Forum Akademisi Timur Menolak Tambang Masuk Kampus

Tambang nikel di pulau kecil di Pulau Manoram Papua Barat Daya
Tambang Nikel Di Pulau Manoram, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya

12 Februari 2025 – Forest Watch Indonesia (FWI) dan Forum Akademisi Timur Melawan Tambang di Pulau Kecil mengadakan diskusi publik dan media briefing berjudul ‘’Forum Akademisi Timur Menolak Tambang Masuk Kampus’’. Diskusi publik dan media briefing dinisiasi untuk merespon rencana pemberian IUP Pertambangan kepada Perguruan Tinggi

Pemerintah berencana memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi, setelah sebelumnya memberikan izin serupa kepada organisasi keagamaan. Kebijakan ini menuai kritik karena dinilai dapat melemahkan daya kritis akademisi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran serta berpotensi merusak lingkungan, khususnya di pulau-pulau kecil.

Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi adalah bentuk pelemahan terhadap integritas akademik. “Pemerintah menawarkan izin usaha pertambangan (IUP) kepada Perguraan Tinggi, merupakan tindakan merendahkan posisi Perguruan Tinggi yang memiliki martabat diri yang terikat dengan sikap integritas, yang saat ini saja sudah menurun. Dengan mengelola tambang tentu akan memperparah hal tersebut. Selain itu, kebijakan ini juga sebagai upaya membungkam nalar kritis Perguruan Tinggi.” ujar Dr. Sitti Marwah.

Dr. Sitti Marwah menegaskan bahwa kebijakan ini harus dikaji ulang agar perguruan tinggi tetap menjalankan peran utamanya sebagai penjaga moral, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Tanpa netralitas dan integritas akademik, perguruan tinggi berisiko kehilangan perannya sebagai kekuatan moral yang seharusnya berkontribusi dalam perbaikan tata kelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

“Netralitas dan integritas akademik harus tetap menjadi pilar utama perguruan tinggi dalam mendorong perbaikan tatakelola sumberdaya alam berkelanjutan.” Ungkap Dr. Andi Chairil Ichsan.

“Dagelan bagi bagi izin tambang ke kampus dan ormas bukan solusi kemandirian, malah memperlebar ruang kolusi baru dalam eksploitasi sumber daya alam  yang destruktif jika tata kelola nya tidak dibenahi,” imbuhnya.

Konflik kepentingan antara akademik dan industri ekstraktif semakin mengkhawatirkan, terutama dengan dampak nyata pertambangan terhadap lingkungan. Di pulau-pulau kecil, aktivitas tambang yang dilarang berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 justru terus berlangsung, memperburuk tata kelola pertambangan yang sudah bermasalah.

Dalam menghadapi polemik ini, dunia akademik harus tetap berpijak pada nilai-nilai keilmuan dan tidak terpecah belah oleh kepentingan industri. “Jangan mau diadu domba antar perguruan tinggi terkait permasalahan tambang ini. Sebagai civitas akademika, kita harus bersatu dan menyuarakan kebenaran berdasarkan keilmuan yang objektif,” tegas Prof. La Ode M. Aslan

Izin usaha pertambangan di Indonesia semakin mengancam kawasan hutan dan wilayah pesisir. Data Kementerian ESDM (2024) mencatat jumlah IUP mineral dan batu bara mencapai 4.634 izin, mencerminkan ekspansi industri tambang yang berisiko merusak ekosistem. Dengan meluasnya izin pertambangan, termasuk keterlibatan perguruan tinggi, evaluasi kebijakan ini menjadi mendesak. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan pertambangan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang lebih luas.

Data FWI menunjukkan bahwa sebanyak 149 IUP tersebar di 242 pulau kecil, dengan tambang di kawasan hutan telah mencakup 4.997.564,48 hektare, termasuk ekosistem esensial dan lahan gambut masing-masing seluas 2.570.658,51 hektare dan 519.549,25 hektare. Tambang di pulau-pulau kecil juga menyebabkan deforestasi sebesar 271.642,78 hektare atau 3% dari laju rata-rata deforestasi nasional. Dengan pemberian IUP kepada perguruan tinggi, ancaman terhadap lingkungan bisa semakin besar.

Tambang Nikel Di Pulau Manoram, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya

Dalam situasi ini, perguruan tinggi seharusnya berperan sebagai garda terdepan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, bukan justru terlibat dalam aktivitas yang berisiko memperburuk kerusakan alam. “Seharusnya perguruan tinggi hadir jika ada permasalahan yang berdampak pada lingkungan dan masyarakat, bukannya menjadi pihak yang justru diam atau bahkan mendukung kegiatan yang merusak lingkungan,” tegas Hafidah Nur, S.P., M.Si.

Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret untuk merespons kebijakan ini secara akademik dan strategis. “Lebih baik kalau ada pembahasan bersama dan kajian yang melibatkan forum rektor, supaya mereka benar-benar paham kebijakan pemberian IUP tambang ke kampus ini, agar mereka lebih memahami kondisi faktual di lapangan, terutama di pulau-pulau kecil di Indonesia Timur dan dampak yang akan ditimbulkan,” ungkap Prof. Agus Kastanya.

Langkah ini tidak hanya akan memberikan landasan ilmiah dalam menilai kebijakan tersebut, tetapi juga memastikan bahwa perguruan tinggi tetap berpegang pada nilai-nilai keberlanjutan dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat serta lingkungan.

Info lebih lanjut:
Media FWI (+6285720346154) atau Admin FWI ( +622518333308)
Siaran Pers dapat diunduh pada tautan dibawah ini:
Forum Akademisi Timur Menolak Tambang Masuk Kampus
Published: Februari 17, 2025
Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top