Pegiat Lingkungan Dorong Paslon Capres – Cawapres 2024 Evaluasi Penggunaan Bioenergi Dalam Transisi Energi

Para pegiat lingkungan di Indonesia memperingatkan para calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkompetisi pada Pemilu 2024 untuk melakukan evaluasi mendalam terkait penggunaan bionergi dalam program transisi energi. Dalam diskusi daring yang diadakan pada Rabu (10/01/2024) dengan tema “Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029,” pegiat lingkungan dari Traction Energy Asia, Trend Asia, dan Forest Watch Indonesia (FWI) mengutarakan kekhawatiran terhadap dampak negatif dari dua jenis bionergi yang mengandalkan bahan baku hasil hutan, yaitu biofuel dan biomassa.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan Tim Pemenangan Nasional (TPN) dari pasangan calon No. 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, pasangan No. 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan pasangan No. 3 Ganjar Pranowo-Moh. Mahfud MD. Diskusi tersebut menyoroti urgensi transisi energi, terutama mengingat dampak perubahan iklim dan pemanasan global akibat polusi bahan bakar fosil semakin terasa di seluruh dunia.

Direktur Eksekutif Traction Energy Asia, Tommy Pratama, menekankan perlunya Indonesia segera beralih ke energi rendah karbon sebagai tanggapan terhadap krisis iklim global. Namun, kekhawatiran muncul terkait produksi biofuel secara besar-besaran yang dapat mengancam ketahanan pangan dan hutan yang tersisa.

“Menggantungkan transisi energi pada biofuel atau bioenergi dikhawatirkan akan memicu persaingan antara pangan versus energi yang dapat berujung pada melonjaknya harga pangan,” ujar Tommy dalam keterangannya kepada InfoSawit, kamis (11/1/2024).

Data dari Traction Energy Indonesia menunjukkan bahwa selain bioenergi, Indonesia masih memiliki potensi energi terbarukan lain yang belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti energi angin dan energi surya.

Manager Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani, menyoroti co-firing biomassa sebagai alternatif penggunaan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun, ia menyatakan bahwa co-firing biomassa dapat menyebabkan hilangnya biodiversitas, perampasan lahan, dan mengganggu ketahanan pangan lokal, bahkan dapat memicu krisis pangan.

“Kita perlu pertanyakan kembali pada setiap paslon capres dan cawapres, seperti apa komitmen mereka terhadap pengurangan emisi melalui transisi energi,” tambah Amalya. Ia menekankan bahwa transisi energi yang berkeadilan harus memenuhi prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi, melindungi hak asasi manusia, dan adil secara ekologis dan ekonomis.

Dari perspektif tata kelola hutan dan lahan, Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa produksi biomassa untuk co-firing di 52 PLTU di Indonesia dapat membawa kecenderungan pada deforestasi. Penggunaan hutan untuk memenuhi bahan baku biomassa dapat membahayakan lebih dari 93 juta hektar hutan alam yang berfungsi sebagai penangkap karbon dan ruang hidup masyarakat.

Para pegiat lingkungan di Indonesia memperingatkan para calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkompetisi pada Pemilu 2024 untuk melakukan evaluasi mendalam terkait penggunaan bionergi dalam program transisi energi.

Dalam diskusi daring yang diadakan pada Rabu (10/01/2024) dengan tema “Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029,” pegiat lingkungan dari Traction Energy Asia, Trend Asia, dan Forest Watch Indonesia (FWI) mengutarakan kekhawatiran terhadap dampak negatif dari dua jenis bionergi yang mengandalkan bahan baku hasil hutan, yaitu biofuel dan biomassa.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan Tim Pemenangan Nasional (TPN) dari pasangan calon No. 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, pasangan No. 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan pasangan No. 3 Ganjar Pranowo-Moh. Mahfud MD. Diskusi tersebut menyoroti urgensi transisi energi, terutama mengingat dampak perubahan iklim dan pemanasan global akibat polusi bahan bakar fosil semakin terasa di seluruh dunia.

Direktur Eksekutif Traction Energy Asia, Tommy Pratama, menekankan perlunya Indonesia segera beralih ke energi rendah karbon sebagai tanggapan terhadap krisis iklim global. Namun, kekhawatiran muncul terkait produksi biofuel secara besar-besaran yang dapat mengancam ketahanan pangan dan hutan yang tersisa.

“Menggantungkan transisi energi pada biofuel atau bioenergi dikhawatirkan akan memicu persaingan antara pangan versus energi yang dapat berujung pada melonjaknya harga pangan,” ujar Tommy dalam keterangannya kepada InfoSawit, kamis (11/1/2024).

Data dari Traction Energy Indonesia menunjukkan bahwa selain bioenergi, Indonesia masih memiliki potensi energi terbarukan lain yang belum dimanfaatkan secara maksimal, seperti energi angin dan energi surya.

Manager Program Bioenergi Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani, menyoroti co-firing biomassa sebagai alternatif penggunaan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Namun, ia menyatakan bahwa co-firing biomassa dapat menyebabkan hilangnya biodiversitas, perampasan lahan, dan mengganggu ketahanan pangan lokal, bahkan dapat memicu krisis pangan.

“Kita perlu pertanyakan kembali pada setiap paslon capres dan cawapres, seperti apa komitmen mereka terhadap pengurangan emisi melalui transisi energi,” tambah Amalya. Ia menekankan bahwa transisi energi yang berkeadilan harus memenuhi prinsip akuntabilitas, transparansi, partisipasi, melindungi hak asasi manusia, dan adil secara ekologis dan ekonomis.

Dari perspektif tata kelola hutan dan lahan, Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa produksi biomassa untuk co-firing di 52 PLTU di Indonesia dapat membawa kecenderungan pada deforestasi. Penggunaan hutan untuk memenuhi bahan baku biomassa dapat membahayakan lebih dari 93 juta hektar hutan alam yang berfungsi sebagai penangkap karbon dan ruang hidup masyarakat.

Anggi Putra Prayoga, Manager Kampanye, Advokasi, dan Media FWI, menyoroti tantangan global terkait pemanfaatan lahan dan hutan alam untuk energi, pangan, dan sumber daya air. Dengan catatan bahwa sejumlah perusahaan hutan tanaman energi (HTE) sudah melakukan deforestasi, FWI mendesak paslon capres dan cawapres untuk mempertimbangkan dampak proyek biomassa untuk co-firing terhadap keberlanjutan lingkungan.

Sumber tulisan ini berasal dari InfoSawit.com

Thank you for your vote!
Post rating: 0 from 5 (according 0 votes)

Add Comment

Dapatkan berita terbaru melalui email

Good Forest Governance Needs Good Forest Information.

Using and sharing site content | RSS / Web Feeds

Photos and graphics © FWI or used with permission. Text available under a Creative Commons licence.

© Copyright 2020 FWI.
All Rights Reserved.

to top