Statistika Nasional dan Potret di Balik Bisnis Kayu pada Beberapa Provinsi di Indonesia
Kebijakan Perhutanan Sosial
Pendekatan Perhutanan Sosial (PS) secara umum bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan lestari dengan memberikan izin mengelola hutan. Dengan harapan bahwa masyarakat setempat dapat secara aktif mengelola hutan mereka secara berkelanjutan, mampu memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sekaligus mendiversifikasi sumber- sumber pendapatan yang dihasilkan melalui pemasaran sumber daya hutan dan hasil hutan olahan. Dengan demikian, PS akan berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang berkelanjutan dan peningkatan penghidupan serta konservasi keragaman hayati serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Kebijakan Pemerintah tentang berbagai skema PS mengakomodasi kearifan lokal dalam mengelola dan melestarikan sumber daya hutan, mendukung peningkatan mata pencaharian dalam kerangka sasaran pembangunan nasional yang berpihak pada penduduk miskin, berpihak pada penyediaan lapangan kerja, berpihak pada pertumbuhan dan berpihak pada lingkungan (pro-poor, pro-job, pro-growth, and pro-environment).
Kebijakan perhutanan sosial saat ini, praktik Perhutanan Sosial telah terakomodasi dalam sistem regulasi di Indonesia, termasuk UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun pun peraturan setingkat menteri. Secara detail beberapa aturan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan PS di Indonesia meliputi:
- UU 11 2020 Tentang Cipta Kerja
- UU 41 1999 Tentang Kehutanan
- UU 23 2014 Tentang Penyelenggaraan Daerah
- PP 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan
- Permen LHK No 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial
Sebagai aturan pelaksanaan Perhutanan Sosial, Permen LHK No 9 Tahun 2021 telah menetapkan garis besar pelaksanaan Perhutanan Sosial yang diarahkan pada penguatan sistem kelembagaan, tata kelola kawasan, serta pengembangan unit bisnis masyarakat, dengan lingkup kegiatan meliputi:
a. Penataan Areal dan Penyusunan Rencana;
Kegiatan penataan areal meliputi kegiatan penandaan batas areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, inventarisasi potensi, pembuatan ruang areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial, pembuatan andil garapan areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan pemetaan hasil penataan areal. Penyusunan rencana Perhutanan Sosial dilaksanakan pada persetujuan Pengelolaan HD, Persetujuan Pengelolaan HKm, Persetujuan Pengelolaan HTR, Penetapan Status Hutan Adat, dan Persetujuan Kemitraan Kehutanan.
b. Penanganan Konflik Tenurial;
Penanganan konflik tenurial kawasan hutan dapat diselesaikan melalui Perhutanan Sosial. Dalam hal penanganan konflik disepakati untuk diselesaikan melalui skema Perhutanan Sosial, dimana pemohon dapat melanjutkan dengan proses permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial sesuai dengan skema yang dimohonkan. Pelaksanaan penanganan konflik dalam kawasan hutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Pendampingan;
Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan kepada Masyarakat/kelompok Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial untuk pengelolaan hutan lestari dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat.
d. Kemitraan Lingkungan;
Kemitraan Lingkungan adalah kerja sama yang melibatkan berbagai pihak secara sukarela baik itu Pemerintah, swasta, Masyarakat, maupun lembaga lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan/atau pemanfaatan sumber daya alam.
Selain kebijakan, pada tulisan ini akan membahas mengenai perkembangan jumlah izin PS di Indonesia, peredaran kayu dan berbagai kebijakan lainnya berupa rekomendasi dan saran. Selengkapnya dapat diakses melalui link berikut.