Pada 16 Oktober 2024, Parlemen Eropa resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) selama 12 bulan, dari 30 Desember 2024 menjadi 30 Desember 2025. Penundaan ini merespons kekhawatiran negara anggota, negara non-Uni Eropa, dan pelaku usaha global terkait kesiapan rantai pasok memenuhi persyaratan regulasi. Meski begitu, usulan ini masih memerlukan persetujuan dari Parlemen Eropa.
Penundaan implementasi EUDR merupakan langkah mundur dalam upaya menekan laju deforestasi di tingkat global. Padahal, kebutuhan perbaikan manajemen hutan dan komoditas penyebab deforestasi merupakan urgensi yang amat mendesak. Dalam konteks Indonesia, alih-alih diskriminatif dan merugikan, EUDR justru memberikan dampak positif dan angin segar dari mandeknya perbaikan yang dijanjikan oleh pemerintah.
Apa Impilkasinya bagi Indonesia
Salah satu klausulnya berbicara soal Benchmarking risiko dan Sistem Informasi yg tidak berfungsi 6 bulan sebelum penerapan artinya ini semakin memperlambat proses pemadupadanan data di nasional dashboard yang sedang disiapkan pemerintah Indonesia. Klausul lainya yg juga disayangkan adalah adanya penambahan “kategori tanpa resiko / No Risk Category” di Benchmark Resiko Negara.
kriteria negara yg masuk no risk category :
1. kawasan hutan yang stabil sejak tahun 1990;
2. kepatuhan terhadap Perjanjian Paris dan Konvensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia dan pencegahan deforestasi;
3. penegakan peraturan tentang pencegahan deforestasi dan konservasi hutan.
Dengan menggunakan kriteria-kriteria tersebut, tentunya akan sangat tidak adil bagi negara-negara produsen termasuk Indonesia. dan penambahan klausul “no-risk kategori” ini dapat melemahkan (undermine) EUDR secara keseluruhan. Tentunya penundaan pelaksanaan EUDR ini harusnya tidak dilakukan. EUDR diharapkan dapat menjadi salah satu tools dalam menghentikan deforestasi di Indonesia.
Selengkapnya dapat diunduh pada tautan dibawah ini: