Ada satu hal menarik yang saya ingin tuliskan. Cerita ini diperoleh dari hasil berbagi pengalaman oleh rekan yang berasal dari Negara di bagian Amerika Tengah dalam mengemas kampanye tentang perlindungan hutan adat. Tujuan kampanye yang mereka lakukan mirip seperti kampanye-kampanye yang ada di Indonesia pada umumnya yaitu melindungi wilayah adat dari gangguan pihak luar seperti pembakaran hutan, illegal logging, dan sebagainya.
Obyek kampanye tersebut adalah masyarakat adat. Melalui pendekatan emosional, masyarakat adat dengan sendirinya bercerita permasalahan yang terjadi di kawasan hutan adat, apa yang ingin mereka lakukan dan apa yang mereka bisa lakukan untuk menjaga wilayahnya. Informasi terkait kondisi terkini yang terjadi di wilayah adat merupakan suatu kebutuhan yang harus ada dalam mencegah atau menghentikan pihak-pihak yang ingin merusak hutan.
Dari hasil identifikasi dan beberapa kali uji coba, terciptalah suatu inovasi teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat adat. Inovasi teknologi tersebut adalah membuat telepon genggam seluler android yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh masyarakat adat. Tidak bisa baca tulis bukan menjadi halangan, tetapi menjadi tantangan sehingga tercipta android yang tombolnya dimodifikasi menjadi simbol-simbol yang dipahami oleh masyarakat adat.
Cara kerja android sangat sederhana. Apabila terjadi kebakaran hutan di suatu wilayah, masyarakat adat dengan menggunakan android yang sudah dimodifikasi, dapat mengirimkan informasi awal melalui simbol pesan kepada pemerintah atau LSM setempat. Hal ini saya maknai sebagai keberhasilan bagi partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan sumberdaya hutan.
Dari hasil berbagi cerita tersebut, ada dua point yang saya catat. Pertama adalah terkadang ketika berkampanye, LSM seringkali memaksakan kehendaknya, memaksa yang bagus itu hanya menurut LSM. Kedua, oleh karena itu jangan memaksa masyakarat (obyek) untuk menuruti keinginan kita, tapi tanyakan pada mereka mau dan bisanya apa.
Bukan Sekedar Berbagi Cerita
Bagi saya, menghadiri pertemuan tersebut bukan hanya sekedar untuk berbagi cerita dalam membenahi tata kelola hutan. Tapi turut menyadarkan saya akan pentingnya memiliki kemampuan berbahasa asing, minimal bahasa inggris. Karena komunikasi merupakan pintu untuk bertukar pikiran, dan inggris adalah bahasa internasional yang hampir semua orang paham. Dan sekarang saya lebih berani lagi untuk berkampanye dengan bahasa inggris. (Linda)