Pohon-pohon ambruk digaruk buldozzer. Alat berat juga mengoyak tebing-tebing sungai. Hutan perawan dalam ekosistem Sungai Penetai yang bemata air dari Bukit Betuah itu porak poranda. Lokasi tambang emas ilegal ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Keberadaan tambang emas ilegal di jantung hutan hujan tropis paling luas di Pulau Sumatera, memunculkan polusi suara yang mengganggu kehidupan alami satwa kunci harimau Sumatera. Tutupan hutan yang terbuka telah melepas ribuan ton karbon. Kerusakan sepandan sungai berpotensi mendatangkan banjir bandang yang mengancam ribuan jiwa.
Kompas.com melakukan penelusuran ke lokasi tambang dan mendapati bukaan tambang emas ilegal itu rata-rata mencapai 200 meter dari bibir sungai. Butuh waktu tiga hari berjalan kaki untuk menembus lokasi tambang. Di sekitar sungai, selain pohon habis ditebang juga menyisakan coak-coak lubang bekas garukan. Pohon besar ditebang dan kayunya dibuat mendirikan kamp pekerja dan membuat alat box untuk memisahkan antara emas dan tanah bebatuan.
“Begitulah kerusakan akibat tambang emas ilegal. Sungai rusak hutan hancur. Kayu-kayu besar ditumbang. Tingginya lebih dari 50 meter. Hutan perawan sudah dirusak manusia,” kata Datuk Tiang Bungkuk dari Masyarakat Adat Muara Langkap, Selasa (11/12/2023). Ia menelusuri area penambangan emas ilegal pada Februari 2023, mengambil dokumen foto, video dan titik koordinat. Hatinya mendidih melihat kondisi hutan yang rusak. Namun dia hanya diam, sebab di lokasi tambang ada ratusan pekerja. Ramai seperti pasar.
Ketinggian pohon-pohon yang ditebang lebih dari 50 meter. Ukuran diameternya rata-rata sebesar drum minyak. Semua pohon yang berada di sempadan sungai ditumbang, agar alat berat leluasa menggaruk tebing.
Pembukaan hutan kanan-kiri sungai lebih 200 meter sepanjang sembilan kilometer. Sungai yang dihancurkan penambang emas ilegal tempat minum satwa, khususnya harimau dan rusa.
Kemudian dalam sungai itu habitat ikan semah, endemik Kerinci. Tidak hanya menggunduli hutan, aktivitas tambang emas juga memotong alur sungai. Tebing-tebing diruntuhkan.
Saat di lokasi dan ditemani perwakilan masyarakat adat Muaro Langkap, Kompas.com menggunakan perangkat penanda lokasi yang ditumpang susun dengan area peta TNKS, ditemukan fakta lokasi penambangan emas ilegal, berada di kawasan inti warisan dunia untuk hutan tropis yang telah diakui UNESCO.
Hasil analisis tim data Forest Watch Indonesia (FWI) yang dilakukan khusus berdasarkan titik lokasi penambangan emas di wilayah Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Jambi, itu telah merusak hutan taman nasional seluas 105 hektar. Mayoritas bukaan hutan taman nasional itu berada di daerah aliran Sungai Penetai.
Tutupan hutan yang terbuka karena penambangan emas ilegal menurut data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi dari citra satelit sentinel 2, setiap tahun mengalami kenaikan, pada tahun 2022 tercatat 572 hektar, kemudian semakin meluas pada 2023 menjadi 699 hektar.
Penambangan emas ilegal terjadi di Kabupaten Kerinci, Merangin dan Bungo. Dengan semakin terbukanya hutan telah mengundang bencana ekologi. Datuk Tiang Bungkuk menuturkan Kabupaten Kerinci telah mengalami bencana banjir dan longsor terparah sepanjang sejarah, karena kerusakan hutan.
Benteng terakhir dari bencana di Kerinci adalah hutan TNKS. “Sudah sepekan Kerinci dan Sungaipenuh banjir. Belum ada tanda-tanda air akan surut. Ribuan warga mengungsi, dua orang telah meninggal karena longsor dan banjir,” kata Datuk.
TNKS merupakan situs warisan dunia UNESCO yang melingkupi empat provinsi di Sumatra (Jambi, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Bengkulu).
Sebagai hutan tropis paling penting di dunia, TNKS juga menjadi rumah bagi habitat satwa langka seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), kelinci sumatera (Nesolagus netscheri), tapir asia (Tapirus indicus), padma raksasa (Rafflesia arnoldii), cemara sumatera (Taxus sumatrana), dan lebih dari 372 jenis burung, termasuk di dalamnya 16 jenis burung endemik.
UNESCO dalam sidang komite warisan dunia (World Heritage Committee/WHC) ke-45 di Riyadh, Arab Saudi, pada 10-25 September 2023 menetapkan hutan hujan tropis Sumatera (Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan) sebagai warisan dunia dalam bahaya. Penetapan ini tak berubah sejak 2011 atau sudah selama 12 tahun.
Dokumen UNESCO WHC/23/45.COM/7A.Add.2, Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage memutuskan untuk mempertahankan warisan hutan hujan tropis Sumatera (Indonesia) masuk Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya. UNESCO menaruh perhatian terhadap deforestasi yang terus terjadi akibat perambahan, pembangunan jalan. Dampaknya adalah konflik satwa, menurunnya spesies kunci dan meningkatnya isolasi ekologis.
“Masalah penambangan emas ilegal di dalam kawasan sudah beres. Kita telah melakukan operasi gabungan di Ulu Sungai Penetai TNKS,” kata Haidir Kepala Balai TNKS melalui pesan singkat, Rabu (20/12/2023).
Operasi gabungan ketika sampai di lokasi tidak menemukan para pelaku penambangan emas ilegal. Namun pada tempat kejadian perkara, tim menemukan beberapa barang bukit yang digunakan pelaku tersebar di tiga lokasi antara lain dua camp, satu pondok, satu alat robin dan asbox, enam drum BBM dan selang sepanjang 100 meter. Tindakan yang dilakukan terhadap barang bukti adalah melakukan pemusnahan di tempat kejadian perkara, karena jarak tempuh yang sangat jauh sehingga tidak mungkin untuk dibawa pulang.
“Bangkai alat berat yang dihancurkan petugas pada saat operasi sebelumnya masih berada di TKP,” kata Haidir. Setelah melakukan operasi gabungan dengan menerjunkan 53 orang, seluruhnya sudah kembali dalam keadaan baik dan sehat pada Jumat (17/11/2023). Lebih cepat dua hari dari rencana waktu operasi, kata Haidir. “Rencana tindak lanjut pasca operasi ini adalah melakukan pengawasan ketat terhadap jalur masuk ke TKP melalui penjagaan dan patroli rutin agar pelaku tidak kembali lagi,” kata Haidir.
Aktivitas penambangan emas ilegal yang merangsek di beberapa titik zona inti taman nasional, telah menghancurkan kawasan warisan dunia itu, di antaranya; Sungai Serpeh, Sungai Sihijau, Sungai Penetai, dan Batu Reben atau Kuning. Untuk lokasi yang paling jauh berada di Batu Kuning. Di lokasi itu, aktivitas penambangan telah merusak makam nenek moyang masyarakat Adat Tamiai Kerinci, yang masuk dalam wilayah ulayat kedepatian Muara Langkap.
“Kita sudah turun ke lokasi bulan Februari 2023. Hasilnya sudah dilaporkan ke polisi dan pihak TNKS. Setelah berbulan-bulan baru direspons. Aparat hukum turun dan menangkap beberapa orang,” kata Datuk Mukhri Soni, Depati Muara Langkap di rumahnya, Selasa (12/12/2023). Ia mengingatkan sebenarnya hutan lokasi penambangan emas ilegal tersebut milik masyarakat adat Muara Langkap. Lantaran mengikuti aturan negara, maka pengelolaan hutan telah diserahkan ke TNKS. Namun dia meminta penjaga TNKS jangan lalai, untuk menjaga hutan adat tersebut.
Hutan adat Kedepatian Muaro Langkap yang kini sudah dipelihara negara adalah tempat bersemayam leluhur mereka, sehingga harus dihormati dan dilarang melakukan pembukaan sewenang-wenang. Apabila penambang emas ilegal masih bebas beroperasi, maka dikhawatirkan berdampak buruk bagi masyarakat adat Muaro Langkap.
Ganggu rumah harimau sumatera
“Jangan sampai banjir menelan kami karena hutan rusak. Kami berharap negara serius menjaga hutan. Karena sumber air bagi masyarakat adat kedepatian Muaro Langkap. Kemudian tempat bersemayam leluhur serta ruang hidup datuk (harimau) yang diyakini sebagai jelmaan leluhur. Kalau hutan dibuka, datuk harimau terganggu, maka dia bisa marah dan menyerang orang-orang Muara Langkap,” kata Datuk Mukhri.
