Kesadaran Ekologis dalam Pikiran Sayyed Hosein Nasr

PENEBANGAN hutan, kebakaran hutan dan berbagai kegiatan pembebasan lahan yang dilakukan oleh sejumlah oknum di Indonesia telah berhasil menghilangkan hampir 70% hutan Kalimantan. Fenomena ini telah menyebabkan banjir yang parah di sejumlah wilayah pada 2021 silam.

Menurut Staf Advokasi dan Kampanye Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, M. Jefri Raharja, bencana banjir bandang yang terjadi di Kalimantan, selain diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara berkepanjangan membawa dampak bencana ekologi tersebut. Hal ini tentu mengakibatkan hilangnya kawasan penyerapan air yang membuat banjir semakin masif.

Selain itu, Calon Presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengajak mahasiswa ikut terjun ke dunia politik, agar bisa membawa perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Hal itu dikatakan Ganjar saat menggelar pertemuan di halaman Universitas San Pedro, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk turut serta dalam membentuk kebijakan untuk menangani bencana tahunan ini.

Presiden Jokowi sendiri sempat mengatakan jikalau pembebasan lahan lewat penggundulan telah berkurang drastis. Akan tetapi, klaimnya ini dibantah oleh Greenpeace Indonesia. Sebaliknya, berdasarkan keterangan Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI), Mufti Barri, justru penggundulan jauh lebih melambung tinggi, yakni 1,47 juta hektare/tahun pada 2013-2017, dari yang sebelumnya 1,1 juta hektare/tahun pada 2009-2013.

Rencana pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara turut juga hadir dalam menyumbangkan atas hilangnya sebagian hutan di Kalimantan. Meski diklaim merupakan kota yang ramah lingkungan dan 70%-nya merupakan wilayah hijau, namun 30% bukanlah angka yang sedikit atas hilangnya hutan di Kalimantan tersebut. Di tengah situasi ini, pastinya menimbulkan pertanyaan, seberapa besar tingkat kesadaran ekologi kita? Apalagi umat Islam sebagai mayoritas mestilah memiliki kesadaran tersebut.

Pemikiran Nasr sebagai Konsep Kesadaran Ekologi

Konsep teologi Lingkungan adalah salah satu gagasannya yang cukup banyakya mengkritik terhadap cara pandang ilmu pengetahuan modern yang lahir dari frame antroposentris. Menjadikan manusia sebagai pusat sentral dalam menentukan sebuah nilai dari ekosistem. Artinya, penilaian hanya ada pada pandangan bahwa manusialah penentu nasib dari ekosistem.

Pikiran semacam ini, pada dasarnya merupakan hasil dari filsafat barat modern yang menegasikan Tuhan dan Alam sebagai bagian dari realitas kehidupan. Filsafat barat modern ini justru menekankan aspek validitas bahwa manusia haruslah bahagia dengan berbagai cara meskipun hal tersebut merusak lingkungan. Dalam bahasa Nasr ialah ia membawa alam ke dalam domain fisik yang empirik dan enggan melirik aspek spirit yang ada di belakangnya.

Pada akhirnya, manusia modern telah sukses dalam meluluhlantahkan lingkungan yang Tuhan beri untuk keberlangsungan hidup yang semestinya dilakukan dengan cara-cara yang baik dan bukanlah sebaliknya. Nasr sendiri berpandangan dalam kesadaran lingkungan aliran agama China kuno telah lebih dulu menggunakan aspek teologi sebagai landasan dalam menghormati alam.

Kesadaran metafisik atas ketuhanan adalah pengakuan bahwa pusat dari kehidupan ialah Tuhan dan alam merupakan karunia-Nya yang mesti dipakai secukupnya, dilestarikan kemudian serta dijaga sebagai bentuk penghormatan atas pemberian Tuhan. Dari sini, realitas kehidupan berjalan dengan menggabungkan realitas dengan transendensi Tuhan.

