelompok tenun Endo Segadok juga menyediakan paket tur budaya selama kurang lebih 2-3 jam. Dalam waktu tersebut para wisatawan dapat mengamati dan belajar berbagai hal mengenai tenun Iban dengan melihat langsung aktifitas yang sedang dilakukan para penenun. Para wisatawan akan ditemani oleh pemandu yang dapat bercerita atau menginterpretasi berbagai hal menarik mengenai tenun Iban dan proses pembuatannya. Hingga saat ini, Kelompok Tenun Endo Segadok beranggotakan 54 orang perempuan Iban Sadap, yang terbagi menjadi dua kategori: kategori junior (anak-anak sekolah dasar hingga mahasiswa) dan kategori senior (para indai atau ibu-ibu).
Proses Produksi : Dari Benang hingga Motif Sakral
Pada mulanya tenun Iban dibuat menggunakan benang yang diperoleh langsung dari alam, yaitu dari pohon randu (Ceiba pentandra) yang menghasilkan kapas/kapuk. Akan tetapi, karena ketersediaan bahan tersebut yang semakin sulit diperoleh, bahan baku benang yang mereka gunakan saat ini beralih menggunakan benang produksi industri. Biasanya bahan baku benang diperoleh dari luar kota seperti Jakarta, Bandung hingga Surabaya dengan rentang harga mulai dari Rp200.000 – Rp300.000 per kilogram. Kendati demikian, pewarna benang yang digunakan masih menggunakan pewarna alami dari berbagai macam tumbuhan yang ada di hutan, seperti daun engkerebai, renggat akar, mengkudu, kepapak dan akar kuning. Proses pengambilan pewarna alami di hutan dilakukan secara gotong royong dan tentunya atas izin ketua adat.
Setiap lembaran kain tenun Iban mempunyai makna dan nilai penting bagi kehidupan suku Iban. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa tenun Iban memiliki nilai magis yang terkandung di setiap motifnya dan hingga saat ini kemistisan motif masih dirasakan oleh para penenun. Seorang penenun baru boleh menenun motif level tinggi (sakral) jika yakin dia lebih kuat secara spiritual daripada motif yang digambarnya. Jika tidak, penenun akan mengalami hal yang tidak baik, misalnya sakit. Adapun motif-motif yang dianggap sakral oleh masyarakat Iban adalah seperti motif manusia, ular, buaya, dan perahu. Selain motif, tenun Iban Sadap juga terkenal akan teknik menenunnya yang terbagi menjadi 4 jenis, yaitu kebat, sungkit, pileh dan sidan. Tenun Kebat adalah tenun yang wajib dimiliki oleh dayak Iban mulai dari kelahiran hingga kematian. Sedangkan tenun songket dan pileh digunakan untuk busana pesta maupun syukuran. Sementara tenun sidan adalah jenis tenun yang sering diperjualbelikan, karena jenis ini bisa dibilang sebagai jenis yang ramah (lebih mudah) bagi penenun pemula.
Ekonomi Tenun Iban
Menenun merupakan sumber penghidupan utama perempuan Iban di Dusun Sadap. Biasanya mereka melakukan kegiatan menenun di rumah panjai dari pagi hingga petang, terlebih ketika permintaan akan kain tenun Sadap melimpah maka waktu yang mereka habiskan untuk menenun akan semakin lama setiap harinya. Meski menenun sudah menjadi rutinitas sehari-hari, para perempuan Iban tetap memegang teguh aturan adat yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka terdahulu, dimana mereka akan menghentikan sementara aktivitas menenun apabila ada kerabat yang meninggal, melahirkan, atau ketika musim nugal/tanam tiba.
Tenun Iban Sadap kini telah menembus pasar nasional bahkan global. Penjualannya lebih sering dilakukan melalui sistem pre-order, dengan jumlah pesanan yang bisa mencapai 50 lembar dalam sekali order. Selain itu, penenun juga tetap melayani pembelian langsung dari wisatawan, baik saat kunjungan upacara adat seperti gawai/pesta panen maupun kunjungan wisata biasa. Dari hasil penjualan kain tenun, biasanya perempuan Sadap bisa memperoleh penghasilan berkisar antara 3-10 juta rupiah per bulan. Meskipun permintaan pasar semakin tinggi, para penenun Sadap tetap menjaga prinsip keseimbangan alam. Mereka membatasi penggunaan bahan pewarna dari akar dan kulit pohon tertentu agar tidak mengganggu keberlanjutan hutan. Sebagai gantinya, mereka lebih banyak menggunakan pewarna alami dari tumbuhan yang cepat pulih dan bisa dibudidayakan seperti daun engkerebai dan renggat akar.
Tantangan, Ancaman dan Urgensi Perlindungan Hukum
Keberlanjutan tenun Iban di Sadap menunjukkan bahwa warisan budaya dapat bertahan dan bahkan berkembang jika dikelola secara kolektif, kreatif, dan adaptif terhadap perubahan. Tenun tidak hanya berfungsi sebagai media untuk menjaga tradisi dan identitas Masyarakat Adat Dayak Iban, tetapi juga membuka ruang bagi perempuan Iban untuk berdaya secara ekonomi sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya mereka ke dunia luar. Sayangnya, di balik potensi tersebut eksistensi budaya dan keberlanjutan praktek ekonomi lokal masyarakat adat di Indonesia masih rentan. Regulasi yang ada belum sepenuhnya mampu memberikan jaminan perlindungan, sementara proyek pembangunan dan tren investasi eksploitatif acap kali turut menyasar wilayah adat yang belum mendapat pengakuan dari negara. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya peran negara dalam menjamin serta melindungi hak-hak masyarakat adat.
Kelestarian kearifan lokal sejatinya tidak dapat dipisahkan dari adanya kepastian hukum. Selama ini, warisan budaya Masyarakat Adat kerap berhadapan dengan tantangan berupa klaim pihak luar, komersialisasi yang tidak adil, hingga minimnya perlindungan negara. Oleh karena itu, kehadiran regulasi yang melindungi hak-hak Masyarakat Adat menjadi sangat mendesak. Pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat, misalnya, diharapkan dapat melindungi dan memperkuat pengakuan negara terhadap hak-hak budaya, wilayah, dan ekonomi Masyarakat Adat. Dengan adanya landasan hukum yang jelas, praktik pelestarian budaya seperti tenun Iban akan lebih terlindungi, tidak hanya sebagai warisan leluhur, tetapi juga sebagai sumber penghidupan yang bernilai tinggi dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Tenun Iban di Dusun Sadap membuktikan bahwa tradisi dapat terus hidup sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain menjaga identitas dan nilai spiritual masyarakat adat, tenun Iban juga memperkuat peran ekonomi perempuan adat yang menjadi penggerak utama warisan ini. Namun, keberlanjutan tenun masih rentan tanpa perlindungan hukum yang memadai. Dengan demikian, pengakuan dan jaminan hak-hak masyarakat adat menjadi kunci agar tenun Iban tidak hanya lestari sebagai warisan leluhur, tetapi juga berdaya sebagai sumber penghidupan yang bernilai tinggi dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dukungan nyata dari negara dan masyarakat luas sangat diperlukan agar tenun Iban terus terlindungi, lestari, dan berkontribusi bagi generasi mendatang.
Penulis : Hermawan