Selama aktivitas penambangan emas ilegal banyak laporan harimau berkeliaran, bahkan di Muara Emat memangsa ternak warga. Dengan demikian masyarakat memaknai perjumpaan dengan harimau tanpa didahului dengan kegiatan ritual adat, maka diyakini sebagai bentuk teguran dari leluhur. Perjumpaan harimau dan manusia itu jangan dipandang remeh. Itu bagian dari kehidupan yang tidak harmonis, apalagi keduanya sudah saling menyerang dan melukai. Bagi masyarakat adat Muaro Langkap, potensi konflik antara harimau dan manusia harus dicegah sejak dini. “Jangan sampai terjadi jatuh korban dari keduanya,” kata Datuk Mukhri.
Aktivitas tambang emas ilegal menjadi salah satu dari sederet ancaman bagi habibat satwa langka. Keberadaan predator puncak itu, terus terdesak karena habitatnya rusak. Pada 2022, warga Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Jambi, dihebohkan dengan kehadiran harimau sumatera yang masuk ke kampung mereka dan memangsa hewan ternak. Harimau sumatera harus menghadapi kerusakan hutan dan sungai. Kucing besar sedang terpojok di rumahnya sendiri. Ancaman akibat ulah manusia berpotensi menjadi pintu bagi kepunahan satwa langka.
Direktur Lingkar Inisiatif, lembaga swadaya masyarakat yang fokus bergerak pada isu konservasi dan perlindungan satwa langka di Sumatera, Iswadi mengatakan, aktivitas penambangan emas secara langsung mempengaruhi ruang gerak harimau sumatera. Ruang habibat, termasuk di dalamnya sungai yang menjadi sumber air apabila dirusak mengakibatkan kucing besar itu kehilangan ruang jelajah dan akhirnya masuk ke desa. Menurut Iswadi, harimau sumatera memiliki hubungan yang erat dengan sungai.
Ruang jelajalah harimau sumatera selalu membutuhkan sungai sebagai sumber air. Dalam survei yang dilakukan, jejak tapak harimau selalu ditemukan di pinggir-pinggir sungai. “Sungai itu habitat kunci untuk satwa besar, bukan hanya harimau saja. Kalau sungai rusak, satwa seperti harimau akan semakin kesulitan mencari sumber air,” jelas Iswadi. Kasus harimau sumatera memasuki pemukiman, diduga mengalami kebingungan atau disorientasi akibat banyak gangguan di sekitar habitatnya. Iswadi mengatakan, dalam data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dia kutip, diperkiraan harimau yang masih hidup di TNKS, sekitar 93-130 ekor. Jumah ini menjadi habitat terbesar top predator itu di Pulau Sumatra.
Sementara itu, peneliti dari Oxford University, Wulan Pusparini menuturkan kerusakan habitat menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup harimau sumatera. Degradarasi habitat satwa dapat mengubah distribusi geografis spesies, mengganggu komunikasi hewan dan menyebabkan stres. “Satwa yang mengandalkan ketajaman pendengaran untuk mendeteksi gerakan mangsa, tentu kelaparan apabila berada di lokasi tambang emas dalam waktu lama,” katanya.
Tidak hanya itu, paparan kebisingan dari aktivitas alat berat penambang emas ilegal dapat mengubah banyak sisi kehidupan spesies di dalam hutan. Bagi satwa yang kurang toleran terhadap kebisingan, maka akan tersingkir. Apabila terjadi dalam waktu yang lama, berakibat fatal hilangnya keanekaragaman hayati.
Menurut data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2022, penambangan emas terbesar berada di kawasan areal penggunaan lain seluas 32.565 hektar, di hutan produksi 6.099 hektar, hutan lindung 2.972 hektar, hutan produksi terbatas 154 hektar dan taman nasional seluas 572 hektar. Secara umum, dalam kurun waktu 50 tahun Jambi telah kehilangan hutan sebanyak lebih dari 2,5 juta hektar.
Pada 1973, tutupan hutan di Jambi masih tercatat 3,4 juta hektar. Namun pada 2023 hanya tinggal 922.891 hektar atau telah hilang 73 persen. Manager KKI Warsi, Rudi Syaf mengatakan penambangan emas ilegal sejak 2010, telah menggunakan alat berat untuk mengeruk tanah. Tidak hanya di sungai utama, namun juga masuk ke anak-anak sungai, bagian terjauh dari hulu sungai. Beberapa tahun terakhir penambangan emas ilegal berada di Sungai Penetai, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci. ”Dari analisis yang dilakukan Warsi, setiap tahun terjadi penambahan areal bukaan penambangan emas ilegal di sempadan sungai,” kata Rudi.