Bagi Nasr, manusia merupakan sebuah jembatan yang menghubungkan antara bumi dan langit, sebab Tuhan memberi manusia akal serta tugas yang menyertainya, yakni, ialah sebagai Khalifatu ardli atau khalifah di Bumi yang bermakna pengurus. Di sini, manusia bukanlah pusat melainkan jembatan antara pusat dan kehidupan Bumi. Artinya, manusia ada sebagai penguat dari representasi Tuhan di muka Bumi yang kita pahami sebagai Sunnatullah.

Tuhan memperkenalkan diri-Nya dengan alam raya, di mana Ia selalu mengatakan “Lihatlah” karena dengan melihat engkau dapat memahami dan mengenal siapakah pemilik dari alam semesta ini. Maka outpput dari hal ini ialah pengagungan atas Tuhan, atau dalam aspek pemahaman Nasr ialah bentuk kesadaran esoteris atau batin dan ketika dalam praktiknya ia menjaga lingkungan maka itulah bentuk ia mencintai yang zahir-Nya.

Pola hubungan teologi lingkungan ini nampak seperti hierarkis yang saling terhubung secara integral di mana Tuhan selalu terlibat di mana pun, kapan pun dalam dimensi kehidupan manusia. Dengan adanya rasa yang kuat akan kelestarian lingkungan oleh sebab merupakan pemberian sang Khalik, maka manusia akan memiliki apa yang nasr sebut sebagai kesadaran Iman.

Merekontruksi Teologi Nasr dalam Pembangunan

Berbagai pembangunan terkadang tidak memperhatikan aspek dampak terhadap lingkungan. Kesadaran yang hilang dalam kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur nampak pada kebijakan-kebijakan atau suprastruktur politik yang berbau kapital dan menjadikan keserakahan penguasa dan para pemodal sebagai landasan legalitas. Pembangunan seperti IKN Nusantara pada dasarnya cukup memiliki dampak terhadap lingkungan.

Pada dasarnya hal ini merupakan efek dominos dari cara berpikir manusia, terutama para penguasa. Terlebih kesadaran masyarakat terhadap lingkungan amat menyedihkan. Hal itu nampak dalam keseharian di mana sampah menumpuk di depan rumah dan tidak dibuang oleh produsen sampah itu sendiri melainkan menunggu hingga petugas datang, padahal kelestarian lingkungan bukan soal uang dan tugas profesi tetapi sebagai tugas bersama.

Hal ini menimbulkan tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi oleh karena tingkat kesadaran yang minim. Ditambah oleh pemerintah yang abai akan hal ini dan tidak ada edukasi yang memadai terkait dengan kerusakan lingkungan. IKN Nusantara mungkin boleh diklaim aman dari kerusakan dan merupakan ibu kota yang ramah lingkungan, tetapi apa jadinya ketika nanti dihuni? Melihat bagaimana kasus-kasus macam ini tidaklah sedikit.

Pulau komodo yang hendak dijadikan eko-wisata justru sebaliknya malah mengancam keberlangsungan hidup satwa dilindungi itu karena para wisatawan yang tidak sadar dan tidak mengerti cara bersikap, hal ini merupakan efek dari pemerintah yang hanya memikirkan pembangunan infrastruktur tetapi tidak melakukan pembangunan sub-struktur utamanya kesadaran lingkungan dan kawassan.

Maka nasr lebih menekankan kepada umat Islam agar menanamkan nilai-nilai teologi dalam kehidupannya dengan merepresentasikannya lewat melestarikan alam. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas para pelajar, da’i dan lain sebagainya untuk menerapkan kesadaran teologi untuk kesadaran ekologi sebab kedua-duanya merupakan hubungan yang integral. Lewat khutbah, pengajaran dan pengajian dalam rangka menumbuhkan kesadaran ekologi dalam diri umat.***

Oleh: Noval Avrizal

Sumber tulisan ini berasal dari ayobandung.com

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top