Gorontalo 4 Februari 2025, Hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah kecamatan Popayato Grup, yakni Kecamatan Popayato, Popayato Barat, dan Popayato Timur, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, yang menyebabkan wilayah tersebut kembali diterjang banjir pada Rabu, 22 Januari 2025. Banjir berulang di tiga kecamatan ini mengakibatkan permukiman dan jalanan terendam air. Aktivitas industri ditengarai menjadi dalang penyebab deforestasi sehingga lebih rentan terjadi banjir.
Koalisi #SaveGorontalo menilai kondisi ini terjadi akibat lingkungan yang sudah rentan akibat rusaknya hutan alam yang seharusnya berfungsi sebagai wilayah tangkapan air. Banjir kali ini kembali mengkonfirmasi bahwa telah terjadinya deforestasi besar-besaran akibat alih fungsi hutan menjadi konsesi perusahaan yang melakukan eksploitasi di hutan-hutan di tiga kecamatan Popayato. Hutan yang dulu menjadi penyangga ekosistem sekarang menyusut yang membuat tanah kehilangan daya serap, ungkap Renal Husa Selaku juru bicara Koalisi.
Direktur Eksekutif Walhi Gorontalo, Defry Sofyan, menyatakan dalam satu dekade terakhir, aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan pemegang konsesi telah menggerus tutupan hutan yang seharusnya menjadi daerah tangkapan air. Setidaknya ada lima perusahaan yang beroperasi di wilayah ini, yakni, Inti Global Laksana (11.860,12 Ha), Loka Indah Lestari (15.410 Ha), Banyan Tumbuh Lestari (15.493,42 Ha), Sawit Tiara Nusa (8.668 Ha), dan Sawindo Cemerlang (2.046 Ha).
Menurut dia Luas konsesi yang diberikan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan ini telah membuka jalan bagi perusakan hutan secara masif. Deforestasi yang terjadi di dalam konsesi ini antara tahun 2015 hingga 2024 mencapai 2.202 hektare.
“Banyan Tumbuh Lestari menjadi penyumbang deforestasi terbesar dengan 1.832 hektare, disusul oleh Loka Indah Lestari (279 hektare) dan Inti Global Laksana (62 hektare). Sementara itu, Sawit Tiara Nusa dan Sawindo Cemerlang turut menyumbang masing-masing 20 hektare dan 9 hektare kehilangan hutan,” ungkap Defri.
Izin Konsesi Baru dan Ancaman Ekologis
Direktur Institute for Human and Ecological Studies, Tarmizi Abbas, mengungkapkan, Alih-alih menghentikan laju deforestasi, pemerintah justru memberikan izin konsesi baru. Berdasarkan data dari Forest Watch Indonesia (FWI), izin baru tersebut diberikan kepada enam perusahaan. “Tak tanggung-tanggung luas keenam konsesi ini mencapai 180 ribu Ha yang tersebar di beberapa kabupaten, yakni Pohuwato, Boalemo, dan Gorontalo Utara. Keenam izin baru tersebut mengkapling areal bekas HPH yang sudah kadaluarsa. Pemberian izin baru ini tentu bakal berdampak kepada kerusakan fungsi ekologis hutan sebagai penyangga ekosistem dan justru mendorong bencana hidrometeorologis.
Keenam izin baru tersebut akan diberikan kepada PT. Hutani Cipta (7800 Ha), PT. Keia Lestari Indonesia 1 (41.000 Ha), PT. Lumintu Ageng Joyo (38.000 Ha), PT. Keia Lestari Indonesia 2 (43.000 Ha), PT Nawa Waskita Utama (41.000 Ha), PT Sorbu Agro Energi (9800). Izin konsesi tersebut mengusahakan bioenergi yang berasal dari bahan baku kayu atau dengan istilah lain Hutan Tanaman Energi (HTE), tambah Arif.
Anggi Putra Prayoga selaku Juru Kampanye Forest Watch Indonesia, menilai di balik ekspansi izin konsesi untuk Hutan Tanaman Energi (HTE) ini, muncul kekhawatiran terkait dampak lingkungan dan keberlanjutan hutan yang akan dieksploitasi sebagai sumber energi.
Anggi mengkritik proyek bioenergi di Gorontalo hanya kamuflase agenda transisi energi yang justru merusak hutan, mengancam hilangnya fungsi ekologis lingkungan, serta berpotensi meningkatkan intensitas bencana hidrometeorologis. Masyarakat lah yang kemudian yang menanggung resikonya.
Amalya Reza, juru kampanye bioenergi Trend Asia, menegaskan bahwa biomassa kayu adalah solusi palsu energi terbarukan. Selain boros lahan dan menimbulkan deforestasi, dalam konteks co-firing, ia adalah skema akal-akalan hijau (greenwashing) yang digunakan untuk menunda pemensiunan PLTU. Serta seperti terlihat di Gorontalo, ia rentan menimbulkan bencana ekologis yang secara timpang menimpa masyarakat di sekitar wilayah yang dideforestasi akibat perkebunan kayu. Analisis Trend Asia, deforestasi terjadi sepanjang 2020-2024 di Pohuwato sebesar lebih dari 17 ribu hektare, dan sebagiannya turut disumbang oleh keberadaan kebun kayu energi. Alih-alih sumber energi terbarukan berkelanjutan, bioenergi melalui kebun kayu justru menjadi faktor penyebab bencana.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, sebab dampak negatif biomassa kayu sudah terlihat di beberapa wilayah, tidak hanya di Gorontalo. Risiko lingkungan yang ditimbulkan tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga semakin meluas seiring dengan bertambahnya izin konsesi di kawasan rentan seperti Popayato Grup.
Menurut kajian WALHI Gorontalo, penambahan izin konsesi ini akan semakin memperparah kondisi lingkungan di Kabupaten Pohuwato. Dengan semakin banyaknya hutan yang hilang, risiko bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor akan semakin tinggi. Tidak hanya itu, degradasi lingkungan juga berdampak pada kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup pada keberlanjutan ekosistem hutan dan sungai. Apalagi di tempat ini memiliki resiko bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor yang cukup tinggi.
Koalisi #SaveGorontalo menilai bahwa langkah pemerintah dalam memberikan izin baru ini sama saja dengan menciptakan ancaman ekologis baru di Pohuwato. Jika tidak ada tindakan tegas untuk menghentikan eksploitasi hutan dan melakukan pemulihan ekosistem, maka bencana ekologis di wilayah ini hanya akan menjadi lebih buruk dari tahun ke tahun.
Narahubung: Renal Husa (0821-9578-6820)