Konflik dan kerusakan lingkungan tentu mengakibatkan kerugian bagi pemerintah dalam tata kelola sumber daya alam (SDA) di Indonesia. Dalam praktiknya, masih ditemui konsesi perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di dalam kawasan hutan
Jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai lebih dari 1500 perkebunan. Jumlah tersebut, menurut pernyataan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun), menghasilkan angka 21,25 miliar dolar AS atau setara dengan 287 triliun rupiah dari devisa ekspor. Angka tersebut menjadikan industri sawit berpengaruh terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2018, luas konsesi perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,03 juta hektare3. Luasan tersebut mampu menghasilkan hingga 31 juta ton crude palm oil (CPO). Masih dari data Ditjenbun, Indonesia mengekspor CPO sebesar 26 juta ton atau senilai 15 juta dolar AS.
Menilik keuntungan tersebut, beberapa kebijakan nasional yang dikeluarkan turut berpihak kepada industri kelapa sawit. Mulai dari Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang menyebutkan kelapa sawit sebagai Komoditas Perkebunan Strategis, hingga beberapa peraturan menteri yang menaungi industri sawit. Misalnya ketika pasokan (supply) kelapa sawit berlebih, maka dikeluarkan peraturan mengenai pemakaian minyak kelapa sawit sebagai campuran biodiesel dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Kemudian ketika harga CPO turun karena pasokan berlebih, Kementerian Perdagangan (Kemdag) merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 123 Tahun 2019 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar (BK). Dalam aturan ini, bea keluar minyak sawit/crude palm oil (CPO) menjadi nol rupiah.
Keuntungan yang besar bagi pendapatan negara dan peraturan yang memudahkan serta memihak, tidak membuat industri kelapa sawit minim masalah. Justru pengusahaan perkebunan kelapa sawit oleh perusahaan swasta seringkali disertai dengan masalah konflik tenurial dan kerusakan lingkungan. Konflik dan kerusakan lingkungan tentu mengakibatkan kerugian bagi pemerintah dalam tata kelola sumber daya alam (SDA) di Indonesia. Dalam praktiknya, masih ditemui konsesi perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di dalam kawasan hutan
Usaha perkebunan yang ingin mendapatkan lahan konsesi di dalam kawasan hutan dimungkinkan dengan tata cara pelepasan kawasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 33 tahun 2010 jo. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 17 tahun 2011 jo. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.51/ Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2016 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi. Dengan demikian, investor yang hendak membangun perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di dalam kawasan hutan wajib mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan. Namun, kewajiban tersebut tidak secara tegas diatur dalam pedoman perizinan perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 tahun 2013. Dalam hal pengaturan penggunaan kawasan hutan, hanya disebutkan tentang perlu adanya pertimbangan teknis dari dinas yang membidangi kehutanan mengenai ketersediaan lahan.
Keterkaitan kawasan hutan dengan usaha perkebunan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada 11 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit dan 2,3 juta hektare -nya berasal dari kawasan hutan7 . Forest Watch Indonesia (FWI) juga telah melakukan kajian tumpang tindih lahan di delapan provinsi, yakni Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah, mengenai hal yang sama dan mengidentifikasi sekitar 1,44 juta hektare perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan.
Dalam rangka memperkuat temuan dari analisis spasial yang telah dilakukan serta mengidentifikasi praktik-praktik perkebunan kelapa sawit yang ada dalam kawasan hutan, FWI melakukan pendalaman kasus mengenai informasi dan fakta aktual dari keberadaan perkebunan sawit di dalam kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.
Pelepasan Kawasan Hutan untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit
Usaha perkebunan yang ingin mendapatkan lahan konsesi di dalam kawasan hutan dimungkinkan dengan tata cara pelepasan kawasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 33 tahun 2010 jo. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 17 tahun 2011 jo. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2016 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi. Dengan demikian, investor yang hendak membangun perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di dalam kawasan hutan wajib mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan. Namun, kewajiban tersebut tidak secara tegas diatur dalam pedoman perizinan perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 tahun 2013. Dalam hal pengaturan penggunaan kawasan hutan, hanya disebutkan tentang perlu adanya pertimbangan teknis dari dinas yang membidangi kehutanan mengenai ketersediaan lahan.