Masyarakat adat yang ada di wilayah Papua telah banyak merasakan ketidakadilan dalam jangka waktu yang lama. Termasuk ketidakadilan terhadap akses kebenaran informasi, terutama tentang kondisi hutan, tanah, dan program-program pembangunan lainnya. Ketidakadilan informasi ini membawa masyarakat adat ke dalam situasi dimana mereka mengalami kerugian dan dalam posisi yang lemah pada konflik-konflik yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya alam. Selain menyeimbangkan kekuatan, data dan informasi dasar yang kuat dan terkini adalah hal yang penting untuk perencanaan dan implementasi pengelolaan hutan yang baik di wilayah Papua. “Potret Keadaan Hutan dan Masyarakat Bioregion Papua” diharapkan dapat diakses oleh setiap orang, komunitas, pemerintah, dan privat sektor agar memiliki pandangan yang sama dalam melihat kenyataan dan fakta kondisi hutan dan perubahannya. Serta yang terpenting yaitu masyarakat adat dan wilayah adat mereka.
Sampai dengan tahun 2013, luas hutan alam di Wilayah Bioregion Papua (Papua, Papua Barat, dan Kepulauan Aru) mencapai 30 juta hektar atau 85% dari luas daratan wilayah tersebut. Keberadaan hutan alam tersebut terus mengalami tekanan. Pada tahun 2013, 31% atau 11,2 juta hektar hutan alam berada di dalam konsesi perizinan (IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK-HT/HTI, perkebunan, dan pertambangan). Hutan alam terbesar berada pada area konsesi HPH seluas 4,7 juta hektar, lalu pertambangan 3,6 juta hektar, perkebunan 448 ribu hektar, HTI 299
ribu hektar, dan sisanya pada area-area tumpang tindih perizinan sebesar 1,9 juta hektar. Pada tahun 2009-2013, hutan alam di Wilayah Papua hilang seluas 612.997 hektar, atau 153.249 hectar/tahun, atau setara dengan lebih dari dua kali luas Jakarta. Deforestasi paling besar terjadi di Provinsi Papua seluas 490 ribu hektar (80%), Papua Barat seluas 102 ribu hektar (17%), dan Kepulauan Aru Seluas 20 ribu
hektar (3%).
Pemerintah melakukan upaya perlindungan hutan alam di Indonesia melalui skema moratorium izin pemanfaatan kawasan hutan pada hutan alam dan lahan gambut. Pada tahun 2013, di Papua sendiri terdapat sekitar 20,8 juta hektar kawasan hutan yang berada di dalam area moratorium, dimana 18,8 juta hektar diantaranya masih berupa hutan alam. Namun, pada area moratorium perizinan tersebut masih saja
terjadi deforestasi lebih dari 227 ribu hektar atau 57 ribu hektar/tahun. Tingginya angka deforestasi di dalam area moratorium diindikasikan karena banyaknya aktivitas ilegal dalam memanfaatkan sumberdaya hutan di wilayah Papua. Misalnya konversi hutan alam menjadi perkebunan, illegal logging, aktivitas perusahaan tanpa izin, kebakaran hutan, dan pembangunan infrastruktur. Upaya untuk melindungi hutan dan mengakui masyarakat adat pada akhirnya harus menjadi konsekuensi dari kebijakan afirmatif yang mendukung pihak-pihak yang paling rentan terhadap degradasi dan kehilangan hutan. Dalam konteks Papua, objek tersebut adalah penduduk asli dan lokal dan ekosistem hutan itu sendiri. Selain itu, ada juga perempuan dan anak-anak yang paling rentan di dalam masyarakat adat. Perempuan secara tradisional bertanggung jawab atas kebutuhan dasar keluarga, makanan, air, kesehatan.