Karbon yang terlepas saat pembukaan hutan mineral dengan kerapatan tinggi seperti di TNKS bisa mencapai 380 ton per hektar. Apabila bukaan mencapai 105 hektar seperti di Sungai Penetai, Kerinci maka karbon yang terlepas mencapai 39.900 ton. Selain itu, aktivitas alat berat penambang yang berlangsung 24 jam, tentu juga melepas banyak karbon.
Pembukaan kawasan hutan bagian terburuknya adalah gangguan terhadap satwa. Lantaran dapat memicu fragmentasi satwa dalam kawasan hutan, apabila berlangsung hingga bertahun-tahun tanpa henti. Polusi suara dari alat berat yang beroperasi dalam TNKS, membuat satwa menderita. Ruang jelajahnya terbatas dan kehilangan buruan. Bahkan dengan adanya gangguan terhadap sempadan sungai, satwa kehilangan sumber air minum. Cemari sungai dan ancaman banjir bandang Penambangan emas telah merusak sempadan sungai hingga sepuluh kali lipat. Kemudian memotong alur sungai.
Kondisi sungai yang rusak dan dangkal tidak sanggup menampung air ketika musim hujan dengan intensitas tinggi. Akibatnya, banjir bandang akan menghantam ribuan manusia yang berada di hilir, menimbulkan bencana ekologi. Banjir dan longsor telah berdampak pada 68.086 jiwa. Rumah yang terendam sebanyak 21.578 unit, tersebar di 165 Desa, 28 Kecamatan di 4 Kabupaten kota yakni Kabupaten Kerinci, Bungo, Tebo dan Kota Sungaipenuh. Bahkan banjir dan longsor telah menelan dua korban jiwa, awal Januari lalu.
Selain banjir karena sendimentasi, penambangan emas ilegal mencemari sungai. Pasalnya aktivitas pemisahan bijih emas menggunakan merkuri. Tanpa peralatan yang memadai, merkuri dari aktivitas tambang emas ilegal dapat terbuang ke sungai. Dosen Universitas Jambi, Ngatijo memaparkan risetnya terkait merkuri di Sungai Batanghari. Penelitiannya memperlihatkan kandungan merkuri di sungai itu sudah melebihi ambang batas.
Merkuri di air sungai memang berfluktuasi pada kisaran 0,0005-0,0645 miligram per liter, sedangkan pada sedimen sungai terdeteksi dengan kisaran 0,01-0,42 miligram per kilogram. “Sangat berbahaya bagi mahluk hidup,” kata Ngatijo. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 menyatakan ambang batas kadar merkuri di air dan laut adalah 0,001 part per milion (ppm). Kalau SNI batas maksimum cemaran merkuri pada ikan segar tentang persyaratan mutu dan keamanan pangan yaitu sebesar 0,5 miligram per kilogram. Dengan sifat merkuri yang tak bisa terurai, maka dia akan terakumulasi dalam jaringan mahluk hidup. Merkuri itu akan termakan ikan-ikan kecil, kemudian ikan kecil dimangsa ikan besar. Tak lama berselang, ikan-ikan besar itu dikonsumsi manusia.
Dengan demikian, manusia menjadi tempat terakhir dari akumulasi merkuri yang mencemari sungai terpanjang di Sumatera ini. Sungai yang tercemar merkuri ini jadi ancaman bagi jutaan orang di Jambi. Sebut saja nelayan yang menangkap ikan, perusahaan daerah air minum (PDAM), serta para petani yang menggantungkan sumber air irigasinya ke Sungai Batanghari. Menurut dia, kandungan merkuri yang tak sengaja dikonsumsi mampu membuat manusia cacat. Bahkan cemaran merkuri dapat menurun ke anak secara genetik.
Merkuri, kata Ngatijo termasuk logam yang sangat mudah berinteraksi dengan air, sehingga mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Kawasan hutan TNKS di Jambi sebagai penyeimbang ekosistem terus kehilangan tutupan hutan. Benteng terakhir bagi biodiversitas telah dikoyak penambang emas ilegal. “Jangan sampai orang makan nangka, kami kena getahnya,” kata Datuk Mukhri.
Liputan ini didukung oleh Rainforest Journalism Fund, Pulitzer Center.
Sumber tulisan ini berasal dari Kompas.com