Menata Batu, Berguru pada Leuweung Ciptagelar

Beberapa bulan yang lalu tersambunglah komunikasi antara Kasepuhan Ciptagelar -sebuah wewengkon adat di Banten Kidul- dan FWI. Intinya, Ciptagelar ingin menyelesaikan proses pendokumentasian wilayah kelola kasepuhan, dan FWI diminta terlibat. Meskipun FWI memiliki personel dengan kemampuan teknis pemetaan, tetapi untuk mendampingi proses pemetaan yang partisipatif dirasakan belum cukup pengalaman. Untuk melengkapinya, FWI meminta dukungan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif. Harapannya FWI juga bisa turut belajar dalam proses-proses mendampingi pemetaan partisipatif.

Sesuai pembicaraan sebelumnya, pertengahan September, 4 orang FWI dan 1 orang JKPP berangkat ke Ciptagelar, menindaklanjuti pembicaraan dan memulai proses pendokumentasian wilayah kelola kasepuhan.

Sebenarnya masih banyak kesibukan di Ciptagelar, karena setelah Seren Taun biasanya merupakan waktu bagi warga untuk menyelenggarakan hajatan. Tetapi kami dengar, untuk tahun ini jadwal berpesta dipersingkat, dari 90 hari menjadi 14 hari saja. Pemadatan ini dilakukan karena waktu tebar, waktu untuk menyiapkan sawah dan menyemai benih padi harus dilakukan lebih awal.

Tamu datang silih berganti ke Imah Gede, untuk menemui Abah Ugi, pemimpin adat Kasepuhan Ciptagelar, sehingga kesempatan kami untuk bertemu menjadi tertunda dua malam. Sambil menunggu waktu yang baik, kami gunakan hari ketiga untuk mulai berkeliling, menemui beberapa warga yang sedang berladang, anak-anak yang pulang sekolah, ataupun bertamu ke rumah warga. Kami ngobrol ringan tentang keseharian. Inilah pelajaran pertama kami, menggali informasi tentang keadaan sosial dan ekonomi dari sumber pertama.

Selewat pukul sepuluh malam, kami datang ke Imah Gede, supaya lazim kami sebagai seorang tamu yang datang tampak muka. Kami tidak menduga bahwa kedatangan kami malam itu ternyata sudah “disiapkan”. Belasan tokoh Baris Kolot turut berkumpul untuk membicarakan rencana pendokumentasian wilayah kelola ini.

Malam itu kami bentangkan kertas plano, disertai pertanyaan, “mana-mana saja titik-titik penting yang akan kita telusuri?”. Mulailah diskusi yang sangat seru, diselingi komentar pencatat untuk meyakini apa yang akan ia tulis. Meskipun nama-nama tempat penting itu bisa diingat dan dipastikan keberadaannya, ternyata tidak mudah menggambarkannya.

Pelajaran kedua kami usai sekitar pukul dua dini hari, dengan gambar dan daftar tempat-tempat penting bagi wilayah kelola kasepuhan.

Sesuai dengan yang direncanakan, waktu kami yang tersisa akan digunakan untuk belajar menggunakan GPS, mendokumentasikan titik-titik koordinat. Kelompok belajar kami terdiri sebelas orang, kami berempat dan tujuh warga muda Ciptagelar. Latihan pendokumentasian titik koordinat menggunakan GPS langsung dicobakan sembari berkeliling di sekitar Imah Gede. Setelah makan siang, kami memanfaatkan waktu dengan melanjutkan obrolan tentang apa yang akan dilakukan setelah data koordinat sudah terkumpul. Mulailah kami belajar tentang dasar-dasar penggambaran peta, hingga dihentikan datangnya undangan syukuran atas terbangunnya dua leuit baru di keluarga Abah.

Pertengahan bulan Oktober 2012, kami merencanakan untuk turun ke lapangan, menyisir titik-titik terluar wilayah kelola Ciptagelar yang dulu pernah dilakukan tetapi belum tuntas. Setelah itu, mulai mendokumentasikan kelompok-kelompok leuweung titipan, leuweung tutupan dan leuweung garapan.

Jalan masih panjang. Kunjungan kali ini hanyalah permulaan. Semoga kesempatan ini bisa menjadi batu landasan untuk lebih jauh berguru kepada kearifan hutan Ciptagelar.

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top