EKSTRAKTIF VS KEMANDIRIAN

Kisah Penolakan Masyarakat Adat Ketemanggunan Tamambaloh

Ketemanggungan Tamambaloh terletak di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Wilayah ini terdiri dari 6 desa: Ulak Pauk, Saujung Giling Manik, Benua Ujung, Benua Martinus, Pulau Manak, dan Tamao. Sebagian besar wilayahnya masih tertutup hutan alam seluas 32 ribu hektare atau 55% dari total luas wilayah ketemanggungan dengan bentang lanskap yang didominasi sungai, rawa dan lahan yang subur. Di sinilah masyarakat adat ketemanggungan Tamambaloh telah hidup secara turun temurun, mengelola dan menjaga sumber daya alam dengan aturan adat yang kuat.

Ruang Hidup yang Tak Tergantikan

Bagi masyarakat adat Ketemanggungan Tamambaloh, hutan, rawa, tanah, danau dan sungai bukan sekedar ruang ekologis melainkan ruang hidup, tempat menggantungkan sumber pangan, obat obatan, air, pengetahuan, dan spiritualitas. Alam adalah bagian dari identitas dan keberlanjutan hidup mereka. Masyarakat mengenal dan mengelola berbagai jenis toan (hutan) yaitu:

  1. Toan Langke yang rimbun dengan beragam flora dan fauna,
  2. Toan Jajan pada areal berawa,
  3. Toan Karapah tempat berburu dan meramu,
  4. Toan Karangas atau ekosistem unik hutan tumbuh pada tanah yang kurang subur.

Selain hutan, terdapat berbagai bentuk lahan dan ruang sosial yang diatur oleh hukum adat:

  1. Pangarang, pareoan, belean uma, uma, dan kobon adalah tanah untuk berladang dengan berbagai aturan berbeda dan diwariskan secara turun temurun.
  2. Banua (pemukiman) dan belean sao (bekas pemukiman) yang menyimpan jejak sejarah. danau, sungai besar dan kecil sebagai jalur transportasi dan sumber protein.
  3. Lalo yang dilindungi sebagai pohon tempat penghasil madu hutan.
  4. Kulambu jolo dan kulambu baru sebagai tempat persemayaman terakhir anggota keluarga yang telah meninggal.
  5. Langan bakaramat sebagai tempat keramat dan spiritual leluhur.

Seluruh sistem pengetahuan dan tata kelola ini menunjukkan bahwa alam bukan hanya sumber ekonomi melainkan penopang kehidupan dan warisan budaya yang tak tergantikan. Dalam satu dekade terakhir, ruang hidup masyarakat adat terus menghadapi tekanan dari rencana investasi ekstraktif, terutama perkebunan kelapa sawit, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), dan tambang. Janji kesejahteraan dan pembangunan berujung pada kerusakan hutan, tercemarnya sumber air, hilangnya tanah adat, dan akses terhadap sumber pangan serta perubahan pola hidup masyarakat menjadi ketergantungan pada buruh upahan. Masyarakat Tetemanggungan Tamambaloh melihat dampak nyata di wilayah sekitar.

Hutan yang dulu hijau berubah menjadi perkebunan monokultur, dan kemandirian ekonomi hilang bersama ruang hidup. Belajar dari pengalaman itu mereka memahami bahwa keuntungan jangka pendek tidak sebanding dengan risiko kehilangan jangka panjang. Karena itu mereka memilih alternatif lain, meneguhkan perekonomian secara mandiri dan menjaga keberlanjutan ruang hidupnya.

Mengapa Selalu Jadi Incaran?

Sejarah Ketemanggungan Tamambaloh di Kalimantan Barat tidak bisa dilepaskan dari berbagai tekanan eksternal, terutama upaya masuknya industri ekstraktif seperti perkebunan kelapa sawit. Wilayah adat ini memiliki tutupan hutan yang masih relatif baik, menyimpan potensi kayu bernilai tinggi, serta memiliki posisi geografis strategis di sekitar Sungai Tamambaloh. Kondisi tersebut membuat kawasan ini terus menjadi incaran berbagai investor.

Sejak awal, masyarakat adat Tamambaloh menunjukkan sikap konsisten dalam mempertahankan wilayah adatnya. Mereka menolak secara tegas setiap upaya masuknya perusahaan ekstraktif karena memahami bahwa keberadaan industri tersebut berpotensi merusak hutan, menghilangkan lahan adat, dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam di wilayah tersebut.

Selengkapnya dapat diunduh dan dibaca melalui tautan berikut:
EKSTRAKTIF VS KEMANDIRIAN
Published: Desember 17, 2025
Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top