Pada Tahun 2020 seperti negara-negara lainnya Indonesia mengalami pandemik penyakit corona yang disebabkan oleh virus COVID-19. Wabah ini pertama kali teridetifikasi di Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019. Virus corona merupakan virus yang sangat cepat penularannya (Highly transmitted). Saat ini penyebaran virus corona dari masunia ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi sendiri terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin (Susilo Dkk, 2020). Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia melalu Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama yang terjadi di Indonesia dan sekarang per 25 Agustus 2020 jumlah kasus positif corona sudah mencapai 155 ribu kasus.
Salah satu dampak terbesar yang diakibatkan oleh PSBB adalah penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyebut kebijakan PSBB di tengah pandemi virus corona memukul sistem keuangan dan pertahanan ekonomi negara. Sebagai catatan pertumbuhan ekonomi kuartal 1 anjlok ke posisi 2.97% dari posisi terakhir kuartal IV 2019 yaitu 4.9%. Indikator kontraksi (Agregat ekonomi menurun) lanjutan ditunjukkan oleh penerimaan pajak negara sebesar 2.5% pada kuartal 1 2020. Sementara itu defisit tercatat sebesar Rp 852 triliun atau setara 5,07 persen PDB.
Adanya penurunan pertumbuhan ekonomi dan defisit negara yang diakibatkan oleh pandemik corona (covid-19), tidak menutup kemungkinan bahwa sektor kehutan dan energi merupakan salah satu sektor yang akan ditingkatkan pendapatannya demi mecukupi kebutuhan ekonomi di Indonesia. Seperti halnya yang terjadi pada krisis moneter pada tahun 1997-1998 yang mana pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13.8% dan sebagian sektor ekonomi mengalami pertumbuhan negatif kecuali sektor pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan energi (Susilo, 2002) yang artinya sektor-sektor ini memiliki masih bisa bertahan walau dengan adanya krisis moneter. Deforestasi di dalam kawasan hutan pada awal masa reformasi (1996 – 2000) mencapai angka 2.83 juta ha (KLHK, 2018). Implikasi tersebut merujuk pada penggenjotan perekonomian Indonesia pasca krisis melalui: penebangan ilegal, ekspansi kelapa sawit dan tanaman industri, penerbitan ratusan konsesi HPH, dan masalah-masalah kehutanan lainnya sehingga mendorong pemerintah Indonesia melalui Menteri Kehutanan untuk mengeluarkan beberapa kebijakan baru seperti UU No. 41 Tahun 1999, Tap MPR tentang Tanah dan Sumberdaya Alam, Diberlakukannya Sertifikasi Kayu, dan beberapa kebijakan lainnya.
Pendapatan negara dari sektor kehutanan yang diharapkan ini akan mengancam tutupan hutan alam yang ada di Indonesia, baik dari aspek penebangan dan konversi hutan, investasi-investasi berbasis lahan semuanya akan ditingkatkan dipercepat pelaksanannya demi berkontribusi dalam pengembalian pertumbuhan ekonomi dan defisit negara. Atas dasar permasalahan yang dialami Indonesia pada Tahun 2020 mulai dari pandemik korona (covid-19) yang berujung pada penurunan pertumbuhan ekonom yang massif yang akan menganam hutan alam, diperlukan penelitian yang melihat bagaimana deforestasi yang terjadi selama pandemik ini berdasarkan kebijakan yang sudah ada dan bagaimana nasib hutan Indonesia nantinya setelah pandemik untuk menaikkan pertumbuhan eknomi dengan kebijakan kebijakan yang akan dikeluarkan.
Pada penelitian ini, FWI menganalisis bagaimana dinamika perekonomian dari sektor kehutanan dan penebangan kayu di Indonesia dalam perspektif pemenuhan target pertumbuhan ekonomi nasional serta dalam perspektif keberlanjutan melalui komitmen nasional terhadap emisi global. Pemodelan spasial perubahan penutupan lahan berbasis CLUEs digunakan untuk melihat perilaku perubahan penutupan lahan akibat adanya tekanan sosio-ekonomi dan juga lingkungan dari tahun 2000 hingga 2050. Tujuan penelitian Forest Watch Indonesia pada kali ini diantaranya:
- Menghitung rasio antara kontribusi pertumbuhan ekonomi dari sektor kehutanan dan penebangan kayu terhadap deforestasi yang terjadi di Indonesia berdasarkan data historis;
- Melihat hubungan dinamika perubahan lahan atau deforestasi dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi dari sector kehutanan dan penebangan kayu untuk memenuhi target kontribusi sector LHK terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
- Menganalisis dinamika deforestasi di Indonesia pada masa depan berdasarkan kontribusi nasional terhadap perubahan iklim (NDC) berdasarkan simulasi dinamika perubahan penutupan lahan.
Pada penelitian ini, beberapa faktor pendorong perubahan lahan yang digunakan dalam model diantaranya adalah: ketinggian, slope, jarak terdekat dari jalan, dan tingkat risiko deforestasi berdasarkan fungsi kawasan hutan. Ketinggian dan kemiringan merupakan faktor natural yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan khususnya dalam aspek aksesibilitas. Kedua faktor topografi tersebut juga merupakan barrier alami dari tipe ekosistem yang terdapat di wilayah studi. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa informasi topografi (i.e. slope dan ketinggian) merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap perubahan lahan (Gao et al. 2015; Li et al. 2016; Zhao et al. 2018). Selain itu, jarak terdekat dari jaringan jalan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dari aktivitas antropogenik. Hal tersebut merepresentasikan aksesibilitas manusia dalam melakukan perubahan penutupan lahan, khususnya dari ekosistem alami (hutan) menjadi lahan terbagun (man-made). Aksesibilitas yang tinggi (i.e. dekat dengan jalan) memicu peluang perubahan terhadap suatu tipe penggunaan lahan menjadi relatif tinggi pula. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa jaringan jalan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perubahan lahan, khususnya dalam kaitan deforestasi (Gaveau et al. 2009; Estrada et al. 2017; Condro et al. 2019; Vilela et al. 2020). Fungsi kawasan hutan juga digunakan dalam pemodelan untuk menangkap kebijakan pemerintahan secara umum dalam melakukan pembukaan hutan alam di Indonesia. Pada penelitian ini, kami mencoba melakukan klasifikasi dari fungsi kawasan hutan menjadi tingkat risiko deforestasi lahan. Berikut ini merupakan informasi detail klasifikasi risiko deforestasi berdasarkan data fungsi kawasan hutan Indonesia.